Cerita

Sepak Bola, Agama yang Ternoda Dosa

Football is religion”. Kalimat yang sudah tak asing, kalimat yang menyandingkan sepak bola setara dengan sebuah agama atau keyakinan. Ada ketaatan di sana dan ada kesucian di dalamnya.

Di Indonesia sendiri ada beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk suatu kepercayaan dapat diakui sebagai agama atau keyakinan, dan rasanya sepak bola telah memenuhi syarat tersebut.

Pertama adalah adanya tokoh yang dapat dikultuskan. Memiliki ritual peribadatan, memiliki penganut, umat, atau jamaah. Serta tentu saja memiliki kitab atau ajaran yang diyakini dan berbeda dari agama atau keyakinan lainnya.

Jika dianalogikan, pemain dan orang-orang yang terlibat dalam sepak bola adalah tokoh yang dikultuskan, lengkap dengan trofi, gelar, dan penghargaan sebagai mukjizat yang melengkapi. Satu syarat telah terpenuhi.

Kemudian kitab dan ajaran yang diyakini. Sepak bola sendiri telah memiliki aturan-aturan baik itu terlulis atau berupa norma yang telah diyakini bersama. Aturan yang mengatur baik itu tentang berjalannya sepak bola, bahkan sampai hal-hal yang menyertainya.

Penggemar sebagai bagian terbesar dapat dikatakan sebagai penganut, umat, atau jamaah dari sepak bola itu sendiri.

Untuk ritual peribadatan, tengok saja ketika pertandingan sepak bola digelar, stadion-stadion dipenuhi. Untuk mereka yang tidak dapat hadir langsung ke stadion akan berusaha memenuhi kafe-kafe atau tempat lainnya untuk berkumpul bersama menikmati sepak bola. Atau yang paling umum, mereka akan menyaksikan sepak bola melalui layar kaca masing-masing. Ada ketaatan tergambar disana.

Baca juga: Piala Dunia 2018 di Tahun Politik Indonesia yang Sengit

Namun, selayaknya agama yang memiliki penafsiran dan ajaran yang seringkali berbeda, yang membuat para penganutnya seringkali memiliki aliran atau kelompok-kelompok di dalamnya, sepak bola juga demikian. Selain memiliki ketaatan terhadap agama, para penganut seringkali memiliki ketaatan dan fanatisme pada aliran atau kelompok-kelompok tertentu.

Para penggemar sebagai umat sepak bola, memiliki klub-klub kebanggaan sebagai aliran yang mereka dukung dengan berbagai alasan masing-masing. Semua atribut klub kebanggaan, puja-puja, serta semua yang mereka korbankan merupakan wujud ketaatan mereka. Bukan hanya pada sepak bola, tapi juga pada aliran yang mereka percaya.

Sayangnya, seringkali fanatisme pada klub sebagai aliran mengalahkan ketaatan mereka pada sepak bola sebagai agama. Hal yang nampaknya juga terjadi di agama-agama lain. Fanatisme seringkali membuat mereka merasa alirannya yang paling benar. Fanatisme yang bahkan seringkali membuat mereka berbuat dosa atau hal-hal yang sebenarnya dilarang dalam agama.

Semua agama tentunya memiliki ajaran tentang kebaikan. Setidaknya itu terlihat dari ajaran enam agama yang diakui di Indonesia -koreksi bila saya salah. Sepak bola sebagai agama pun demikian. Segala peraturan tertulis maupun nilai-nilai yang telah disepakati bersama mengarahkan sepak bola pada kebaikan. Kebaikan untuk sepak bola, kebaikan untuk mereka yang terlibat di dalamnya, kebaikan untuk para penggemar sebagai umat.

Sepak bola juga memiliki larangan-larangan akan hal yang dianggap buruk. Juga sama dengan agama-agama lain yang memilikinya. Setiap yang melanggarnya akan dianggap berdosa dan akan ada hukuman atau ganjaran yang harus diterima.

Namun sayangnya, lagi-lagi, sama dengan yang terjadi di agama lain, fanatisme pada aliran atau kelompok tertentu membuat sebagian umat rela berbuat dosa atau hal yang jelas dilarang dalam agama. Di sepak bola, fanatisme pada klub tertentu seringkali membuat penggemar sebagai umat rela melakukan hal-hal yang jelas dilarang dalam sepak bola itu sendiri.

Baca juga: Kerusuhan Kanjuruhan, Awal Mula Malam Mencekam di Kandang Singa

Mereka menganggap klub kebanggaan sebagai aliran yang mereka percaya adalah yang paling benar. Sedangkan klub atau aliran lain adalah hal yang salah. Penggemar sebagai umat sering kali menghina, menghujat klub lain. Sama seperti umat di agama lain yang sering saling mengkafirkan hanya karena berbeda aliran.

Yang terparah, ada sebagian mereka yang tega saling menyakiti, saling melukai atau bahkan saling membunuh. Lagi-lagi hanya karena berbeda keyakinan atau klub kebanggaan. Hal yang lagi-lagi saya yakini dilarang dan dianggap dosa besar oleh agama apapun.

Pada hakikatnya, semua agama adalah jalan kebaikan melalui semua ajarannya. Hanya saja ada sebagian orang-orang yang memang terlahir dengan insting saling menyakiti. Untuk kalian orang-orang yang memang hobi saling menyakiti bahkan saling membunuh, tolong jangan atas namakan agama untuk melakukannya.

Juga di sepak bola yang dianggap sebagai agama, tidak ada tempat untuk orang-orang demikian. Orang-orang yang mengaku umat sepak bola, namun menodai sepak bola dengan segala dosa.

Baca juga: Bulan Ramadan, Kok Malah Jadi Panggung Kerusuhan