20 Januari 2020, Real Madrid mengakuisisi Reinier Jesus Carvalho dari Flamengo. Pemain yang dijuluki “Ricardo Kaka Baru” ini menambah aset masa depan Real Madrid, dengan kehadiran sejumlah pemain muda berbakat sejak beberapa musim ke belakang.
Nampaknya ini jadi formula baru yang dicoba Florentino Perez untuk membangun proyek Galacticos 4.0. Pasalnya, kurang lebih 30 juta euro sudah dihabiskan sang presiden hanya untuk memboyong Reinier, yang baru berusia 18 tahun dan baru enam bulan menapaki debut profesionalnya, bersama Flamengo sejak akhir Juli 2019 lalu.
Jelas ini bukan pertama kalinya bagi Madrid mengeluarkan mahar yang begitu besar untuk seorang pemain muda. Kakak kelas Reinier di Flamengo, Vinicius Junior, lebih dulu bergabung dengan Los Merengues pada Mei 2017 lalu.
Meski ia baru datang pada Juli 2018 saat sudah berusia 18 tahun, mahar sebesar 45 juta euro jadi rekor penjualan termahal kedua pesepak bola Brasil ke Eropa. Rekor penjualan Vini hanya kalah dari Neymar yang dilego Santos ke Barcelona.
Bicara soal Santos, Madrid juga sukses mengamankan jasa Rodrygo Goes dengan harga yang sama dengan Vinicius. Kesepakatan yang terjalin sejak 2018 ini juga baru terealisasi pada Juni lalu saat Rodrygo berusia 18 tahun.
Pada September 2019 ia tampil dan mencetak gol di debutnya bersama tim utama Real Madrid, saat menghadapi Osasuna.
Dengan total uang mencapai 120 juta euro yang dihabiskan untuk membeli para “berlian Brasil” kelahiran 2000-an nampaknya menjadi hal wajar namun sedikit gila untuk figur sekelas Florentino Perez.
Sebab, demi membangun masa depan cerah Real Madrid, strategi ini rawan dihantui oleh aturan Financial Fair Play yang menjerat berbagai klub kaya di Eropa.
Kegilaan belanja pemain muda Real Madrid juga menjalar ke beberapa negara. Musim ini mereka mengamankan jasa Takefusa Kubo yang sempat bersekolah di akademi La Masia milik Barcelona. Kubo yang kini dipinjamkan ke Real Mallorca bukanlah satu-satunya pemain yang dipupuk jadi aset masa depan Real Madrid.
Setidaknya masih ada dua nama yang dibeli dan kini dipinjamkan ke klub lain. Kiper muda Ukraina, Andriy Lunin, dipinjamkan ke Real Oviedo di Segunda Division, dan gelandang serang Martin Odegaard dipinjamkan ke Real Sociedad. Belum lagi gelandang muda Uruguay, Federico Valverde, yang diikat Madrid sejak 2016 dari klub raksasa Uruguay, Penarol.
Real Madrid juga tak lupa melakukan kebiasaannya di bursa transfer untuk membeli pemain bintang, namun dengan melempemnya penampilan Eden Hazard yang dibanderol seharga 120 juta euro pada musim panas, rasanya lebih pas mengaitkan proyek Galacticos 4.0 dengan strategi bisnis membeli para pemain muda.
Ya memang di era sepak bola bisnis seperti ini, klub-klub kaya jelas mendapatkan keuntungan lebih untuk membangun skuat impiannya. Di sisi lain masih ada sebagian klub yang memercayakan akademi sepak bolanya sebagai penyalur sumber daya terbaik di masa depan. Barcelona misalnya.
Meski demikian tetap saja ada bahaya yang mengintai dari stategi bisnis membeli para pemain muda, apa lagi untuk tim sekelas Real Madrid.
Sergio Diaz misalnya, penyerang yang kini berusia 21 tahun tersebut dibeli dari klub raksasa Paraguay, Cerro Porteño, pada 2016 lalu. Digadang-gadang memiliki gaya bermain seperti Sergio Agüero, nyatanya sang pemain tak dapat menembus skuat utama Los Blancos dan kini dipinjamkan kembali ke klub asalnya. Cerro Porteno.
Sebelumnya Diaz telah dipinjamkan ke CD Lugo dan Corinthias sejak musim 2017/2018, dan hanya bermain sembilan kali tanpa menjaringkan satupun gol untuk kedua klub tersebut.
Kisah penyerang muda lain yang gagal bersama Real Madrid adalah Mink Peeters yang sudah menimba ilmu di akademi Madrid sejak 2014. Ia sebelumnya membela PSV Eindhoven dan Ajax Amsterdam.
Peeters gagal bersaing di Real Madrid B dan lebih banyak dipinjamkan. Musim ini penyerang asal Belanda tersebut bahkan terdampar di Serbia bersama FK Čukarički.
Jadi, apakah nanti Reinier bisa melanjutkan kesuksesan kedua kakak kelasnya, atau jangan-jangan julukan “Kaká Baru” justru menjadi beban untuknya? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.
*Tulisan ini dialihbahasakan dari artikel Football Tribe Jepang. Artikel asli dapat dilihat di sini.