Suara Pembaca

Antiklimaks Proyek Galacticos Pertama

Industri dan sepak bola telah lama menyatu, proyek Galacticos milik Real Madrid bisa jadi contoh sahihnya. Aliran bola di lapangan hijau disertai dengan perputaran angka uang yang fantastis berkat panasnya rivalitas dan tingginya fanatisme adalah pasangan yang serasi selama beberapa tahun ke belakang.

Adanya industrialisasi telah mengubah penampilan sepak bola dari sekadar cabang olahraga menjadi sebuah unit ekonomi yang setara dengan unit ekonomi lain. Tapi untuk menggerakkan mesin industri tersebut, kapasitas para pemilik modal di dalam klub amat menentukan.

Alhasil kerap terlihat betapa drastisnya perubahan situasi sebuah klub berkat kiprah pengolahan modal dari presiden atau pemodal klub.  Dalam hitungan dua dekade millenium ini hanya ada satu nama paling fenomenal soal ini. Dia adalah Florentino Perez, bos besar Real Madrid yang terkenal lewat ambisi proyek Galacticos-nya.

Perez tercatat dua kali menjabat sebagai presiden El Real, yakni di periode pertama (2000-2006) dan periode kedua (2009-sekarang). Ekspansinya dalam jagad sepak bola dunia telah membuat Real Madrid selalu menjadi rumah bagi para mega bintang lapangan hijau.

Proyek ambisius itu dinamai Los Galacticos yang membuat Real Madrid memiliki tradisi mendatangkan penggawa dengan rekor transfer teratas.

BACA JUGA: Real Madrid: Jago Membeli, Jago Menjual

BACA JUGA: Bintang-Bintang Piala Dunia Yang Dibajak Real Madrid

Namun ekspektasi dan ambisi tak selamanya setara dengan pencapaian prestasi penggawa proyek Galacticos. Jika menilik pada edisi kedua proyek Galacticos (setidaknya dari 2009 sampai hengkangnya Cristiano Ronaldo), memang para Madridista masih bisa berbangga sebab empat gelar Liga Champions cukup sebanding dengan pelbagai perubahan komposisi skuad.

Namun justru di edisi pertamanya (2000-2006) sulit dimungkiri bahwa keinginan Perez yang tergambar dalam proyek Galacticos-nya boleh dikatakan gagal dan menunjukkan pencapaian yang ironis.

 

Antiklimaks Prestasi

Sebelum Perez masuk pada medio tahun 2000, pamor Real Madrid memang sudah masyhur. Bahkan waktu itu Raul Gonzales dan kolega baru saja menjuarai Liga Champions 1999/2000. Menariknya proyek Galacticos segera digaungkan Perez sejak awal keterlibatannya di dalam klub.

Dan untuk seterusnya, ia sanggup merekrut deretan pemain terbaik dunia versi FIFA seperti Luis Figo (2001), Zinedine Zidane (1998 dan 2000), Ronaldo Luiz Nazario (1997 dan 2002) serta David Beckham.

Diawali di musim 2000/2001, kala ia sukses memaksa Figo untuk membelot dari FC Barcelona dengan banderol 60 juta euro. Kepindahan tersebut sempat membuat heboh dan protes pendukung musuh. Beruntung di akhir musim El Real berhasil menggondol titel La Liga.

BACA JUGA: Lemparan Kepala Babi kepada Luis Figo: Ketika Kebencian Memuncak di Laga El Clasico

Semusim berselang, Perez memecahkan rekor transfer termahal (75 juta euro) dengan memboyong Zinedine Zidane dari Juventus. Gol Zidane di final Liga Champions 2001/2002 akhirnya memberi gelar raja Eropa kesembilan bagi Los Merengues.

Nama yang kemudian masuk dalam skuad Real Madrid juga merupakan pesohor yang paling terang saat itu. Ronalo Luiz Nazario merapat dari Inter Milan dengan nilai 39 juta euro pasca menjuarai Piala Dunia 2002 bersama timnas Brazil.

Namun kerja sama Ronaldo, Figo, Zidane, bersama dengan nama-nama yang sudah menghuni bahtera El Real seperti Raul, Roberto Carlos, dan Claude Makelele hanya mampu mempersembahkan gelar Piala Dunia Antar Klub 2002 dan satu gelar La Liga pada 2002/2003.

Jelang musim keempatnya, Perez kembali mendatangkan pembelian teranyar. Pilihannya tak main-main, David Beckham, si megabintang dari Manchester United. Kapten Timnas Inggris saat itu berlabuh dengan mahar 35 juta euro setelah sempat beredar rumor ketidakharmonisannya dengan manajer Manchester United, Sir Alex Ferguson.

BACA JUGA: 15 Februari 2003: Ketika Sepatu Melayang Buat David Beckham Hengkang ke Real Madrid

Ketika itu hadirnya Beckham tampaknya membuat Los Galacticos bentukan Perez sudah komplit dan sangat digdaya. Tetapi siapa sangka, justru pada titik ini antiklimaks prestasi terjadi. Kilau bintang-bintang tersebut justru mulai meredup.

Previous
Page 1 / 2