Suara Pembaca

Rahmad Darmawan, Sosok Jenius Jelmaan Sang Jenderal Besar

PS TIRA-Persikabo musim ini menjelma jadi raksasa sepak bola nasional. Tim yang diasuh Rahmad Darmawan ini berhasil mencatatkan pencapaian sensasional dengan melakoni 11 laga tanpa kekalahan. Enam kemenangan dan lima hasil seri yang mereka raih berhasil menempatkan kesebelasan berjuluk Young Warriors ini di posisi satu sementara Shopee Liga 1 2019.

Mungkin banyak pihak yang masih ragu dengan kualitas PS TIRA-Persikabo di musim ini. Wajar, banyaknya hasil imbang membuat poin mereka masih berdekatan dengan peringkat dua dan tiga, Bali United dan Madura United. Kedua tim pun masih punya simpanan laga tunda yang jika mereka menangkan akan langsung mengungguli poin Laskar Padjadjaran. 

Namun yang perlu dilihat dari banyaknya hasil imbang dari PS TIRA-Persikabo adalah kualitas lawan yang mereka hadapi. Klub yang bermarkas di Stadion Pakansari ini berhasil menahan imbang tim kuat Madura United, PSM Makassar, dan Persib Bandung di kandang, serta mencuri satu poin ketika bertandang menghadapi Bhayangkara FC dan Persebaya Surabaya. PS-Tira-Persikabo bahkan mampu menundukkan dua tim kuat lain, Arema FC dan Persija Jakarta.

Bila melihat kualitas lawan yang akan dihadapi di sisa laga putaran pertama ini, lawan terberat PS TIRA Persikabo otomatis hanya tinggal Bali United. Sebuah keuntungan tersendiri ketika pesaing mereka, Madura United dan Bali United, masih harus bertempur satu sama lain dan harus menjalani laga berat menjamu tim papan atas lainnya. Sebuah prestasi yang jauh di bawah ekspektasi tim yang musim lalu hampir degradasi.

Baca juga: TIRA dan Pembuktian Tentara untuk Jadi Contoh

Ada beberapa faktor yang menjadikan PS TIRA-Persikabo ditakuti musim ini. Kepemimpinan kapten Manahati Lestusen yang kian matang, dan pemilihan pemain asing berkelas memang bisa dibilang menjadi faktor utama di balik kebangkitan tim kebanggaan warga Bogor ini.

Akan tetapi satu faktor lain yang tak boleh diabaikan, adalah kejeniusan coach Rahmad Darmawan sekaligus kepiawaiannya dalam memimpin sebuah tim.

Kita semua tahu bahwa pelatih yang akrab disapa dengan inisial RD ini memang sarat pengalaman. Berbagai prestasi berhasil ia torehkan di tim Sriwijaya FC hingga Arema FC. Pengalaman melatih timnas Indonesia pun juga sudah ia jalani.

Maka dengan segudang pengalaman tersebut, PS TIRA Persikabo sangat beruntung berhasil mendapat jasa coach RD.

Jelmaan sang jenderal besar

Jika melihat permainan PS TIRA-Persikabo, saya bisa mengatakan bahwa pola strategi mereka sedikit ketinggalan zaman. Tim ini memang bukan tim dengan pola permainan menawan ala tiki-taka yang coba diterapkan banyak tim Indonesia. Mereka cenderung bermain pragmatis, bermain bertahan dengan disiplin tinggi, lalu menghabisi lawan dengan serangan balik cepat. 

Pola seperti ini tentu tak asing bagi tim yang merupakan basis sepak bola Tentara Republik Indonesia (TNI). Seluruh anggota tentara negeri ini pasti tahu bagaimana perjuangan jenderal besar TNI di masa perjuangan, Jenderal Soedirman, bersama para tentaranya dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia kala Agresi Militer Belanda kedua. 

Bila menganalogikan medan perang yang dilakoni Jenderal Soedirman saat itu dengan lapangan permainan yang dimainkan oleh PS TIRA-Persikabo saat ini, ada sebuah kesamaan menarik.

