Nama Valašské Meziřiči memang asing di telinga pencinta sepak bola, namun dari kota inilah Milan Baros yang dikenal punya karier yang nomaden lahir tepat hari ini 39 tahun lalu.*
Bila kota kecil dengan luas hanya 35 kilometer persegi di bagian timur Republik Ceko, tepatnya di provinsi Zlín di dekat dengan Slovakia ini asing di telinga, sosok pesepak bola yang lahir di sini namanya tidak begitu asing di telinga terlebih bagi pendukung Liverpool dan Galatasaray.
Namun sebelum dikenal memiliki karier yang nomaden, Vigantice dan Rožnov Radhoštěm adalah dua kesebelasan yang menjadi tempat Baros muda menimba ilmu. Bakat dan kemampuan Baros yang sudah terlihat sedari belia, lantas memikat perhatian salah satu klub ternama di Republik Ceko, Banik Ostrava.
Di usianya yang baru menginjak 12 tahun, Baros pun bergabung dengan akademi Banik yang juga meroketkan nama-nama seperti Tomas Galasek, Marek Jankulovski, Libor Sionko, dan Vaclav Sverkos. Selama kurang lebih lima tahun belajar di tim junior, kesempatan Baros untuk bermain di level profesional akhirnya datang.
Ketika usianya baru mencapai 17 tahun, lelaki yang identik dengan rambut gondrong ini diturunkan oleh pelatih Banik dalam sebuah pertandingan di liga kasta teratas Republik Ceko, HET Liga.
Berbekal kemampuan apik dan potensi besar yang dimilikinya, berselang semusim, Baros pun bisa mematenkan satu tempat utama di lini serang Banik. Pada tahun 2000, ia bahkan sukses menggondol gelar Pemain Muda Terbaik Republik Ceko.
Kenyataan ini pula yang membuat media-media di sana melabelinya sebagai calon bintang dari Republik Ceko pada masa yang akan datang.
Performa Baros yang sangat mumpuni sebagai pemain belia akhirnya membikin kepincut beberapa klub papan atas Eropa. Lewat proses negosiasi yang cukup alot, Inggris menjadi tujuan memulai karier di luar negeri untuk pertama kalinya.
Pada musim panas 2002 ia menyeberang ke Negeri Ratu Elizabeth dan bergabung dengan salah satu klub raksasa di tanah Britania, Liverpool. Guna memuluskan proses transfer tersebut, manajemen The Reds dikabarkan harus merogoh kocek sebesar 3,2 juta paun.
Kedatangan Baros ke stadion Anfield membuat lini depan Liverpool yang kala itu juga dihuni oleh El Hadji Diouf, Emile Heskey, dan Michael Owen semakin mengilap. Wajar bila Gerrard Houllier, pelatih Liverpool saat itu, merasa yakin klub asuhannya bisa berbicara lebih banyak di kompetisi Liga Primer Inggris.
Namun nahas untuk Baros, sejumlah cedera (salah satunya berupa patah pergelangan kaki) plus pergantian pelatih ke tangan Rafael Benitez, membuat grafik penampilannya bersama The Reds cenderung naik turun.
BACA JUGA: Istanbul, Kota Seratus Klub di Timur Eropa
Beruntung, dalam kurun empat musim mengenakan kostum merah khas Liverpool dan tampil di 108 pertandingan serta menyumbang 27 gol pada seluruh ajang, penyerang dengan kecepatan ciamik ini masih sanggup menghadiahi Liverpool dengan trofi Piala Liga 2002/2003 dan Liga Champions 2004/2005.
Usai menghabiskan durasi kerja yang cukup panjang di Liverpool, Baros kemudian hijrah ke sejumlah klub dalam tempo yang amat singkat.
Dalam rentang enam musim, Baros bergonta-ganti kostum secara reguler dan mengenakan seragam empat kesebelasan yang berbeda-beda, mulai dari Aston Villa, Olympique Lyon, Portsmouth, sampai akhirnya menetap di Galatasaray. Alhasil, ‘kebiasaan’ itu membuat publik melabeli Baros sebagai sosok yang memiliki karier yang nomaden.
Namun, sedikit anomali terjadi kala Baros memperkuat tim yang disebut terakhir dalam daftar di atas.
Tanpa diduga-duga, Baros justru bertahan cukup lama (selama lima musim) bareng Galatasaray. Ajaibnya lagi, pria berpostur 182 sentimeter itu muncul sebagai mesin gol baru yang bisa diandalkan oleh tim berjuluk Cimbom tersebut.
Tidak seperti sebelumnya, rasio gol yang berhasil dibukukan Baros selama mengenakan kostum kuning-merah khas Galatasaray memang jauh di atas rata-rata. Dari 110 partai di seluruh ajang, Baros tampil gemilang dengan menyumbang 60 gol buat Galatasaray.
Pada musim 2008/2009, Baros bahkan sukses mencuri gelar top skor Liga Super Turki sebelum mempersembahkan titel Liga Super Turki buat Galatasaray di musim 2011/2012. Pencapaian tersebut akhirnya sanggup merebut hati pendukung dari klub yang berdiri pada 30 Oktober 1905 itu.
Sayangnya, tabiat nomaden Baros kembali kambuh seusai kontraknya tak diperpanjang oleh Galatasaray seusai musim kompetisi 2012/2013. Dirinya lantas mondar-mandir Republik Ceko dan Turki guna membela Banik Ostrava, Antalyaspor, Banik (lagi), Mlada Boleslav, Slovan Liberec, serta Banik (lagi) dalam kurun enam musim terakhir.
Sial bagi Baros, performanya dalam masa nomaden jilid kedua itu tak terlalu gemilang. Ketajamannya melorot drastis dan tak bisa menebus dua digit gol. Hal ini juga memengaruhi kesempatannya turun di lapangan bareng lima klub tersebut.
Walau punya karier yang nomaden dan tak terlalu bergelimang titel juara, namun Baros akan selalu dianggap sebagai salah satu pemain tersukses di Republik Ceko. Apalagi, rekornya bersama tim nasional juga cukup baik.
Sampai sekarang, dirinya masih duduk sebagai pencetak gol terbanyak kedua sepanjang sejarah Republik Ceko dengan koleksi 41 gol dari 93 caps walau sudah mengakhiri karier internasionalnya pada tahun 2012 kemarin. Sosok yang jadi top skor Piala Eropa 2004 ini cuma kalah dari kompatriotnya yang punya tinggi badan bak raksasa, Jan Koller.
Di usianya yang hari ini genap menginjak 36 tahun, barangkali Baros tak lagi memiliki banyak ambisi. Menghabiskan sisa kontrak di Banik dan bermain sebaik-baiknya setiap kali mendapat kesempatan beraksi, mungkin jadi satu-satunya hal yang akan dilakukan Baroš sebelum akhirnya mundur dari kancah sepak bola beberapa saat nanti.
Dobré narozeniny, Baros.
*Tulisan pertama kali diterbitkan oleh Football Tribe Indonesia pada 28 Oktober 2017 dan disunting kembali dengan berbagai penyesuaian.