Setelah resmi kembali memecat pelatih kepala mereka, kini Persija Jakarta ditangani coach Sudirman dam Ismed Sofyan sebagai pelatih sementara. Tugas berat jelas ada di depan mata keduanya. Bukan hanya memperbaiki taktik dan strategi, tapi juga menyembuhkan Macan Kemayoran yang terlihat sakit parah.
Berada di zona yang bukan habitat semestinya jelas menandakan Macan Kemayoran tidak dalam keadaan baik-baik saja. Dari 17 pertandingan liga, baru 3 yang berakhir kemenangan, sisanya 8 hasil imbang dan 6 kekalahan menjadi catatan. Gagal mempertahankan gelar turnamen pra-musim, bahkan gagal di kompetisi Asia menjadi sorotan berbeda.
Sebagai upaya pertama, pergantian pelatih telah dilakukan bahkan di awal Liga. Ivan Kolev yang tidak sekalipun memperoleh kemenangan di awal Shopee Liga 1 2019 segera dilengserkan. Berganti pelatih kaya pengalaman pembawa harapan, Julio Banuelos.
Hasilnya sama saja. Pelatih asal Spanyol itu tidak dapat berbuat banyak hingga akhirnya penghuni kursi pelatih harus kembali berganti.
Baca juga: Ketika Macan Kehilangan Taringnya
Entah apa yang terjadi dengan Macan kebanggaan Jakmania. Segala cara pasti telah dilakukan Julio Banuelos. Pun dengan suporter setianya. Dukungan penuh, kritikan pedas, bahkan mereka tetap setia menemani kala situasi tersulit. Namun entah kenapa Persija Jakarta masih enggan memenangi pertandingan.
Entah apa penyakitnya, yang pasti telah menjalar ke seluruh tubuh Macan Kemayoran yang biasanya garang. Bukan hanya taktik dan strategi Banuelos yang gagal, kelihatannya semua tidak sesederhana itu.
Performa hampir semua pemain jelas nampak menurun. Bukan hanya Andritany Ardhiyasa dan Rezaldi Hehanussa yang baru saja pulih dari cedera. Maman Abdurahman, Ismed Sofyan, Sandi Sute, bahkan Riko Simanjuntak dan Marko Simic jelas tidak dalam penampilan terbaik.
Kehadiran pemain senior dilengkapi penjaga gawang terbaik di lini belakang yang musim lalu berhasil menggalang pertahan paling kokoh, tidak lagi nampak. Sudah 21 kali gawang Persija dibobol lawan. Lebih miris ketika beberapa gol konyol terjadi ke gawang sang kapten, Andritany.
Di tengah, para pemain begitu sering kehilangan bola karena kesalahan sendiri. Di depan, liukan Riko Simanjuntak tidak lagi mematikan, sedangkan Simic begitu terisolasi sendirian.
Baca juga: Ujian untuk Cinta dan Ketulusan Jakmania
Mental bertanding Macan Kemayoran juga perlu mendapat perhatian. Tidak ada lagi permainan garang. Tidak ada lagi permainan menakutkan. Di menit-menit akhir pertandingan pemain lebih sering terlihat tertatih kehilangan kekuatan.
Lebih aneh ketika melihat sebelas pemain yang biasa bermain bersama, bahkan tidak banyak perubahan komposisi dari musim lalu ketika berhasil menjadi juara, seolah bermain dengan rekan yang asing. Seolah tidak ada komunikasi, seolah tidak ada saling pengertian di antara meraka.
Pemain seolah hanya bergerak mengikuti nalurinya. Tidak jelas pola apa yang coba diterapkan pelatih kepada mereka. Gol-gol yang tercipta juga nampaknya hanya hapalan Riko dan Simic yang sejak musim lalu biasa mereka lakukan.
Mental benar-benar terlihat telah diserang penyakit parah ketika salah seorang pemain mengatakan jenuh dan pemain lain dengan seolah anti kritik mengatakan, kritik di awal pertandingan hanya memperberat langkahnya. Jelas sekali itu bukan mental Macan Kemayoran yang biasanya.
Menjadi lebih memalukan ketika Macan Kemayoran yang berlaga di kandang sendiri harus meminta pengawalan ketat pihak keamanan untuk meninggalkan stadion. Bus megah berisi macan-macan keok harus dikawal puluhan motor yang ditunggangi polisi bersenjata lengkap.
Jadwal memang bisa dipersalahkan. Sepanjang tahun ini total sudah 39 pertandingan di jalani di semua ajang. Jarak tiga sampai empat hari tiap pertandingan harus dihadapi. Sesuatu yang jelas berat untuk siapapun.
Masalah komunikasi juga nampak menjadi kendala tersendiri. Banuelos yang tidak bisa berbahasa Indonesia dan tidak fasih berbahasa Inggris, harus melalui penerjemah untuk menyampaikan kemauannya. Meski selalu berdiri di tepi lapangan dan ada anggapan sepak bola memiliki bahsanya sendiri, nampak pesan yang dikirim sering tidak dapat tersampaikan dengan baik.
Saking parahnya penyakit yang diderita Macan Kemayoran, membuat Jakmania tidak tahu lagi harus melakukan apa. Dukungan penuh sudah, kritik sudah, bahkan di satu pertandingan yang mereka hadirkan hanya hal-hal yang tidak berhubungan dengan sepak bola dan Persija Jakarta.
Satu chant yang menggambarkan kebingungan mereka juga tercipta, Kalah apa yang mau dibanggain? Siapa lagi yang mau disalahin? Ayo Persija jangan malu-maluin. Kami disini mendukung nggak main-main.
Sayangnya penyakit itu juga menular pada penghuni tribun. Dalam kekecewaan akan hasil pertandingan, gesekan beberapa kali terjadi bahkan disebabkan masalah yang tidak seberapa. Satu yang terparah, ketika anthem penghormatan di akhir laga dikumandangkan, ada sebagian dari mereka yang memberi sorakan. Karena kekecewaan, suatu yang suci, sesuatu yang sakral, ternoda.
Penyakit Macan Kemayoran kali ini sudah terlalu parah. Tidak cukup sampai #JulioOut atau #FPOut untuk menghentikannya. Ada banyak hal yang harus dicari sumber dan disembuhkan satu per satu.