Mengingat nama Bima Sakti tentu kita akan terkenang akan sosok kapten yang memiliki tendangan gledek. Menariknya putra terbaik Kalimantan Timur ini menjadi legenda di salah satu tim yang identik dengan julukan gledek yakni si Bledek Biru, Persema Malang.
Bima Sakti memang terkenal dengan spesialisasinya untuk menendang bola dari jarak jauh. Tak jarang, tendangan-tendangan gledek mantan kapten timnas Indonesia itu membuahkan gol. Selain itu sosok putra terbaik Kalimantan Timur tersebur juga dikenal dengan jiwa kepemimpinan yang tangguh.
Bima adalah pribadi disiplin dan pejuang yang hebat, tak heran apabila ia nyaris selalu didapuk sebagai kapten di tempat ia bermain.
Tumbuh di lingkungan militer, ayah Bima Sakti adalah seorang tentara. Hal membuat mental putra terbaik Kalimantan Timur yang lekat dengan nomor 11 itu terbentuk dengan kokoh.
Semasa bermain, Bima Sakti dikenal sebagai salah satu gelandang jangkar terbaik yang dimiliki Indonesia. Sosoknya yang tampil tanpa kompromi dibarengi dengan fisik yang kuat membuatnya cukup ditakuti di lapangan hijau.
BACA JUGA: Bima Sakti: “Pujian Adalah Racun”
Meskipun Bima lahir di Balikpapan, Kalimantan Timur, ia justru menjadi sosok yang melegenda di tanah Jawa, khususnya Jawa Timur. Bersama Persema Malang ia menghabiskan karier 7 tahun dan membuatnya melekat dengan kota Malang.
Jauh sebelum dikenal sebagai pemain timnas dan legenda Persema, siapa sangka jika Bima sempat gagal seleksi bersama tim yang mewakili Balikpapan, kota kelahirannya sendiri, di Piala Soeratin tahun 1991.
Kegagalan itu memukul mental Bima. Namun, berkat dukungan dari keluarga, luka Bima mulai sedikit terobati. Perlahan mental mantan penggawa PKT Bontang itu mulai membaik.
Hasilnya, pada tahun 1992, Bima terpilih bersama tim Samarinda di Piala Soeratin yang berlangsung di Bogor. Penampilan apiknya di ajang tersebut justru membawanya terpilih ikut seleksi PSSI Primavera yang akan dikirim untuk berguru ke Italia.
Bima Sakti akhirnya terpilih masuk skuad inti yang kala itu dilatih oleh Danurwindo. Di tim PSSI Primavera ini, Bima diangkat sebagai kapten tim yang kemudian membuatnya dapat bergabung dengan Sampdoria Primavera dan bermain untuk tim muda klub Swedia, Helsinborg FC, selama satu tahun.
Selepas bermain di Eropa, Bima Sakti akhirnya pulang kampung ke Indonesia dengan PKT Bontang sebagai tim pertamanya di Liga Indonesia pada 1994. Setelahnya Bima berturut-turut putra terbaik Kalimantan Timur itu kembali berkelana.
Bergabung dengan Pelita Jaya pada 1996, Bima Sakti justru meraih gelar juara Liga Indonesia bersama PSM Makassar pada 1999/2000. Di musim yang sama ia juga dinobatkan sebagai pemain terbaik.
Pada masa itu pula, Bima Sakti kerap menajdi langganan timnas Indonesia dari rentang tahun 1995 hingga 2001. Bima juga terpilih ke dalam tim yang bermain di Piala Asia 1996 dan 2000.
Setelahnya, karier Bima Sakti sedikit terhambat lantaran mendapat cedera patah tulang fibula dan geser engkel di kaki kirinya. Sempat didiagnosa dokter sulit melanjutkan karier, mental Bima Sakti yang kokoh membuatnya menolak kemungkinan itu.
Absen kurang lebih delapan bulan, Bima Sakti kembali mentas di lapangan hijau dari kembali berkelana. Kali ini PSPS Pekanbaru didapuk menjadi tujuan. Rasa trauma memang masih menghantui sosok yang kini berusia 44 tahun itu. Ia bahkan sempat hanya bermain beberapa menit saja sebelum mulai bangkit kembali bersama tim berjuluk Askar Bertuah.
Bersama PSPS hingga 2004, di musim berikutnya Bima Sakti akhirnya pulang kampung dengan memperkuat Persiba Balikpapan. Hanya semusim bersama Beruang Madu, Bima hengkang ke Jawa Timur dan memutuskan bermain bersama Persema Malang.
Bersama Persema, sosok putra terbaik Kalimantan Timur bersama Bima Sakti itu berubah menjadi legenda. Meski tak bermain lagi untuk timnas Indonesia, ia tetap tampil apik.
Menjadi jantung di lini tengah tim yang bermain di Stadion Gajayana itu selama 7 tahun, sosok bernama lengkap Bima Sakti Tukiman itu pantas meraih gelar legenda. Termasuk tak berhenti menemani tim di breakaway league, Liga Primer Indonesia.
Mantan pemain yang kini menjabat sebagai pelatih Indonesia U-16 itu pada 2013 memutuskan untuk bergabung dengan Perseba Bangkalan, sebelum kembali ke Kalimantan Timur untuk tampil bersama Mitra Kukar.
Hanya semusim dengan tim kebanggaan masyarakat Tenggarong itu, Bima Sakti memutuskan kembali ke Jawa Timur dan berlaga bersama Persegres Gresik United sebelum mengakhiri kariernya dengan kembali pulang kampung bersama Persiba Balikpapan di tahun 2015.
Setahun setelahnya, putra terbaik Kalimantan Timur itu resmi gantung sepatu dan memulai karier manajerialnya sebagai asisten tim Beruang Madu.
Kariernya di bidang kepelatihan sempat tak berjalan mulus, sempat dicibir karena gagal membawa timnas senior berprestasi di Piala AFF 2018, Bima Sakti membuktikan diri untuk membawa tim junior U-16 lolos ke putaran final Piala Asia U-16 yang sedianya akan diadakan di Qatar akhir tahun ini.
Karier Bima Sakti sebagai pemain memang telah usai, namun ia akan tetap diingat sebagai salah satu gelandang jangkar terbaik yang pernah dimiliki Indonesia. Inilah sekelumit kisah Bima Sakti, putra terbaik Kalimantan Timur yang melegenda di tanah Jawa.