Barcelona tergelincir ke jurang krisis di awal musim ini, dan formasi 4-2-3-1 yang diusung Ronald Koeman sejauh ini tengah menjadi sorotan dan perhatian lebih. Formasi ini sekilas bisa dipandang sebagai pembaruan revolusioner yang bisa menggusur formasi 4-3-3 El Barça yang sudah saklek sejak lama. Akan tetapi, apakah peralihan strategi ini sudah tepat dan bijak?
La Liga 2020/2021 baru saja menyelesaikan jornada ke-12 dan Barcelona masih terdampar di posisi kesembilan dengan mengumpulkan 14 poin.
Teranyar Lionel Messi dan kawan-kawan dipecundangi tim promosi Cadiz 2-1 pada Minggu (6/12) dini hari WIB. Meski masih menyisakan dua laga sisa, anak asuh Ronald Koeman saat ini terpaut 12 poin dari pemuncak klasemen sementara, Atletico Madrid.
Sebelum jeda internasional kedua musim ini, Barcelona bahkan sempat terlempar ke posisi ke-13 di klasemen dengan hanya mengumpulkan 11 poin dari jumlah delapan laga. Ini adalah pencapaian terburuk klub di abad ke-21. Rekor terburuk sebelumnya datang di musim 2002/2003 dan 2003/2004 di mana mereka hanya mengumpulkan 12 poin dari delapan laga.
Banyak pihak yang mewajarkan hal ini dan menilai tim sedang menjalani masa transisi dan reformasi. Bisa jadi ini soal trauma runtutan kekalahan memalukan di ajang Liga Champions yang masih membekas, dan ada pula yang mengaitkannya dengan komunikasi yang tak sehat antara para pemain dengan jajaran direksi klub.
Namun seperti yang dikatakan di awal tadi, formasi 4-2-3-1 Koeman di Barcelona mendapatkan porsi lebih untuk dikupas lebih dalam di artikel ini.
Meski sedikit mulus di babak grup Liga Champions 2020/21, kekalahan 0-3 dari Juventus Rabu (9/12) dini hari WIB malah semakin membuat kita bertanya-tanya seberapa manjur penerapan pakem baru formasi Koeman di Barcelona saat ini?
Perbedaan paling mendasar dari peralihan formasi 4-3-3 khas El Barça ke formasi 4-2-3-1 pilihan Koeman adalah dimainkannya double pivot alih-alih single pivot. Sesuatu yang tak pernah Blaugrana lakukan sebelumnya.
Setidaknya selama menyaksikan mereka melalui layar kaca sejak belasan tahun lalu, saya belum pernah menyaksikan FC Barcelona mengadopsi formasi 4-2-3-1.
Barcelona memang pernah mengadopsi formasi 3-4-3 di musim keempat Pep Guardiola. Namun, formasi itu diterapkan dengan satu catatan yang sifatnya prinsipil: El Barça harus memainkan seorang pivot saja di lini tengah.
Salah satu alasan formasi 4-2-3-1 diadopsi Koeman di Barcelona karena dengan double pivot ia mampu mengoptimalkan potensi bintang muda Belanda, Frenkie de Jong, yang baru semusim merumput di Camp Nou.
Di konferensi pers pertamanya Koeman menyentil para pelatih Blaugrana sebelumnya, Ernesto Valverde dan Quique Setien, yang tidak memainkan de Jong pada posisi yang ideal seperti yang dilakukannya di Timnas Belanda.
Dalam catatan saya, terdapat tiga masalah besar yang mengganggu atas diterapkannya formasi Koeman di Barcelona saat ini.