Kolom

Vse Najboljse, Samir!

Meski kerap dipandang remeh oleh sebagian pihak, namun posisi penjaga gawang dalam permainan sepak bola tetaplah krusial. Tanpa kehadiran penjaga gawang, pertandingan sepak bola takkan enak dimainkan dan juga disaksikan. Saya pun yakin, pembaca takkan bersedia memainkan sebuah laga sepak bola jika tak mempunyai satu figur yang rela berperan sebagai penjaga gawang.

Sayangnya, penjaga gawang seringkali tak mendapatkan apresiasi yang sepantasnya. Kala melakukan blunder, jutaan caci maki dan kutukan bakal terlontar dari mulut para pencinta sepak bola.

Namun ketika sukses menjaga gawangnya tak kebobolan sehingga tim yang diperkuatnya berhasil meraih kemenangan, pujian tetap tak dilayangkan kepada mereka. Menciptakan gol yang menjadi esensi permainan sepak bola memang sering mengaburkan sakralnya keberadaan para penjaga gawang.

Dan salah satu sosok yang akrab dengan hal-hal semacam itu tentu saja Samir Handanovic, penjaga gawang asal Slovenia yang kini berkostum Internazionale Milano. Diboyong Inter pada musim panas 2012, ketika itu Handanovic diproyeksikan sebagai pengganti kiper asal Brasil, Julio Cesar, yang dilego ke tim asal Inggris, Queens Park Rangers.

Walau punya pengalaman mumpuni dan kemampuan apik, tapi mewarisi pos yang ditinggalkan Julio Cesar bukanlah perkara enteng. Ekspektasi Interisti, pendukung setia Inter, terhadap Handanovic begitu besar.

Kualitas yang dimiliki eks kiper Udinese ini mengantarnya sebagai penjaga gawang utama I Nerazzurri dalam lima musim pamungkas, 2012/2013 sampai 2016/2017. Pemain yang sempat dijuluki “Batman” akibat kerap melakukan aksi-aksi akrobatik saat menyelamatkan gawangnya ini tercatat sudah bermain di 206 pertandingan pada seluruh ajang.

Sial bagi Handanovic, walau beroleh posisi utama di Inter, tapi sejumlah kalangan menyebut jika dirinya datang ke stadion Giuseppe Meazza pada periode yang salah. Bagaimana tidak, karena dalam kurun waktu tersebut performa I Nerazzurri sungguh angin-anginan.

Mereka yang biasanya berpacu di papan atas guna memperebutkan titel Serie A atau lolos otomatis ke babak utama Liga Champions, justru lebih sering finis di luar empat besar. Bahkan, untuk sekadar lolos ke kompetisi antarklub benua biru kelas dua macam Liga Europa saja, sudah bikin Inter sempoyongan dan megap-megap.

Ada sekeranjang alasan yang bisa dikatakan sebagai penyebab merosotnya penampilan Inter selama lima musim terakhir. Mulai dari proses transisi dari pemilik lama ke pemilik baru sebanyak dua kali, seringnya tim menggonta-ganti pelatih, bongkar pasang skuat yang tak terencana, sampai tekanan Interisti yang kelewat besar tanpa mau tahu masalah yang sedang diderita klub adalah beberapa di antaranya.

Diakui atau tidak, kondisi tersebut tentu memengaruhi penampilan para pemain di atas lapangan, termasuk Handanovic. Padahal, dalam kurun waktu tersebut, Handanovic tetap mampu mengukir catatan apik. Semisal menepis enam sepakan penalti berturut-turut dalam kurun 2013-2015.

Prestasi itu juga yang berperan besar mengatrol catatan apik Handanovic dalam urusan menepis tendangan penalti. Saat ini, jumlah penyelamatan penalti yang dibukukan Handanovic di Serie A (23 kali) cuma berselisih satu dengan milik kiper legendaris Italia di tahun 1990-an, Gianluca Pagliuca (24).

Membuat pekerjaan Handanovic lebih mudah

Walau kerap dikritik oleh Interisti karena sering mati langkah sehingga gagal menyelamatkan gawangnya dari kebobolan, tapi keberadaan Handanovic di bawah mistar I Nerazzurri tetaplah penting. Sebab Inter masih membutuhkan penjaga gawang dengan kualitas sebaik Handanovic.

Interisti pasti sadar, malfungsi yang terjadi di sektor belakang Inter dalam lima musim terakhir bukan semata-mata karena suami dari Zoja Trobec ini berpenampilan kurang menawan. Coba bayangkan, Handanovic mendapat perlindungan prima dari Cesar Azpilicueta, Marcos Alonso, Gary Cahill, dan David Luiz atau trio Andrea Barzagli, Leonardo Bonucci dan Giorgio Chiellini. Bisa jadi gawangnya takkan lebih mudah dikoyak penggawa tim lawan.

Harus diakui, sektor pertahanan Inter mengidap penyakit berat yang sudah menjadi masalah bertahun-tahun. Situasi ini yang menyebabkan barisan belakang I Nerazzurri begitu labil dan jauh dari kata tangguh. Untuk membenahinya pun dibutuhkan proses yang memakan waktu, tenaga dan pastinya biaya.

Masuknya Luciano Spalletti sebagai nakhoda baru Inter menjelang bergulirnya musim 2017/2018 menghadirkan asa yang baru. Terlalu berlebihan untuk membahas Scudetto, karena yang mesti ditunjukkan Inter sesegera mungkin adalah performa yang konsisten. Termasuk lini belakang yang kokoh.

Salah satu upaya yang dilakukan Spalletti dan manajemen Inter guna memperbaiki kebobrokan sektor belakangnya adalah merekrut Milan Skriniar dari Sampdoria. Walau masih belia, Skriniar dirasa mumpuni untuk membantu proses pembenahan sekaligus memperkuat lini belakang Inter. Hal serupa juga berlaku untuk Dalbert Henrique, bek kiri kepunyaan OGC Nice yang santer dikabarkan menjadi buruan I Nerazzurri.

Mempermudah pekerjaan Handanovic saat menjaga gawang di musim 2017/2018 nanti bisa menjadi salah satu faktor yang membangkitkan Inter. Jangan sampai penjaga gawang yang telah pensiun dari tim nasional Slovenia itu mendapat kembali mendapat ekspos berlebih dari lini depan tim lawan.

Tanpa harus berjibaku hingga melakukan serangkaian aksi akrobatik dan berduel satu lawan satu dengan penyerang musuh pun, saya percaya jika lelaki yang hari ini (14/7) genap berusia 33 tahun, akan tetap berupaya mati-matian menjaga keperawanan gawangnya. Toh, dirinya sudah menunjukkan hal itu dalam lima musim terakhir, bukan?

Vse Najboljse, Samir.

#ForzaInter

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional