Nasional

Urgensi Pemakaian VAR di Liga 1

Keputusan-keputusan gaib masih saja banyak terjadi di sepak bola Indonesia. Bahkan di Shopee Liga 1 2019 yang merupakan kasta tertinggi, kejanggalan keputusan pengadil lapangan masih dengan mudah ditemui.

Seperti keputusan kala bola membentur lengan Hamka Hamzah di pertandingan Bali United menghadapi Arema. Bukan hanya sekali, kejadian di kotak penalti Singo Edan bahkan dua kali berulang, tapi tidak satupun yang berbuah penalti untuk Serdadu Tridatu.

Berbeda dengan yang dialami Persija Jakarta ketika bertandang ke Surabaya. Tamu dari ibu kota dihukum tendangan dua belas pas usai salah satu pemain Bajul Ijo terjatuh dalam kotak kekuasaan Shahar Ginanjar.

Sentuhan minim Maman Abdurrahman kala itu dianggap layak diganjar hukuman berat. Padahal untuk mereka yang menyaksikan tayangan ulang di televisi, keputusan wasit dapat diperdebatkan.

Di pertandingan tersebut Julio Banuelos yang mendampingi Persija Jakarta di tepi lapangan, bahkan harus menerima kartu kuning karena protes-protesnya pada kepemimpinanwasit Aprisman Aranda. Tidak hanya itu, usai laga pelatih asal Spayol tersebut mengungkap kekecewaannya. Ia merasa bukan hanya sekali timnya dikerjai wasit.

“Saya kecewa dan melakukan protes. Saya menyayangkan wasit yang selalu mengerjai Persija di kompetisi ini. Ini bukan pertama dan sudah sering terjadi. Saya melakukan protes dan itu wajar,” ujar Julio Banuelos tegas.

Baca juga: Ujian untuk Cinta dan Ketulusan Jakmania

Entah mengapa hal-hal demikian serasa sulit menjauh dari sepak bola negeri ini, padahal berbagai pembenahan teah dilakukan. Dari pelatihan wasit, hingga pengistirahatan wasit yang terbukti melakukan keputusan telah dilakukan.

Jika sudah demikian, wacana penggunaan VAR (Video Assistant Referee) selalu mengemuka. VAR sering dianggap sebagai solusi satu-satunya menghilangkan kontroversi-kontroversi pengadil di lapangan.

Diskusi tentang VAR di Jakarta

PSSI nampak sadar betul dengan situasi yang terjadi bahkan PSSI telah berencana menggunakan VAR di Liga 1. Untuk itu, diskusi yang bertujuan agar masyarakat lebih terbuka dengan teknologi baru tersebut digelar di Jakarta dengan menghadirkan dua ahli, Kevin Carpenter seorang ahli dari Genius Sport, dan Ariffin Bin Abdullah ahli dari EVS VAR.

Menurut Ariffin Bin Abdullah, ide awal VAR muncul untuk mempermudah kinerja wasit dengan teknologi yang tepat guna. Selain itu VAR juga dapat meminimalisir konflik bagi salah satu tim yang merasa dirugikan oleh keputusan wasit.

“Ide tentang VAR ini muncul agar wasit bisa menggunakan teknologi dengan tepat guna dan mempermudah kerja mereka di lapangan hijau dalam membuat keputusan. Kalau dahulu, secara tradisional, terkadang keputusan wasit bisa menjadi konflik bagi salah satu tim yang merasa dirugikan oleh keputusannya,” kata Ariffin, pada diskusi Kamis (22/8).

Baca juga: Apakah VAR yang Dibutuhkan Liga Indonesia?

Ariffin menjelaskan, dengan alat ini, wasit bisa membuat keputusan. Jadi apabila wasit merasa ragu mengenai keputusannya, sekarang wasit bisa menghentikan permainan sesaat, bicara dengan tim, lalu pergi melihat tayangan ulang di layar VAR.

Jadi nanti kekalahan suatu tim nantinya murni karena tim tersebut tidak bermain baik, bukan karena wasit salah membuat keputusan. Lebih lanjut, Ariffin menyampaikan VAR juga bisa meningkatkan integritas sepak bola.

Meski penerapan VAR dirasa sangat penting, menurut Ariffin butuh waktu kurang lebih dua hingga tiga tahun bila Indonesia mau mengadopsinya. Setelah PSSI mengajukan penggunaan VAR kepada FIFA, prosesnya akan dimulai dengan penyusunan timeline untuk pelatihan dari FIFA bagi para wasit.

“Saya rasa penggunaan alat ini sangat penting apalagi untuk wilayah Asia Tenggara, terutama kalau Indonesia mau mengadopsinya. Namun, mungkin butuh waktu. Kurang lebih dua hingga tiga tahun lebih.”

Baca juga: Begini Cara Kerja VAR di Piala Dunia 2018

Namun perlu diingat, VAR bukanlah segalanya. Nantinya, tidak semua kejadian harus diputuskan VAR. Kalau wasit merasa pelanggaran yang terjadi sudah dianggap jelas dan yakin dengan keputusan yang diambilnya, VAR tidak diperlukan lagi.

Sebaliknya, bila wasit merasa terdapat kejanggalan, wasit kemudian berkomunikasi melalui sistem cek ke VAR. Setelah itu baru ditampilkan tayangan ulang VAR. 

Dalam kata lain, semua keputusan tetap berda di tangan wasit. Termasuk keputusan untuk menggunakan VAR atau tidak murni ada di tangannya. Bukan permintaan pemain atau tim, atau pihak manapun juga.