Cerita Tribe Ultah

Garrincha, Si Kaki Bengkok Yang Fenomenal

Sebutan ‘Si Kaki Bengkok’ bukan semata olok-olok perundungan bagi kekurangan fisiknya, tapi, Garrincha yang fenomenal itu, dengan narasi yang penuh puja-puji dituliskan oleh Eduardo Galeano sebagai, “um anjo de pernas tortas, atau si malaikat dengan kaki yang bengkok.

Jethro Soutar, salah satu penulis sepak bola dan juga mantan kolomnis Guardian, pernah berujar bahwa kekurangan Garrincha hanya satu: ia bermain di zaman dan tim yang sama dengan Pele.

Ketika mekar pertama kali di Piala Dunia 1958 di Swedia, pemuda 17 tahun bernama Edson Arantes do Nascimento, sudah mencuri perhatian dunia dengan jogo bonito-nya yang menawan.

Di film Pele: The Birth of a Legend, gaya yang dimainkan Pele dan Garrincha kemudian dilabeli dengan sebuah nama, Ginga Style.

Seperti PSY dengan Gangnam Style yang beberapa dekade kemudian menggebrak dunia musik dengan tarian dan musiknya yang unik, begitulah Ginga Style mendobrak sepak bola Brasil yang (digambarkan di film) ingin menjadi kaku, sistematis, dan terstruktur, seperti tim-tim Eropa.

Sinar Manuel Francisco dos Santos, nama asli Garrincha, memang tertutup oleh gemilangnya Pele di tahun 1958. Tapi, empat tahun berikutnya, di Piala Dunia kedua dalam kariernya, malaikat berkaki bengkok ini menghentak Piala Dunia 1962 di Cile dengan dribel menawannya dan menjadi seperti seorang Diego Maradona bagi Argentina beberapa tahun berselang.

Cederanya Pele setelah dua laga awal, membuat Selecao bertumpu kepada magis kaki bengkok Mane Garrincha dan berhasil menjuarai Piala Dunia saat itu.

BACA JUGA: Noda Pekat Sepak Bola Brasil dan Komparasi dengan Indonesia

BACA JUGA: Saya Ingin Seperti Antonio Cassano

Garrincha dan hidup yang sesuka hati

Sedikit sama mungkin dengan tabiat Antonio Cassano, Garrincha pun hanya lekat dengan dua hal selain sepak bola yakni alkohol dan wanita. Ketika tak sedang bermain, Anda akan menemukan Garrincha dengan segelar bir, sebatang rokok, dan dikelilingi banyak wanita di tempat lokalisasi.

Dengan segera, ini menjadi corak dari apa yang kemudian membuat Garrincha semacam cult hero bagi publik Brasil.

Ia, tak seperti Pele, memang lebih urakan. Gaya mainnya eksplosif, penuh dribel dan liukan menawan, ditunjang dengan gaya hidup suka cita sepenuh hati yang membuat publik Brasil kala itu merasa, bahwa Si Kaki Bengkok adalah representasi terbaik mereka di mata dunia.

Ketika berpulang pada umur 49 tahun, Garrincha meninggalkan 3 mantan istri, 14 anak dari 5 perempuan berbeda, yang salah satunya adalah seorang anak dari wanita di Swedia. Seorang anak dari perempuan Swedia ini yang kemudian menjadi semacam ‘legenda’ tersendiri di dalam hidup Garrincha.

Seperti ditulis Ruy Castro dalam biografi Garrincha, beberapa bulan usai memenangi Piala Dunia 1958 di Swedia. Bersama timnya kala itu, Botafogo, sang pemain yang akrab dengan nomor punggung 7 ini kembali ke Swedia untuk melakukan tur bersama klubnya.

Cuaca dingin khas Skandinavia membuat pihak klub menetapkan aturan jam malam. Tapi kalian tahu, pemain seperti Garrincha gemar hidup tanpa aturan dan menabrak segala norma-norma sosial, curfew yang ditetapkan pihak klub hanya isapan jempol belaka. Ia keluar hotel, menghabiskan waktu sepanjang malam, dan bercinta dengan seorang gadis lokal di rumah orang tua sang gadis.

Dari sang gadis yang tidak pernah disebutkan namanya itu, sayap kanan timnas Brasil tersebut memiliki satu anak biologis yang ketika ia lahir, sang ibu membiarkan anaknya diadopsi keluarga lain dan hingga detik ini, dunia tidak pernah tahu nama anak dari garis keturunan Garrincha yang lahir di Swedia.

Tapi, itu hanya sisi lain kehidupan Mane Garrincha. Ada banyak alasan kenapa pemain yang berulang tahun ke-87 pada hari ini*, adalah salah satu pemain terbaik sepanjang masa.

FourFourTwo memasukkannya di urutan 11 pada daftar 100 pemain terbaik sepanjang masa. Galeano, selain melabelinya the angel with crooked leg, juga pernah membicarakan Garrincha secara romantis seperti dikutip dari FourFourTwo: “in the entire history of football no one made more people happy.

Ya, Garrincha memang se-fenomenal itu. Orang-orang Brasil dengan hormat memberinya julukan Alegria do Povo, atau dalam bahasa Inggris, juga bisa disebut The Joy of the People.

Ia hidup tanpa aturan, menunjukkan hidup ala masyarakat pavela-pavela di Brasil yang hanya hidup untuk bersenang-senang karena hidup selama ini sudah kepalang berat. Ia menawarkan kesenangan dalam sepak bola, dan walau meninggal di usia yang masih tak terlalu tua, namanya akan dikenang sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah muncul di dunia ini.

Feliz aniversário, Anjo de Pernas Tortas…

*Tulisan pertama kali diterbitkan oleh Football Tribe Indonesia pada 28 Oktober 2017 dan disunting kembali dengan berbagai penyesuaian.