Suara Pembaca

Alkisah, Ada Nyonya yang Bikin Tevez Perkasa Lagi

Rabu, 26 Juni 2013, kerumunan suporter Juventus memenuhi kantor pusat I Bianconeri di Turin, sore waktu setempat. Kehadiran mereka di sana tidak lain dan tidak bukan untuk menyambut kedatangan penyerang asal Argentina, Carlos Tevez dari Manchester City, yang tiba di tanah asal pabrikan Ferrari tersebut. 15 juta euro menjadi mahar dari proses kepindahan sang pemain.

Tak berapa lama kemudian, Tevez keluar menuju balkon untuk menyapa suporter. Dan tak disangka-sangka, Tevez dengan rambut gondrong dan berantakannya tersebut membentangkan bagian belakang jersi yang tercetak angka 10 lengkap dengan nama ‘Tevez’ di atasnya.

Ya, sang penyerang resmi mewarisi nomor 10, sebuah angka yang sakral dan menjadi ikon di Juventus

Meskipun sudah terdengar rumornya beberapa kali, tetap saja hal tersebut menimbulkan skeptisisme dan keraguan besar bagi loyalis Sang Nyonya Tua.

Bagi Juventus sendiri, pemain yang mengenakan nomor 10 sudah dianggap sebagai pemimpin dan wajah dari La Vecchia Signora. Tidak hanya menjadi andalan di dalam lapangan atapun meraih berbagai prestasi saja, tapi juga menjadi sosok yang dicintai dan simbol kesetiaan para suporter pada klub.

Kita bisa melihat itu dalam diri Alessandro Del Piero. Tidak hanya menjadi pahlawan Juventus pada saat-saat genting maupun aksinya yang memukau, tetapi juga bagaimana kisahnya yang tetap setia bertahan di Juventus meskipun harus hancur lebur dan terdegradasi ke Serie B pada 2006. Inilah yang membuatnya begitu dicintai oleh pendukung Juventus.

BACA JUGA: Il Pinturicchio, Pahlawan Masa Kecilku

Begitu pula dengan nama-nama seperti Michel Platini atau Roberto Baggio, yang rekam jejak dan nama besarnya tidak bisa diremehkan lagi.

Namun Tevez berbeda, anak asli Buenos Aires tersebut dianggap tidak lagi sama seperti masa keemasannya dulu. Di Manchester City kehadirannya sudah dianggap hanya sebagai pelapis Sergio Aguero. Tidak hanya itu, dia juga sering membuat masalah yang memusingkan jajaran direksi The Cityzens.

Tentu kita ingat bagaimana dia berseteru dengan Roberto Mancini, sampai karena ingin hengkang dari Etihad Stadium, ia mangkir dari klubnya tanpa izin dan tampak terlihat santai bermain golf di kampung halamannya. 

Tidak hanya di Manchester City, sifat bermasalah sudah mewarnai kariernya mulai transfernya dari Corinthians ke West Ham, kepindahannya dari Manchester United ke Manchester City yang membuat sisi Manchester Merah murka dan memanaskan derbi Kota Industri tersebut, hingga tanpa rasa bersalahnya Tevez membentangkan sebuah tulisan ‘RIP Fergie’ saat parade juara Manchester City di Liga Primer Inggris musim 2011/2012.

Tindakan itu langsung dianggap tak terpuji dan membuatnya menjadi salah satu orang yang paling dibenci di sepak bola Inggris, bersama Mario Balotelli.

Tentu saja banyak penolakan jika Tevez mengenakan seragam bernomor punggung 10 tersebut. Selain dirinya yang dianggap melewati masa jayanya, persona dan rekam jejaknya dianggap tidak mencermikan seorang ikon, bahkan ditakutkan akan mencoreng reputasi I Bianconeri.

Namun Andrea Agnelli beserta manajemen tetap bergeming. Tidak peduli nada sumbang sana-sini, mereka tetap mantap memilih Carlitos sebagai sang pewaris.

Tak disangka, di pertandingan perdananya pada ajang Supercoppa Italia, Tevez yang bertranformasi dengan rambut pendeknya tersebut menggila dan mencetak gol saat Sang Zebra membantai Lazio 4-0.

