Nama Arseto Solo rasa-rasanya terdengar asing bagi para penikmat sepak bola masa kini. Namun, bagi mereka yang sudah menonton sepak bola nasional sejak tahun 90-an, tim yang bermarkas di Solo ini adalah legenda.
Namanya begitu wangi dengan prestasi dan kualitas tim yang mumpuni. Dikabarkan bahwa di tahun 80-an hingga 90-an, Arseto Solo adalah salah satu tim paling profesional yang ada di Indonesia. Tak heran apabila mereka tak berhenti dihuni oleh bintang-bintang sepak bola tanah air kala itu.
Ricky Yacoby, Nasrul Kotto, hingga Rochy Putiray adalah sedikit nama-nama pemain timnas Indonesia yang sempat merumput bagi tim yang bermarkas di stadion Sriwedari tersebut. Sayang, tinta emas yang diukir selama bertahun-tahun kini tak tersisa kilaunya. Arseto Solo telah tenggelam bersamaan dengan jatuhnya era Orde Baru pimpinan Presiden Soeharto.
Mari kembali ke tahun 1978, tahun di mana tim kebanggaan warga Solo ini pertama kali dibentuk. Didirikan oleh putra kedua Presiden Soeharto, Sigit Harjoyudanto, mulanya tim ini bermarkas di Jakarta dengan nama Arseto yang terinspirasi oleh tokoh pewayangan Surakarta dan Yogyakarta, Raden Ario Seto.
Pada tahun 1983, karena banyaknya tim yang bermarkas di Jakarta, Arseto resmi hengkang ke kota Solo yang bertepatan dengan Hari Olahraga Nasional yang diresmikan oleh Presiden Soeharto di Stadion Sriwedari pada tanggal 9 September 1983. Sejak saat itu, Arseto berganti nama dengan menambahkan nama Solo sebagai identitas baru mereka.
Bermain di Liga Indonesia, prestasi tim berjuluk si Biru Langit itu terbilang apik. Konsisten di papan atas Liga Indonesia, torehan mereka diantaranya menjuarai piala liga Galatama I 1985, peringkat ketiga Galatama 1987/1988 dan 1988/1989.
Puncak kejayaan Arseto Solo terjadi di tahun 1992 dengan berhasil merengkuh gelar juara Galatama serta lolos ke babak delapan besar Liga Champions Asia. Selain itu Arseto Solo mampu menjadi kampiun di kejuaraan klub-klub ASEAN tahun 1993.
Selain terkenal dengan prestasi yang apik, Arseto Solo juga terkenal dengan skuadnya yang menyilaukan mata. Deretan pemain timnas Indonesia kala itu silih berganti berseragam Biru Langit. Manajemen yang bagus dan kontrak yang menjanjikan membuat pemain bintang tak sungkan untuk pindah ke kota Bengawan.
Nama-nama macam Ricky Yacoby, Rochy Putiray, Nasrul Kotto, Eduard Tjong, Zulkarnain Jamil, Agung Setyabudi, Miro Baldo Bento, hingga penjaga gawang Benny van Breukelen adalah nama besar di kancah persepakbolaan Indonesia yang sempat membela tim yang dipimpin oleh putra kedua Presiden Soeharto tersebut.
Prestasi yang mengkilat dan dihuni oleh pemain bintang membuat Arseto Solo dikagumi masyarakat Surakarta. Mereka seolah mampu merebut hati warga kota Bengawan dari Persis Solo yang kala itu tampil tidak konsisten dengan naik turun kasta.
BACA JUGA: Gelora Dewata Kembali Bergelora
Sayang, meski memiliki prestasi yang baik, dihuni banyak pemain bintang, dan memiliki manajemen yang rapi tak menjamin umur Arseto Solo akan panjang. Pergolakan politik di Indonesia akhir tahun 90-an membuat mereka goyah.
Tepat pada tanggal 6 Mei 1998, Arseto Solo menjalani pertandingan terakhirnya. Kurang lebih tiga minggu sebelum meletusnya Reformasi Republik Indonesia yang berakibat pada lengsernya kepemimpinan Presiden Soeharto yang telah berlangsung selama lebih dari 30 tahun.
Sejak saat itu Arseto Solo resmi bubar dan undur diri dari persepakbolaan nasional. Amat disayangkan bagaimana tim yang sudah mapan harus kolaps begitu saja. Bahkan muncul cerita mistis yang tersebar di masyarakat Solo jika bekas mess Arseto Solo kini dihuni mahkluk halus karena telah lama terbengkalai.
Teranyar si Biru Langit mengadakan reuni akbar di Solo pada November 2017 lalu. Dilansir bolaskor.com ada lebih dari 70 mantan penggawanya yang hadir. Tak hanya pemain beberapa mantan pengurus Arseto juga hadir dalam acara tersebut. Meski jejaknya tak berbekas, inilah bukti bahwa nama Arseto Solo akan tetap wangi tiap kali disebut.
Arseto Solo adalah representasi dominasi keluarga Cendana di persepakbolaan nasional yang tentu menjadi bagian sejarah bangsa ini sendiri.