Performa menawan yang diperlihatkan Internazionale Milano pada kompetisi Serie A musim 2017/2018 sejauh ini, jelas tak bisa dilepaskan dari pengaruh seorang Luciano Spalletti. Figur pelatih berusia 58 tahun itu berhasil menghadirkan stabilitas permainan yang membantu Il Biscione mencatat rekor tak terkalahkan dan untuk sementara nangkring di posisi dua klasemen.
Penampilan apik serta konsisten dari sejumlah penggawa seperti Samir Handanovic, Mauro Icardi, Ivan Perisic, dan Milan Skriniar membuat nama mereka kerapkali disanjung oleh Interisti maupun para pengamat sebagai kunci perubahan yang dipertontonkan Inter.
Akan tetapi, masih ada dua sosok nama lain yang wajib diberi kredit tersendiri jika dikaitkan dengan performa cemerlang Inter sejauh ini. Sepasang pemain yang saya maksud adalah Roberto Gagliardini dan Matias Vecino.
Sama-sama berposisi sebagai gelandang tengah, Gagliardini dan Vecino yang didatangkan Inter pada dua jendela transfer yang berbeda memegang kendali atas permainan Il Biscione musim ini. Dipasangkan sebagai poros ganda di depan jantung pertahanan, keduanya berperan besar dalam setiap aksi bertahan maupun menyerang Inter.
Sesungguhnya, Gagliardini dan Vecino bukanlah opsi utama yang dipilih Spalletti untuk menjadi poros ganda di awal musim ini. Bekas pelatih Sampdoria dan AS Roma itu mulanya lebih memilih Vecino dan Borja Valero sebagai tembok pertama di depan lini pertahanan sekaligus menopang Joao Mario yang mengisi pos di belakang penyerang.
Namun dalam lima pertandingan terakhir yang dilakoni Il Biscione, plus cederanya Joao Mario, nama Gagliardini dan Vecino selalu dipilih Spalletti sebagai pasangan utama yang selalu mengisi poros ganda dan mendorong Valero untuk berdiri di belakang penyerang dalam formasi 4-2-3-1.
Kemampuan lengkap dan peran berbeda
Walau bermain dengan posisi yang sama yakni sebagai poros ganda, tapi peran yang diemban dua pemain jangkung ini nyatanya berbeda satu sama lain. Ketidaksamaan peran itulah yang membuat Gagliardini dan Vecino saling melengkapi.
Baik Gagliardini maupun Vecino, dikenal sebagai gelandang yang kemampuannya cukup komplet. Mereka bisa berperan sebagai gelandang berkarakter defensif ataupun ofensif dengan sama ciamiknya. Energik, cepat, daya jelajah tinggi, memiliki teknik dan visi bermain yang mumpuni, jadi modal penting bagi dua pemain ini.
Namun dalam strategi yang diterapkan oleh Spalletti, Gagliardini menjadi sosok yang diminta Spalletti untuk berperan sebagai gelandang yang lebih defensif, seorang anchor man, dalam poros ganda Inter. Gelandang asli Italia berumur 23 tahun ini berdiri sedikit di belakang Vecino, beroperasi di depan jantung pertahanan Il Biscione dan berfungsi sebagai pemutus aliran serangan lawan serta menjaga kedalaman.
Dalam setiap aksinya di lapangan, Gagliardini memang lebih menonjolkan kemampuan membaca permainan dan penempatan posisi ketimbang melakukan duel-duel fisik maupun tekel guna merebut bola sekaligus menghentikan permainan lawan.
Tapi hal tersebut tak otomatis bikin mantan pemain Atalanta ini enggan untuk melakukan pekerjaan kotor semacam itu. Pada situasi-situasi yang mendesak, Gagliardini takkan ragu memanfaatkan kelebihan fisiknya untuk mensterilkan area pertahanan Il Biscione dari tekanan musuh dan membuat bola kembali ada dalam penguasaan Inter.
Meski begitu, Spalletti tidak lantas membatasi gerak Gagliardini di atas lapangan karena perannya sebagai gelandang bertipikal defensif. Pada situasi-situasi tertentu, dirinya juga akan naik ke depan untuk membantu serangan.
