Suara Pembaca

Diego Forlan, Karier di Tiga Benua dan Cult Hero Manchester United

Perjalanan karier Diego Forlan terbilang menarik, legenda Uruguay ini menjadi satu dari sedikit pesepak bola yang memiliki karier di tiga benua. Memulai karier junior di negeri sendiri bersama Penarol dan Danubio, saat berusia 16 tahun ia sempat menjalani trial bersama klub Perancis, AS Nancy.

Sayangnya perjalanan karier Forlan muda di Eropa belum datang di waktu yang tepat sebab Nancy tak jadi meminangnya dan membuatnya kembali ke Amerika Latin. Dari tim junior Independiente, ia kemudian diberikan kesempatan merasakan debut senior di Liga Argentina pada 1997.

Lima tahun berselang petualangan karier di tiga benua Forlan pun dimulai. Kali ini ia benar-benar akan bermain di Eropa.

Awalnya Forlan diproyeksikan menuju Middlesbrough dari Independiente. Namun Manchester United menyalip Boro di saat terakhir bursa dan menjadi klub asal Manchester tersebut sebagai persinggahan pertamanya di Eropa. Namun sayang Forlan tak terlalu sukses berkarier di Inggris.

Hijrah ke Spanyol pada 2004, tepatnya di Villarreal, kariernya naik pesat. Kerjasamanya dengan Juan Roman Riquelme, sosok playmaker klasik terakhir, menarik perhatian khalayak. Kombinasi keduanya membawa Villarreal melesat di La Liga dan kompetisi Eropa. Selama tiga musim gelar Pichichi dan sepatu emas Eropa juga berhasil diraih olehnya.

BACA JUGA: Juan Roman Riquelme, seperti Memegang Satu Remote untuk Menonton Banyak Acara di Televisi

Selepas dari Villarreal, Forlan bergeser membela Atletico Madrid sejak musim 2007/2007. Semakin melesat bersama Atleti, tak hany gelar Pichichi dan sepatu emas Eropa yang diraih ia bahkan membantu Atleti memenangkan gelar juara Liga Europa 2009/2010 ditambah pemain terbaik pada partai final.

Setelah 4 musim membela Atletico Forlan lalu pindah ke Italia dan bergabung Inter Milan. Namun karier Forlan tak terlalu sukses saat berada di Italia. Setelah dari Inter Milan, ia berpindah ke berbagai klub di Amerika Latin dan Asia yang kemudian menggenapi nubuat tentang karier di tiga benua.

Secara kualitas perjalanan karier di tiga benua milikinya begitu spesial karena di Eropa saja ia dapat bermain di tiga liga top yakni Liga Primer Inggris, LaLiga Spanyol dan Serie A Italia dan bergabung ke tim yang dianggap hebat pula.

Klub Brazil, Internacional, menjadi yang pertama disinggahi Forlan selepas dari hingar-bingar sepak bola Eropa pada 2012. Dari Internacional ia hijrah ke klub Jepang, Cerezo Osaka, dua tahun berselang.

Sempat kembali ke Penarol di 2015, Forlan kembali ke Asia dan bergabung bersama klub Hong Kong, Kitchee, lalu klub India Mumbai City di 2016 sebelum menutup karier di tiga benua dengan memutuskan pensiun di Kitchee usai musim kompetisi 2018.

Naik turun prestasi diraih Forlan dalam menuntaskan karier di tiga benua setelah memutuskan pergi dari sepak bola Eropa. Bahkan performanya di lapangan mulai menunjukkan penampilan yang menurun. Jumlah golnya lebih sering di kisaran 1 digit dan penampilannya tak sebanyak masa jayanya.

 

Terbit dan terbenam bersama La Celeste

Sebelum dikenal memiliki perjalanan karier di tiga benua, timnas Uruguay hampir tak pernah melihat potensi Forlan. Ia tak memiliki banyak catatan bermain pada level junior, bahkan karier panjang di tim nasional senior sedikit terbantu karena kehebohan transfernya ke Manchester United.

Namun setelah itu, ia hampir tak pernah absen membela timnas Uruguay terutama di turnamen besar.

Ia masuk skuat Uruguay pada Piala Dunia 2002, 2010, dan 2014, Copa America, 2004, 2007, dan 2011 serta Piala Konfederasi 2013. Pada semua turnamen tersebut, Forlan selalu berhasil mencatatkan gol. Selama membela timnas Uruguay total Forlan telah mencatatkan 112 penampilan dengan 36 gol

Ia sempat menjadi pencetak gol terbanyak Uruguay sebelum digeser Luis Suarez dan Edinson Cavani. Ia juga masih masuk dalam jajaran 10 besar pemain dengan penampilanterbanyak bersama La Celeste sebelum memutuskan pensiun dari panggung sepak bola internasional pada Maret tahun 2015.

Meski memiliki sederet gelar individu dan klub, baru di Piala Dunia 2010 nama Forlan seakan bersinar. Pergeseran posisi di belakang duet penyerang utama, Luis Suarez dan Edinson Cavani, seakan memberi Forlan ruang untuk berkreasi. Ia bahkan menjadi penendang pertama bola mati Uruguay termasuk sepak pojok.

BACA JUGA: Ketika Sinar Diego Forlan Menyilaukan Mata di Afrika Selatan

Previous
Page 1 / 3