Suara Pembaca

Kembalinya Militansi Persikabo 

Manajemen PS TIRA-Persikabo (Tira-Kabo) mengusulkan perubahan nama klub menjadi hanya “Persikabo” saja dalam mengarungi Liga 1 2020. Ini langkah strategis guna mengembalikan Persikabo ke warga Bogor.

Perubahan nama akan diputuskan oleh PSSI pada 25 Januari 2020. Jika terwujud, Jabodetabek akan diwakili oleh tiga tim bekas Perserikatan di pentas Liga 1 2020, yaitu Persita Tangerang, Persija Jakarta, dan Persikabo Kabupaten Bogor.

Bersama dengan Persib, Persikabo menjadi dua wakil Jawa Barat. Ini tentu saja menambah seru persaingan di Jawa Barat, yang terkenal militansinya sebagai pendukung Persib Bandung.

Pada Shopee Liga 1 2019, pertandingan kandang Tira-Kabo melawan Persib yang berlangsung di Stadion Pakansari, Cibinong, Bogor, pada September 2019 diwarnai kerusuhan antarsuporter di dalam dan luar stadion. Sepulang laga, bus Persib dilempari batu, dan melukai pemain tim nasional Indonesia, Febri Hariyadi.

Mengapa demikian? Sebelum laga, Bobotoh dan Viking mengimbau sesama warga Jawa Barat agar mendukung Persib, namun ajakan ini tidak digubris oleh Kabo Mania, suporter Tira-Kabo.

Saling ejek terjadi hingga timbul aksi lempar batu dan kursi yang merembet pada aksi vandalisme fasilitas umum di Pakansari. Rivalitas ini berpeluang muncul kembali di Liga 1 2020 bertajuk derbi Jawa Barat.

BACA JUGA: Dan Terjadi Lagi, Lemparan Batu yang Terulang Kembali

Atensi besar warga Bogor mendukung Tira-Kabo terutama saat berhadapan dengan tim-tim besar Indonesia, mendasari alasan perubahan nama klub.

Saat Tira-Kabo mendulang berbagai hasil positif tanpa kekalahan di 13 laga beruntun, bahkan sempat memimpin klasemen Shopee Liga 1 2019 dengan permainan taktikal nan ciamik tidak kenal lelah, serta menampilkan Ciro Alves sebagai top skor, rata-rata 15-20 ribu kursi dari 30 ribu kapasitas Stadion Pakansari dipadati oleh Kabo Mania bersama masyarakat Bogor.

Tanda-tanda kebangkitan Tira-Kabo sudah terlihat saat manajemen mengontrak Rahmad Darmawan sebagai pelatih. Tim yang baru terbentuk tanpa pemain-pemain besar ini kemudian terjun di turnamen Piala Presiden 2019, dan secara mengejutkan mengalahkan Persib di Stadion Si Jalak Harupat dengan skor 1-2.

Permainan kolektif dengan pengaturan tempo yang tepat, aliran bola kaki ke kaki disertai umpan-umpan lambung diagonal dari sayap yang diarahkan ke Osas Saha saat serangan balik, diperagakan anak asuh Rahmad Darmawan. Tira-Kabo pun lolos ke perempat-final sebelum dihentikan Persebaya di Gelora Bung Tomo yang bergemuruh dengan puluhan ribu Bonek.

Memasuki putaran ke-dua, inkonsistensi permainan mengakibatkan tim terjerembab di papan bawah hingga nyaris degradasi, Rahmad Darmawan pun diberhentikan.

Antusiasme muncul kembali setelah laga tandang bersama pelatih baru, Tira-Kabo mengalahkan Bali United dan hasil-hasil selanjutnya menyelamatkan tim dari degradasi. Di akhir musim Tira-Kabo diganjar tim Fair Play.

BACA JUGA: Beda Makna Bintang di Logo Bali United dan Persija

Masyarakat Bogor sendiri sebenarnya fanatik akan sepak bola. Saat PSB atau Persikabo bertanding, stadion kecil terasa penuh dan riuh. Terdapat tiga stadion di Bogor, yaitu Stadion Pajajaran berkapasitas 12 ribu kursi yang juga kandang PSB, Stadion Persikabo berkapasitas 15 ribu penonton, dan Stadion Pakansari di Cibinong yang sering menjadi venue ajang sepakbola besar, dan nantinya Piala Dunia U-20!

Penyerang Korea Selatan dan Tottenham Hotspur, Son Heung-min, pernah merumput di sini dalam final sepak bola Asian Games 2018, dan momen memperoleh medali emas tidak akan pernah dilupakan, karena dirinya terbebas dari wajib militer.