Jenderal Soedirman dalam perang tersebut, dengan pemahaman soal tak seimbangnya kualitas maupun kuantitas pasukannya dengan pasukan penjajah, memilih melakukan perang dengan cara gerilya. Mereka melakukan perang dengan cara sembunyi, menyisir berbagai daerah, mulai dari Yogyakarta hingga Jawa Timur.

Baca juga: Salah Kaprah Penerapan 4-3-3 di Timnas Indonesia

Taktik sembunyi-sembunyi, menghabisi lawan dari balik kegelapan sambil terus bertahan dari ancaman lawan. Militansi dari pasukan tentara saat itu dalam menemani Jenderal Soedirman, yang sejak awal sudah mengalami masalah kesehatan, menjadi ciri khas dari taktik gerilya yang digalang.

Pemandangan yang sama terlihat dari permainan penggawa Laskar Padjajaran saat ini. Mereka terus bertahan dengan disiplin tinggi, menunggu lawan membuat kesalahan, lalu segera mengirimkan satu peluru cepat menembus pertahanan lawan demi mencari pemain yang menyisir sisi lapangan dari balik kegelapan.

Sebuah strategi gerilya yang jenius dari sosok Rahmad Darmawan.

Dalam hal ini memang kita patut mengapresiasi kejeniusan coach RD. Ketika sebuah modernisasi strategi perang di lapangan hijau muncul dari pesisir laut Mediterania, pelatih kelahiran lampung ini tak serta merta mengadopsi strategi tersebut.

Meskipun modernisasi strategi ini digadang-gadang cocok dengan Indonesia karena kesamaan fisik dengan para pemuda dari Negeri Matador, coach RD tak serta-merta langsung mengadopsi sistemnya. Ia lebih memilih menunggu.

Bahkan ketika banyak tim dengan pelatih asingnya sudah menerapkan pola permainan operan pendek dari kaki ke kaki, ia masih kukuh dengan pola pragmatis ala negeri Ratu Elizabeth.

Baca juga: 1 Juli 2012: Hat-trick Generasi Emas Spanyol

Akan tetapi coach RD bukan sosok yang anti terhadap perubahan. Sama halnya dengan strategi Jenderal Soedirman yang selalu berubah berdasarkan kondisi yang ada, coach RD juga kerap melakukan improvisasi terhadap strategi pragmatis yang ia galang ketika kondisi tim sulit.

Coach RD juga mengadopsi strategi modern yang telah diterapkan oleh banyak tim di Indonesia. Pergerakan pemain yang cair dalam membuka ruang, daya jelajah yang tinggi, serta faktor disiplin dan tanggung jawab pemain terhadap area yang dilindungi, ditambah dengan umpan membelah lapangan ketika serangan balik dan kecepatan pemain sayap menyisir sisi lapangan musuh, adalah buah dari adaptasi gaya tiki-taka dan kick and rush yang telah ia terapkan.

Terdengar sederhana memang. Tapi tak semudah yang terdengar untuk dilakukan. Banyak tim yang mencoba pola ini, seperti Arema FC maupun Persebaya Surabaya. Namun yang membedakan kedua tim tersebut dengan PS TIRA-Persikabo adalah faktor disiplin tinggi dan tanggung jawab ala tentara yang dimiliki tiap pemain. Rahmad Darmawan dengan cerdiknya memanfaatkan hal tersebut.

Banyak memang kesamaan yang dimiliki sosok Rahmad Darmawan dan Jenderal Soedirman dalam menghadapi peperangan. Sosok sang jenderal besar seakan bersemayam dalam diri coach RD. Namun bagian yang paling saya sukai adalah peran mereka sebagai penjaga kehormatan terakhir bangsa Indonesia.

Jenderal Soedirman, dengan gerilyanya dulu, terus membuktikan eksistensi dari bangsa ini ketika pemimpin besar bangsa saat itu, presiden Soekarno, dan wakilnya, Mohammad Hatta, tertangkap oleh pihak Belanda.

Pun sama dengan Rahmad Darmawan. Mantan pelatih timnas ini seakan menjadi sosok terakhir yang menjaga marwah pelatih lokal dari serbuan nakhoda asing yang merajai sepak bola Indonesia.

 

*Penulis merupakan seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang gemar menganalisis sepak bola Indonesia. Bisa dihubungi di ID LINE: achmzulfikar