Suara Pembaca

Andreas Guglielminpietro: Sekali Berarti Lalu Mati

Minggu, 23 Mei 1999, akan diingat sebagai salah satu momen bersejarah bagi AC Milan. Setelah melawati perjalanan yang berliku, Milan berhasil menyegel scudetto musim 1998/1999 di giornata ke-33 pada pertandingan melawan AC Perugia yang dihelat di Stadio Renato Curri.

Dalam pertandingan tersebut selain Oliver Bierhoff yang menjadi bintang, tersebutlah nama Andres “Guly” Guglielminpietro. Sebuah gol pembuka darinya cukup mengantarkan I Rossoneri menjadi pemuncak di akhir kompetisi Serie A musim itu.

Andres Guglielminpietro, lahir  di San Nicolas, kota kecil di provinsi Buenos Aires pada 7 April 1974. Mengawali karier sebagai pesepak bola profesional di klub Gimnasia La Plata pada tahun 1994, selama kurun waktu empat tahun ia tampil dalam 105 pertandingan dengan mencetak 21 gol. Penampilan ciamiknya tersebut membawanya berkelana bersama Milan di tahun 1998.

Di awal musim, Guly tidak begitu dipercaya oleh Alberto Zacheronni pelatih Milan kala itu yang sering memainkan pola 3-4-3. Dengan melimpahnya stok gelandang macam Zvonimir Boban, Demetrio Albertini, Leonardo, Massimo Ambrosini sampai Thomas Helveg yang kadang difungsikan sebagai gelandang sayap, wajar bila Guly kesulitan untuk mendapatkan tempat utama. Dari 15 pertandingan awal musim Guly hanya dipercaya dua kali menjadi pemain pengganti kala berhadapan dengan Salernitana di giornata ke-2 dan kala berhadapan dengan Piacenza di giornata ke-7.

Baca juga: Mewaspadai Shotgun di Kaki Demetrio Albertini

Peruntungannya berubah setelah partai melawan Empoli, ketika itu ia dipasang menjadi seorang gelandang sayap kiri dan setelahnya sampai akhir musim kompetisi ia terus bermain regular di posisi tersebut. Dengan formasi 3-4-1-2, ia menjelma jadi seorang gelandang sayap yang mampu menjaga keseimbangan permainan.

Dalam skema tersebut Zac (panggilan pelatih Alberto Zaccheroni) menempatkannya di kiri permainan membentuk kuartet bersama Massimo Ambrosini, Demetrio Albertini, dan Thomas Helveg di sisi kanan. Tercatat dalam sisa musim 1998/1999 ia memainkan 18 pertandingan di line-up utama Milan dengan mencetak 4 gol, termasuk 1 gol pembuka melawan Perugia yang akan terus diingatnya.

Malang, performa moncernya tak dapat berlanjut di musim berikutnya. Badai cedera yang menerpanya kemudian membuat kariernya meredup. Di musim 1999/2000 ia masih bisa mencatatkan 23 penampilan dengan 1 gol tapi di musim 2000/2001 ia hanya bisa mencatatkan 12 penampilan dengan 1 gol.

Di musim selanjutnya ia menjadi alat barter AC Milan untuk mendapatkan Andrea Pirlo dari Inter. Kariernya belum juga beranjak selama membela I Nerazzuri (yang notabene sang rival sekota). Dalam kurun waktu 2001-2003 ia hanya mencatatkan 40 penampilan di semua ajang dengan 1 gol.

Baca juga: Mengenal Isyarat Tangan Pemain Serie A

Inter kemudian meminjamkannya ke Bologna pada musim 2003/2004. Di awal musim ia sempat dipercaya pelatih Carlo Mazzone untuk mengisi lini tengah I Rossoblu. Sampai dengan giornata ke-12 tercatat ia selalu bermain baik di starting eleven maupun bermain dari bench dengan torehan 2 gol, tetapi lagi-lagi cedera menghampirinya dan di sisa kompetisi ia hanya pernah bermain sebagai pemain pengganti dalam 6 kali kesempatan dengan nirgol.

Kariernya kemudian ia teruskan bersama Boca Juniors di Liga Argentina dan sempat mencicipi gelar Copa Sudamericana pada 2004, kemudian secara mengejutkan ia berkelana jauh ke jazirah Arab untuk menjadi bagian dari Al-Nasr (sebuah klub di liga UEA) dengan statistik 9 kali bermain dengan 4 gol.

Ia lalu kembali ke Argentina bersama Gimnasia La Plata (klub di awal kariernya dulu) dan bertransformasi menjadi seorang gelandang serang di belakang striker tapi lagi-lagi kariernya tidak begitu cemerlang di mana ia hanya bermain dalam 11 pertandingan dan mengemas sebiji gol.

Pada tahun 2007 Guly memutuskan untuk gantung sepatu, setelah sempat menjadi staf kepelatihan di Estudiantes di bawah pelatih Diego Simeone. Pada tahun 2014 Andres “Guly” Guglielminpietro menjadi manajer klub divisi 2 Liga Argentina, CA Douglas Haig.

Mengutip sajak “Diponegoro” karya Chairil Anwar di judul, agaknya cukup menggambarkan perjalanan karier seorang Guly. Semusim bersinar bersama AC Milan dengan raihan scudetto 1998/1999 lalu habis karena cedera dan penurunan performa.

Baca juga: Negara-Negara yang Pernah Tampil di Piala Dunia Tapi Kini Terlupakan