Sebaliknya, Vecino yang berusia 25 tahun lebih sering dimainkan Spalletti sebagai gelandang yang lebih ofensif dengan peran box to box midfielder. Role khusus ini juga yang memaksa Vecino beroperasi di area yang lebih luas daripada Gagliardini, meliputi kotak penalti Inter sampai kotak penalti tim lawan. Namun skill komplet Vecino membuatnya tidak kesulitan untuk menjalankan tugas tersebut.
Baca juga: Mbah Budi dan Nubuatnya Perihal Matias Vecino di Internazionale Milano
Layaknya Gagliardini, Vecino juga memegang peran penting dalam setiap fase bertahan Inter. Dirinya akan langsung berkolaborasi dengan Gagliardini dan Valero untuk mengokupasi area di depan kotak penalti guna menghambat tim lawan memasuki wilayah pertahanan Il Biscione dengan semena-mena.
Akan tetapi, dalam transisi bertahan ke menyerang, peran krusial Vecino jauh lebih mudah terlihat. Dirinya seringkali menjadi inisiator serangan Inter dari lini pertama, baik setelah bola direbut penggawa Inter dari kaki lawan atau memang sedang dalam penguasaan Il Biscione sedari awal. Pergerakannya sangat bebas karena bisa mengisi area tengah, halfspace, atau bahkan sayap.
Pada beberapa pertandingan terakhir yang dilakoni Il Biscione, Interisti bisa menyaksikan bagaimana Vecino seringkali merangsek ke depan sembari menggiring bola, melakukan kombinasi umpan satu-dua dengan rekan-rekannya, baik melalui tengah ataupun tepi lapangan, guna melancarkan serangan. Koneksinya dengan Valero yang mengisi area sepertiga akhir juga begitu apik saat Inter berusaha mendekati kotak penalti lawan.
Bahkan ketika eks penggawa Fiorentina ini tak membawa bola sekalipun, pergerakan off the ball Vecino bisa begitu berbahaya sebab tanpa disadari lawan, secara tiba-tiba dirinya berdiri di depan kotak penalti guna menjadi opsi umpan sekaligus berperan sebagai eksekutor dari peluang yang diciptakan Inter.
Gol yang dibukukannya saat melawan Roma di pekan kedua adalah bukti sahihnya. Kans yang didapat Vecino saat bersua AC Milan dan Napoli, walau tidak menghasilkan gol, juga berawal dari kondisi macam ini.
Pelan tapi pasti, kolaborasi Gagliardini dan Vecino menjadi bagian integral dalam skema permainan Spalletti sejauh ini. Kemampuan komplet yang ditopang kemampuan mereka dalam melengkapi peran dan tugas satu sama lain menjadikan Gagliardini-Vecino sulit tergantikan. Terlebih, koneksi dan pemahaman mereka dengan Valero juga mengalami progresi dari waktu ke waktu.
Meski menjanjikan, kolaborasi Gagliardini-Vecino belum bisa disebut sempurna. Pada sejumlah keadaan, utamanya saat Il Biscione menaikkan garis pertahanan guna melakukan serangan sekaligus meningkatkan tekanan, duo ini cukup rentan dihantam serangan balik.
Gol Suso yang dibuat dalam partai Derby Della Madonnina serta David Kownacki ketika Inter berhadapan dengan Sampdoria, menjadi gambaran jelas bahwa masih ada sinyal bahaya untuk Il Biscione. Dua gol tersebut bisa muncul akibat Gagliardini-Vecino terlambat menutup ruang di depan jantung pertahanan Inter sehingga celah yang ada bisa dimaksimalkan oleh tim lawan.
Seiring berjalannya waktu, semua kelebihan dan kekurangan dari Gagliardini-Vecino pasti akan dikantongi Spalletti. Kelebihan-kelebihan itu yang akan terus diasah dan ditingkatkan buat mereduksi segala kelemahan yang masih nampak.
Sebab dengan begitu, duo Gagliardini-Vecino bakal mampu berkembang menjadi lebih mantap sebagai poros ganda andalan Inter. Di mana itu sangat berguna untuk perjalanan I Nerazzurri di musim ini maupun musim-musim selanjutnya.
#ForzaInter
Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional