Pertandingan ‘El Clasico Indonesia’ antara Persija Jakarta melawan Persib Bandung masih menyisakan banyak cerita. Penyebabnya tentu saja dihentikannya pertandingan oleh wasit pada menit ke-83. Peluit akhir pertandingan dibunyikan meski pertandingan belum berjalan 90 menit penuh. Wasit asal Australia, Shaun Evans, sontak menjadi pusat perhatian.
Mari kita kesampingkan dulu beberapa drama yang mewarnai pertandingan yang berlangsung di Stadion Manahan Solo ini. Fokus pembahasan adalah dianulirnya gol Persib pada menit ke-27 dari sundulan penyerang Ezechiel N’Douassel. Padahal, bola terlihat jelas-jelas sudah melewati garis gawang dan bahkan menyentuh jala gawang Persija.
Setelah memantul di jarring atas gawang, bola memang keluar lagi. Anehnya, wasit tak mengesahkan gol tersebut, meski dari tayangan sudah jelas melewati garis gawang. Lebih aneh lagi, wasit asing tersebut sama sekali tak berkonsultasi dengan hakim garis untuk meminta masukan.
Bukan pertama kalinya wasit asing salah mengambil keputusan dalam tak mengesahkan sebuah gol. Pada bulan Agustus 2017 lalu, PSM Makassar juga mengalami kesialan akibat kurang jelinya wasit asing lain asal Iran, Bonyadifard Mooud. Kebetulan, PSM pada saat itu juga menghadapi Persija. Gol Wiljan Pluim pada menit-menit akhir dianulir wasit karena dianggap terlebih dulu mengenai tangan pemain asal Belanda tersebut. Padahal, satu gol tambahan itu akan sangat berarti dalam mengubah skor yang pada saat itu berkedudukan 2-2.
Dua kesalahan fatal wasit asing ini seolah mengamini kritik pelatih PSM, Robert Rene Alberts, pada bulan Juli 2017 lalu. Ia adalah salah satu pihak yang paling keras menentang penggunaan wasit impor di Liga 1. Menurutnya, wasit lokal dan asing sama saja jika tak jeli mengambil keputusan. Robert bahkan berpendapat bahwa Liga Indonesia membutuhkan bantuan penggunaan teknologi agar keputuan wasit lebih objektif.
Masukan Robert tersebut mungkin terlalu futuristik bagi sepak bola Indonesia, tapi tak ada salahnya diterapkan jika memang ada dana. Baru-baru ini, Liga Spanyol juga menyetujui penggunaan teknologi Video Assistant Referee (VAR) untuk membantu wasit mengambil keputusan. Teknologi yang telah diterapkan di berbagaai negara Eropa lain ini akan mulai diterapkan di La Liga mulai musim 2018/2019. Tak ada salahnya Indonesia mengikuti langkah tersebut.
Selama ini, memang terlihat keunggulan wasit asing dari wasit lokal hanyalah masalah ketegasan. Wasit asing tak peduli jika diintimidasi oleh para pemain yang berlaga, sehingga bisa melaksanakan tugas dengan cuek. Beda halnya dengan wasit lokal yang dapat terganggu ketenangannya jika diintimidasi pemain, apalagi memperoleh ancaman suporter.
Namun, dalam hal kejelian, dua kasus di atas memberi gambaran jelas bahwa tak bisa dipungkiri, baik wasit lokal maupun asing sama-sama manusia. Kemungkinan bisa mengambil keputusan salah tetap besar. Masalahnya, apakah pemain-pemain di liga Indonesia dan para penonton bisa berbesar hati menerima itu sebagai bagian dari permainan? Ataukah kebutuhan penggunaan teknologi VAR di Liga Indonesia memang sudah mendesak?
Author: Mahir Pradana (@maheeeR)
Mahir Pradana adalah pencinta sepak bola yang sedang bermukim di Spanyol. Penulis buku ‘Home & Away’.