Ada pemandangan berbeda di kota Malang hari-hari ini. Sebagai upaya menyelamatkan Arema berbagai poster, pamflet, dan spanduk bertebaran di setiap lorong dan gang sudut kota. “Selamatkan Yayasan Arema,” bunyi seruan para pencari kebenaran yang belum tidur.
Semua ini bermula dari pertemuan kedua kubu Aremania, baik pendukung Arema FC maupun Arema Indonesia untuk menyambut ulang tahun Arema yang ke-33. Acara yang bertajuk “One Location One Celebration” yang digelar beberapa waktu lalu itu sukses menyatukan kedua kubu Aremania yang selama ini dikenal bersitegang.
Romantika ulang tahun itupun berlanjut pada sebuah acara bertajuk “Camping Waras Aremania” yang kemudian menghasilkan sembilan poin kesepakatan penting. Salah satunya adalah upaya untuk menyelamatkan Yayasan Arema, yayasan yang dianggap sebagai bentuk wajah originalitas klub Arema dan harga diri Aremania.
Faktanya memang benar, berdasarkan SK Kemenkumham, Dirjen HAKI tahun 2009 Yayasan Arema adalah Pemegang Hak Cipta nama “Arema” selama 50 tahun sejak pertama kali disebutkan pada tanggal 11 Agustus 1987.
Sementara itu, Arema Indonesia yang saat ini keberadaannya di Liga 3 Indonesia sebenarnya nyaris sempurna untuk mendapatkan predikat “Arema yang asli.”
Sayang Manajemen Arema Indonesia tidak dapat menjelaskan perihal peralihan saham Yayasan Arema kepada Winarso sebagai pemilik saham terbesar, serta ketidakmampuan mereka membuktikan Legalitas dan struktur Yayasan Arema saat ini, meskipun memiliki 13% saham PT. Arema Indonesia.
Berani memakai Logo Yayasan Arema pada jersi klub saja ternyata tak cukup. Yayasan Arema versi Arema Indonesia dianggap bodong oleh sejumlah pihak.
Di lain pihak, Arema FC yang sedari awal berdiri dengan PT. Arema Aremania Bersatu Berprestasi Indonesia sebagai wadah legalitasnya di tahun 2015 memang sudah tidak menyertakan Yayasan Arema di dalam komposisi kepemilikan sahamnya.
Hal itu pula yang akhirnya membuat Arema FC (sebelumnya bernama Arema Cronus) harus mengganti logo yang sebelumnya Logo Yayasan Arema (berperisai) menjadi logo yang sama sekali baru.
Upaya menyelamat Arema pun terus berlanjut. Maka tak lama lahirlah sebuah gerakan Aremania yang fokus untuk menyelamatkan Yayasan Arema. Belum cukup besar memang, tapi terlihat sangat rapi. “Make Malang Great Again” namanya. Kelompok yang kerap disingkat MMGA ini seperti namanya, berharap akan kembalinya kejayaan Arek-arek Malang.
Meskipun demikian, MMGA menolak disebut sebagai komunitas, apalagi Korwil (koordinator wilayah) Aremania. Mereka menyatakan diri murni sebagai sebuah wadah pergerakan Aremania yang bertujuan untuk menyelamatkan Arema.
Gagasan-gagasan besar untuk menyelamatkan Arema dengan mengembalikan Arema beserta yayasannya yang yang orisinil, rasional dan profesional dipercaya mampu mengembalikan harga diri Aremania yang pudar di kancah sepak bola nasional dalam beberapa tahun ke belakang.
Tokoh-tokoh besar Aremania, baik dari kubu yang mendukung Arema Indonesia maupun Arema FC hadir di dalamnya. “Idealis, Muda dan Merdeka,” tiga kata sempurna yang menurut saya cocok untuk menggambarkan komposisi di dalamnya.
Berbekal keinginan yang teguh untuk menyatukan Aremania kembali, mengalahkan ego mereka masing-masing dan rela menjadi jembatan atas friksi menahun di kalangan Aremania, MMGA beserta segala upayanya untuk menyelamatkan Arema seperti membawa angin segar agar dualisme Arema benar-benar berakhir.
Yayasan Arema tentu merupakan mahakarya Sang Jenderal Acub Zaenal yang memang sudah sepantasnya untuk dirawat, dihidupkan, dan dipertanggungjawabkan amanahnya di dunia maupun di akhirat sebagai dasar berdirinya Arema Malang yang lahir tanggal 11 Agustus 1987.
Sederhananya, saya, MMGA dan banyak Aremania lainnya mengultimatum dan menuntut Darjoto Setyawan dan Bambang Winarno selaku Pembina, serta M. Nur selaku Ketua Yayasan Arema untuk segera aktif kembali, baik secara de jure maupun de facto.
Tentu saya tidak berharap bahwa ada “penghalang besar” agar ketiganya kembali muncul ke permukaan publik, menjelaskan secara gamblang apa yang terjadi dan bagaimana solusi ke depannya demi masa depan Arema.
Mengapa saya memberi tanda kutip pada kata penghalang besar tersebut? Karena bisa saja ada orang-orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan besar agar mereka tetap diam, dan atau mengancam hajat kehidupan mereka misalnya. Saya sih enggak mau su’udzon.
Bagaimanapun juga, ketiga orang tersebut adalah tokoh-tokoh kunci keberadaan Yayasan Arema. Setidaknya demikian yang tertulis dalam SK Kemenkumham mengenai data Yayasan Arema yang terakhir dari Notaris Nurul Rahadianti pada 9 Mei 2012.
Ketiganya dianggap lalai dan tidak bertanggung jawab atas Yayasan Arema sehingga merugikan banyak pihak. Seperti gim Among Us yang ramai dimainkan khalayak, dan mungkin juga teman-teman Aremania di luar sana, merekalah sosok impostor dalam cerita panjang dualisme Arema.
“Ketimbang beradu klub mana yang perlu didukung atau tidak, kita memilih untuk menyelamatkan Arema, mengembalikan roh klub Arema Malang yang lahir tahun 1987 dalam wujud Yayasan Arema.
Toh sejatinya Arema didirikan untuk persatuan arek-arek Malang, bukan seperti saat ini yang terpecah,” tukas salah satu penggagas MMGA, yang namanya tak bisa saya sebut dalam tulisan ini.
“Terpenting adalah restrukturisasi Yayasan Arema, dan yayasan segera kembali jadikan sebagai landasan klub, penting juga untuk mengangkat kembali simbol-simbol identitas sejarah panjang Arema Malang demi terciptanya atmosfir di dalam stadion yang lebih bergairah,” lanjutnya.
Dari penuturannya kepada penulis saat ini MMGA sedang mengumpulkan petisi penyelamatan Yayasan Arema, dan alhamdulillah sudah mulai banyak yang terkumpul agar nantinya menjadi kekuatan pendukung apabila statusnya naik menjadi tuntutan hukum.
Selamat berjuang kawan-kawan! Ingat, perjuangan tidak perlu panjang umur. Perjuangan ini harus ada batasnya. Sampai kapan? Sampai Yayasan Arema kembali dan upaya menyelamatkan Arema terbayar sudah. Secepatnya! Salam Satu Jiwa.
Penulis dapat ditemui di akun Twitter @taufanwibowo_