Performa gemilang Tevez tidak berhenti sampai di situ. Gol demi gol ia torehkan. Di musim perdananya, pemain kelahiran 5 Februari tersebut berhasil mencatakan 21 gol dan 9 asis di Serie A. Duetnya bersama Fernando Llorente di lini depan membuat Juventus memecahkan rekor sebagai kampiun Serie A dengan poin terbanyak, yakni 102 poin.

Musim 2014/2015, meskipun ada pergantian komando pelatih dari Antonio Conte ke Massimiliano Allegri, tidak membuat performa sang Fuerte Apache menurun.

Bahkan bersama Juventus, Tevez dan Allegri dengan senjata andalan formasi 4-3-1-2-nya tidak hanya mengantarkan Nyonya Tua meraih titel Serie A (lagi) dan Coppa Italia, tetapi juga berhasil menembus final Liga Champions untuk pertama kali, pasca-Calciopoli.

Kemudian yang paling ikonik adalah saat melawan Parma di Serie A. Tevez menggiring bola sejauh 60 meter, melewati hadangan beberapa pemain, hingga akhirnya melesakkan bola ke gawang kiper gaek Antonio Mirante. Sebuah aksi yang membuat seisi Juventus Stadium terpukau. 

Tevez bukanlah sosok tanpa cela di Italia. Tentu masih teringat bagaimana dia melakukan selebrasi menembak Gabriel Batistuta sebagai konfrotansi dengan kubu Fiorentina, sebelum akhirnya dihukum oleh Giuseppe Rossi dan La Viola dengan skor 4-2. Akan tetapi, hal tersebut tertutupi dengan catatan dan kontribusi gemilangnya bersama klub peraih scudetti terbanyak tersebut.

Di Juventus, entah bagaimana Tevez kembali menjadi dirinya sendiri yang kita ingat dan kita puja. Carlitos kembali menjadi sosok yang klinis, haus gol, pekerja keras, dan tidak mudah untuk ditaklukkan.

Dirinya seolah mengobati kerinduan Juventus akan hadirnya sosok predator, yang bisa membuat perbedaan di satu pertandingan.

Bersama pemain seperti Arturo Vidal, Giorgio Chiellini, dan Stephan Lichsteiner, Tevez mereprensentasikan semangat Grinta, sebuah nilai sakral dari Juventus untuk terus ngotot mengejar kemenangan hingga peluit akhir ditiup, apa pun risikonya tanpa kenal takut.

Total Tevez mencetak 50 gol dan 18 asis dari 96 pertandingan bersama I Bianconeri. Sepasang scudetti, satu Coppa Italia, dan satu Supercoppa Italia berhasil ia rengkuh.

BACA JUGA: Pindah ke Cina Bukan Akhir dari Dunia

Namun semua kisah indah dan prestasi Tevez di tanah Italia tidak mampu menahan hasratnya untuk kembali ke bumi Argentina. Sang pemain resmi kembali ke klub masa kecilnya, Boca Juniors meski kontraknya tersisa satu musim.

Meski begitu, jejak Tevez di Juventus akan selalu dikenang dengan puluhan gol dan aksi-aksi heroiknya. Kebangkitan Tevez adalah salah satu kunci dominasi Juventus di liga lokal dan kebangkitan Sang Nyonya di Benua Biru Eropa.

Dia memang tidak se-ikonik Platini dan bukan sosok yang begitu dipuja seperti Del Piero. Dia adalah Carlos Albertos Tevez, sosok pria asal pemukiman Fuerte Apache dengan luka bakar di lehernya, yang bertranformasi dari sosok  bengal menjadi pahlawan dalam seragam hitam putih.

Dia berubah menjadi sosok yang dirindukan Sang Nyonya Tua untuk mewariskan nomor punggung 10 yang sakral itu. Di tanah Turin-lah Tevez kembali menjadi seorang Apache sejati.

 

*Penulis adalah seorang desainer grafis asal Yogyakarta yang menggemari sepak bola, buku, dan berkhayal. Bisa disapa di akun twitter @pradipta_ale dan Instagram @pradiptale untuk melihat karya