Eropa Inggris

Fragmen Pep Guardiola: Menggerakkan Sebelas Pemain untuk Satu Gol

Mengapresiasi kegeniusan Josep ‘Pep’ Guardiola itu rumit. Tidak seperti memahami keindahan liukan Ronaldinho, atau kemampuan luar biasa Lionel Messi. Ronnie, juga Messi, begitu mudah dipuja, dicintai, pun dinikmati dengan mata telanjang. Tanpa bersusah payah belajar memahami taktik atau menjadi pemuja sepak bola yang taat, dengan sekali lihat dengan mata, kamu akan mudah jatuh cinta dengan Ronaldinho dan Messi.

Dengan Pep, kamu perlu menggali lebih dalam, belajar lebih giat, dan memahami lebih tekun. Kehebatan taktikal Pep seperti karya-karya artistik Dante yang rumit. Genius memang, tapi perlu sedikit waktu lebih untuk memahami bahwa kegeniusan tersebut perlu nilai apresiasi yang lebih. Terkesan eksklusif memang, namun, itu yang membuat Dante, juga Pep, memiliki sesuatu yang berbeda dari yang lain.

Adalah waktu di Culiacan, Meksiko, ketika sang maestro dari Catalan itu menghabiskan sisa terakhir karier bermainnya untuk dilatih sang genius, Juan Manuel Lillo, yang kala itu menangani Dorados, kesebelasan asal Culiacan. Dari percakapan Pep dengan Angel Morales, di sebuah hotel di Culiacan, seperti ditulis Rory Smith untuk New York Times, pelatih plontos tersebut menjabarkan blueprint dari sepak bola ‘rumit’ yang diinginkannya.

“Kami duduk untuk makan bersama, dan ia menjabarkan visinya untuk sepak bola yang ia inginkan”, ujar Morales. “Dari kiper ke pemain depan, semua harus menyentuh bola, minimal satu kali, itu saja, dan di akhir, kita akan mencetak gol. Saya bilang ke Guardiola, ‘itu mustahil, saya orang Argentina, dan kami terbiasa memegang bola tiga sampai empat kali lebih lama, dan sesekali mencoba melewati satu pemain dengan teknik tinggi’. Tapi beberapa tahun kemudian, saya melihat itu menjadi kenyataan di Barcelona. Sebuah sepak bola seperti yan diinginkan Guardiola”.

Waktu singkatnya di Meksiko dengan Lillo, yang kemudian banyak dipercaya sebagai fondasi awal dari apa yang dinikmati dunia saat ini dengan beringasnya Manchester City asuhan Pep musim ini. Kiper yang andal di bawah mistar pun piawai memainkan bola dengan nyaman di kakinya. Pemain belakang yang tak hanya mengawal lini belakang namun juga mampu menempatkan diri di posisi taktis demi kebutuhan strategis taktik pelatih. Semua dipelajari Guardiola di Meksiko, dengan menggabungkan filosofi Cruyffianism, apa yang ia pelajari dari Lillo di Dorados, dan campuran gaya bermain dari dua sosok gaek yang jadi idola Guardiola, Marcelo Bielsa dan Arsene Wenger.

Hebatnya Guardiola, seperti analisis brilian Jonathan Wilson untuk Guardian, Pep berhasil lepas dari bayang-bayang Johan Curyff dan total voetball yang dogmatis, memasuki era yang disebut Wilson sebagai post-Cruyffianism, dan membuat penanda zaman dengan caranya sendiri.

Cara-cara itu tampak dari apa yang kita lihat dari Joshua Kimmich saat ini, pemain muda yang disebut Pep salah satu pemain terpintar yang pernah ia latih. Itu pula yang membuat Fabian Delph perlahan matang sebagai bek kiri, Raheem Sterling berkembang menjadi gelandang serang tajam, hingga Kevin De Bruyne yang menyegel tempatnya di jajaran elite gelandang bintang lima di dunia. Ini bukan perkara habis uang berapa di belanja pemain, namun ini perkara coaching.

Betul bahwa Pep, juga Jose Mourinho dan deretan manajer papan atas lainnya menghabiskan banyak uang untuk menyusun skuat. Tapi uang yang dihamburkan adalah sebuah keharusan, di tengah iklim sepak bola yang semakin kapitalis. Arsene Wenger mungkin bisa menghabiskan 100 juta paun untuk Malcom dan Pierre-Emerick Aubameyang misalnya, tapi, apa Arsene yang kolot itu, mampu melatih Malcom, misalnya, menjadi lebih taktis dan klinis seperti Sterling, juga Leroy Sane?

Ya, Pep Guardiola memang rumit. Sama rumitnya seperti Bielsa, Lillo, dan Arsene Wenger, tiga pelatih idolanya, yang ia akui sendiri di depan Lillo kala itu di Meksiko. Tapi dibalik kerumitan itu, Guardiola adalah maestro. Salah satu pionir terdepan di sepak bola modern yang membuat olahraga ini tak hanya ladang hiburan, tapi juga medium belajar yang menggairahkan dan menyenangkan.

22 trofi mayor sejauh ini, pun baru saja memenangkan gelar manager of the month di Liga Inggris secara beruntun sejak September 2017, Pep, si botak genius itu, kini bertambah usia.

Selamat ulang tahun, Guardiola.

Author: Isidorus Rio Turangga (@temannyagreg)
Tukang masak dan bisa sedikit baca tulis