Cerita

Kobe Bryant: Tentang Italia, Sepak Bola, hingga NBA

Kata orang, banyak hal besar dimulai dari hal kecil. Bagi Kobe Bryant, hal kecil itu adalah kota kecil di utara Italia, Reggio Emilia. Bukan termasuk kota besar seperti Milan dan Roma, Reggio Emilia adalah kota kecil yang kemudian berkali-kali disebut Kobe sebagai “fundamental piece of his formation”.

Kobe kecil pindah ke Reggio Emilia pada awal dekade 1990, ketika sang megabintang kala itu masih berusia belasan tahun. Joe Bryant, sang ayah, berkarier di kompetisi bola basket Italia dan membawa serta keluarganya ke Negeri Pizza. Tempat yang kemudian menjadi awal mula munculnya sinar kebintangan Kobe Bean Bryant.

Dari kecil, Kobe memang menonjol. Ia lebih tinggi, berkulit lebih gelap dibanding teman-temannya, dan menghabiskan hampir setiap hari untuk bermain basket.

Ia menyerap kultur Italia, berbicara dengan lancar menggunakan bahasa mereka, dan Reggio Emilia menerimanya bukan sebagai megabintang NBA dan basket dunia, melainkan sebagai putra daerah kesayangan mereka.

Walau menunjukkan bakat yang luar biasa, Kobe tak pernah benar-benar meyakinkan bahwa nantinya, ia akan dikenang sebagai salah satu atlet terbaik dunia di bidangnya. 

“Sejujurnya, tidak ada orang sini yang menyangka bahwa Kobe akan jadi sangat spesial seperti sekarang. Kala itu, ia berusia 12 tahun, penuh talenta, dan bermain basket dengan sangat bagus. Namun apakah kami berpikir ia akan jadi sehebat ini? Saya rasa tidak. Penduduk Reggio selalu melihat Kobe sebagai seorang putra alih-alih seorang bintang, dan itulah kenapa ia sangat spesial kemudian,” ujar Andrea Menozzi, mantan pelatih Kobe semasa di tim junior, Cantine Riunite, seperti dikutip dari CNN.

BACA JUGA: Andreas Guglielminpietro: Sekali Berarti Lalu Mati

Reggio Emilia memang terlalu kecil untuk masuk dalam bingkai karier fenomenal Kobe Bryant. Lima gelar NBA, dua medali emas Olimpiade, 33 ribu lebih poin sepanjang 20 tahun kariernya, hingga statusnya sebagai salah satu bintang basket yang ada di level yang sama dengan Michael Jordan, seolah membuat Italia dan Reggio Emilia sebagai keping kecil yang sepele.

Namun, di sanalah sosok Kobe benar-benar terasa dekat dan personal. Ia menjadi manusia yang utuh di sana, bukan sekadar atlet kelas dunia atau status sebagai salah satu atlet terbesar NBA sepanjang masa.

Di Reggio Emilia, Bryant memulai segalanya. Karier, dongeng kehebatannya yang kelak melegenda, hingga sepak bola.

Kamu akan mudah menemukannya di media sosial, sebuah keping rekaman di mana Kobe Bryant mendeklarasikan dirinya sebagai suporter AC Milan. Betul, Kobe memang Rossoneri sejati. Darah Kobe, mengutip apa yang disebut AC Milan kala mengenang kepergiannya, berwarna merah dan hitam. Dua warna khas Il Diavolo Rosso.

“AC Milan adalah klub favorit saya. Sejak kecil, saya sudah mengikuti tim ini. (Paolo) Maldini, (Marco) van Basten, adalah idola saya semasa kecil. Di Los Angeles, di loker saya, kamu bisa menemukan syal dan poster besar bertuliskan ‘AC Milan’,” ujar Bryant di situs resmi klub Serie A itu dengan bahasa serta logat Italia yang fasih terucap dari mulutnya.

Italia memang terasa personal bagi Bryant. Ia fasih menguasai berbagai bahasa dari Italia hingga Spanyol, bahkan Slovenia. Hal itu turut diamini oleh Luka Doncic, bintang asal Slovenia yang bermain bagi Dallas Mavericks di NBA. Akan tetapi, Italia adalah kepingan krusial yang membentuk fondasi kebintangan seorang Kobe Bryant.

Bryant punya sisi romantis khas orang Italia. Ia punya gairah sepak bola yang tak kalah besarnya dengan pencinta calcio di sana, hingga sosoknya yang ikonik mencerminkan bahwa sebelum melegenda di Amerika Serikat, ia bukan hanya Bryant dari Lower Merion, Philadelphia, tapi juga Bryant dari Reggio Emilia.

“Kobe sangat hebat di seusianya kala itu. Sangat sulit bagi anak sekecil kami saat itu bermain melawan orang-orang dengan badan lebih besar, tapi Kobe, ia berbeda. Ia tak pernah kesulitan. Ia sangat serius dan profesional, bahkan di usia kala itu yang masih berumur 10 atau 11 tahun. Di usia seperti itu, ia sudah punya ‘Mamba mentality’,” ujar teman kecil Kobe, Davide Giudici, dikutip dari CNN.

BACA JUGA: Bandana dan Romansa Kejayaan Serie A

Tahun 1996 ia sukses menembus NBA dan menjadi bintang muda baru Los Angeles Lakers, Bryant tak hanya menunjukkan ke dunia bahwa era pasca-Jordan akan ada di kendalinya, tapi juga menunjukkan bahwa prosesnya menuju ke NBA, berawal di Italia.

Setelah musim rookie yang cemerlang berakhir, Bryant muda kembali ke Reggio Emilia, bertemu dengan teman-teman masa kecilnya, dan mengenang masa-masa hebat yang pernah sama-sama mereka lalui di usia remaja.

Kenangan Bryant tentang Italia sendiri akan tetap abadi. Setelah kepergiannya, Wali Kota Reggio Emilia, Luca Vecchi, memastikan bahwa lapangan basket utama di kota tersebut akan diberi nama “Kobe Bryant”, demi menghormati sang putra daerah yang meregang nyawa bersama putrinya, Gianna Bryant dan tujuh orang lainnya.

“Kota ini melihat Kobe tumbuh besar di dunia olahraga, utamanya di NBA. Secara global, dengan cara ia memperlakukan kota ini, Reggio Emilia bukan kota yang luar biasa, namun Bryant membuat kami merasa luar biasa. Ketika di akhir kariernya ia datang ke sini, saya rasa itulah momen di mana seluruh penduduk di kota ini dan Kobe Bryant menemukan koneksi antara keduanya. Kobe akan selalu jadi putra kami, seorang Reggiani sejati,” ujar Vecchi dikutip dari CNN.