Selain itu, terdapat banyak Sekolah Sepak Bola (SSB) yang menjalani latihan dan uji coba di berbagai lapangan di Bogor.

Di kalangan wanita, Tira-Kabo Kartini yang mengandalkan mojang asli Bogor lolos ke final Liga 1 Putri 2019. Seorang penyerangnya menjadi top skor, membuatnya masuk nominasi Best Woman Footballer yang diadakan Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI). 

Di kampung-kampung dengan mudah kita temui grafiti Persikabo di tembok rumah dan pagar dengan beragam gambar dan logo Kujang. Namun ada juga grafiti Persib.

Di lorong-lorong kampung dan halaman sekolah, anak-anak bermain sepak bola mengenakan jersi Persikabo, ada juga yang berseragam Persib. Bukan masalah, karena sebagian warga Jawa Barat juga pendukung Persib, dengan prestasinya yang mentereng. Saat Persikabo hadir di Liga 1, tentunya dukungan akan beralih ke Persikabo.

Lalu timbul pertanyaan, apakah mereka (anak-anak) juga mengidolakan pemain Persikabo? Saat ditanya, mereka menyebut Ciro Alves, ada juga Manahati Lestusen, Abduh Lestaluhu, dan Andy Setyo yang juga pemain nasional.

Maklum, mereka generasi milenial yang mengenal Persikabo sejak berlaga di Shopee Liga 1 2019. Saat berkompetisi di kasta tertinggi dan ke-dua, mantan pemain nasional seperti Imran Nahumarury, Zainal Arief, Andrian Mardiansyah, dan Hengky Ardiles sempat berlabuh di Persikabo.

Pelatih fenomenalnya adalah Suimin Diharja, dikenal berkarakter keras. Saat Persikabo masih berkutat di level terbawah Liga Indonesia, Kabo Mania menyuarakan agar membawa beliau kembali ke kursi kepelatihan. Boleh jadi karena sudah melegenda, mengingat reputasi Persikabo saat diarsitekinya sedekade silam.

BACA JUGA: Persikabo Bogor dan Langkahnya Menuju Kebangkitan di Liga 2

Di Bogor saat ini hanya Persikabo yang masih eksis. Saudara tuanya, PSB Bogor, sudah bubar, dan terakhir berkompetisi di Liga 3 seri 2, bahkan keikutsertaannya didiskualifikasi PSSI karena ketidaksiapan tim dan terlilit utang!

Oh ya, Persikabo berdiri pada 1973 sementara PSB tahun 1950. Tim lain yang pernah ada di Bogor adalah Bogor Raya yang sempat berkompetisi pada Liga Primer Indonesia 2011.

Ada juga Bogor FC, yang sempat mengontrak Cristian “El Loco” Gonzales, namun dalam perjalanannya merger dan diambil alih Sulut United Manado, jadi belum berkesempatan mengarungi Liga 2. 

Pihak manajemen juga menyebutkan bahwa walaupun menanggalkan nama Tira (Tentara Indonesia dan Rakyat), namun skuat masih didominasi pemain yang juga anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) berikut fasilitas latihan milik Angkatan Darat.

Kalau kita menilik sejarah dari zaman Pajajaran, kolonial Belanda hingga berdirinya Republik Indonesia, Bogor sebenarnya identik dengan militer.

BACA JUGA: Rahmad Darmawan, Sosok Jenius Jelmaan Sang Jenderal Besar

Kerajaan Pajajaran adalah kerajaan besar dengan militer tangguh dipimpin Prabu Siliwangi yang melegenda, konon menjelma dalam wujud Macan. Macan ini menjadi simbol militer Siliwangi Jawa Barat.

Di zaman kolonial, Bogor adalah tempat pendidikan militer Belanda, dan peninggalannya masih ada di Sempur tepi Kali Ciliwung.

Pada era perjuangan kemerdekaan, jejak pejuang seperti Jenderal Besar Soedirman, Supriyadi, Jenderal Soeharto, dan Ahmad Yani dapat dilacak di Museum PETA. Museum Perjuangan Bogor juga menceritakan jejak perjuangan melalui serangkaian tugu dan monumen yang terdapat di Bogor.

Walaupun menghilangkan nama militer, tapi semangat militer berupa fisik prima, disiplin, menjunjung kebersamaan, taktis dan militan sesuai karakteristik daerah tetap tertanam di dada.

Militansi ini juga demi simbol Kujang di dada, lambang kejayaan (laskar) Pajajaran. Siapapun lawannya, siap dihadapi.

 

*Penulis adalah penikmat Liga Indonesia dan berdomisili di Bogor sebagai peneliti. Bisa disapa di akun twitter @YopiIlhamsyah