Analisis

Menanti Magis Kedua Tinkerman di Fulham

Kabar mengejutkan datang dari belantika sepak bola Inggris. Eks pelatih Leicester City, Claudio Ranieri, pada Rabu (14/11) petang diumumkan sebagai pelatih baru Fulham untuk mengarungi sisa musim ini.

The Cottagers baru saja memecat pelatih Slavisa Jokanovic dan menggantikannya dengan pelatih yang membawa The Foxes secara luar biasa menjuara Liga Primer Inggris musim 2015/2016. The Tinkerman kembali menginjakkan kakinya di sisi barat kota London setelah 12 tahun meninggalkan klub Inggris pertama yang ditanganinya, Chelsea.

Kali ini Ranieri menjadikan Stadion Craven Cottage rumah barunya. Ia punya tugas berat mengangkat The Cottagers dari posisi paling buncit klasemen sementara Liga Primer Inggris musim 2018/2019. Aleksandar Mitrovic dan kawan-kawan baru mendulang lima poin dari 12 laga sejauh ini, dan mereka tak pernah menang dalam sembilan laga terakhir, bahkan menderita enam kekalahan beruntun.

“Fulham tidak menyerah untuk keluar dari zona degradasi dan bertahan di Liga Primer Inggris. Tim ini memiliki kapabilitas untuk menunjukkan performa yang lebih baik,” ujar pelatih 64 tahun asal Italia itu sebagaimana dikutip dalam laman resmi klub.

Baca jugaMerayakan Kembalinya Fulham ke Liga Primer Inggris dengan Mengenang Segelintir Pemain Terbaiknya

Baca juga: Kemewahan Bursa Transfer Fulham

Optimisme yang dibawa Ranieri bukan tanpa sebab. Skuat Fulham saat ini cukup mentereng untuk tim promosi, hal serupa juga dilakukan Wolverhampton Wanderers yang bernuansa Portugis musim ini. Namun nyatanya nasib sial masih saja membayangi klub berseragam putih-hitam ini.

Padahal sederet nama sarat pengalaman seperti Andre Schuerrle, Sergio Rico, Luciano Vietto dan Jean-Michael Seri didatangkan musim ini. Pun beberapa nama talenta muda seperti Ryan Sessegnon, Timothy Fosu-Mensah dan Zambo Anguissa juga menghiasi skuat The Cottagers.

Masih ada waktu 10 hari bagi Claudio Ranieri untuk memulai magisnya di rumah barunya kala menjamu tim kuda hitam Southampton di Pekan ke-13 liga domestik.

Keputusan Seri memilih Fulham

Proyeksi N’ Golo Kante 2.0 dalam diri Jean-Michael Seri

“Dipoles Nice, dipantau Barcelona namun malah mendarat di Craven Cottage.” Itulah sepenggal kalimat menarik dari perjalanan karier gelandang asal Pantai Gading bernama Jean-Michael Seri dalam beberapa musim ke belakang.

Seri sendiri menjadi bagian penting skema pelatih Slavisa Jokanovic di kubu The Cottagers musim ini. Ia menjadi satu dari empat pemain yang selalu turun dalam susunan pemain Fulham selama 12 pekan yang telah mereka lalui di Liga Primer Inggris 2018/2019, bahkan Seri sudah mencetak satu gol dan dua asis.

Baca juga: Apa Yang Dicari Jean-Michael Seri Di Fulham?

Namun nampaknya Slavisa masih belum mampu mengoptimalkan pemain yang dijuluki The Next Marcello Gallardo ini. Menurut Squawka di musim 2016/2017, pada musim terbaiknya bersama Nice, Seri mampu membuat rerata 82,21 umpan per pertandingan dengan persentase kesuksesan sebesar 90%. Ia juga mampu menciptakan rata-rata 2,20 peluang per pertandingan.

Seri mampu menjadi jenderal lapangan tengah sekaligus melayani Balotelli dalam mencetak gol bersama Nice. Ranieri dalam konferensi persnya sebagaimana dikutip BBC mengatakan bahwa, Apa yang telah saya capai (di Inggris), saya menginginkannya lagi dan saya harap dapat melakukan pekerjaan hebat di sini.”

Jelas yang dimaksud Ranieri adalah mengulang kesuksesannya bersama Chelsea, terlebih Leicester City beberapa musim lalu. Sontak hal itu membuat kita teringat akan sosok N’Golo Kante yang menjadi pembeda di lini tengah The Foxes, dan kini The Blues.

Ranieri mungkin punya rencana besar untuk mengoptimalkan kemampuan Seri, apalagi keduanya “pernah bertemu” di Ligue 1 saat Ranieri masih menjadi pelatih Nantes dan Seri berseragam merah-hitam Nice. Seri punya atribut lengkap sebagai seorang gelandang tengah, ia memiliki teknik dan visi bermain yang mumpuni, layaknya Kante yang mampu “berada dimana-mana”.

Ranieri juga mampu menyulapnya persis seperti sosok Slavisa Jokanovic, pembelian pertamanya di London Barat 14 tahun lalu. Kesamaan ideologi dan cara bermainlah yang membuat Seri akan dan tetap menjadi bagian penting di Fulham, baik di era Jokanovic maupun Ranieri.

Menarik menanti kembalinya formasi 4-4-2 ala Tinkerman, bahkan Ranieri tak ragu menyebutkan bahwa Fulham di bawah kemudinya akan tampil lebih pragmatis.

“Sebagai seorang (pelatih) Italia, bertahan adalah cara terbaik untuk menang. Bukan hanya untuk kiper dan para pemain bertahan tetapi seluruh tim,” ungkapnya.

Ranieri pun ingin membawa suasana nyaman di ruang ganti seperti saat mentraktir para pemain Leicester makan pizza dan minum sampanye, karena bagi Ranieri team spirit Fulham harus bagus sebelum menjalani laga melawan Southampton.

Jadi, akankah Tinkerman mengulang kesuksesannya di Inggris? Mampukah Jean-Michael Seri kembali bersinar (dan menjadi komoditi hangat di bursa transfer selanjutnya) di bawah komandonya?