Editorial

Sensasi De Ligt, Berbagi Bersama di Juventus

Ramalan Yamadipati Seno terbukti benar. Oktober 2017, ia memprediksi Matthijs De Ligt akan hengkang di usia 20 tahun, dan salah satu tujuannya adalah Juventus. Kini di bulan Juli 2019, hampir dua tahun usai ramalan itu dituliskan, sensasi De Ligt benar-benar merambah kota Turin, Italia.

Fulus senilai 85,5 juta euro digelontorkan Si Nyonya Tua, yang sedang memakai formula anti-aging dengan para pemain mudanya, untuk memboyong De Ligt dari recommended seller di Belanda, Ajax Amsterdam. Kesepakatan transfer ini membuat si pemain bergabung dengan gerbong bek-bek mahal di dunia.

De Ligt, di usianya yang baru akan 20 tahun pada 12 Agustus mendatang, bukan tanpa alasan dibanderol harga selangit oleh Ajax. Sebab, bek setinggi 189 sentimeter ini memang memiliki prospek cerah, dengan segudang potensi yang dimilikinya.

Dia termasuk bek bertipe ball-playing defender, atau tipikal pemain belakang yang bisa membawa bola, dan membaginya. Tidak banyak spesies bek seperti ini di dunia, karena mereka harus memiliki visi bermain yang bagus, selain kemampuan bertahan yang menjadi tugas utama. Jadi tak heran, harganya selalu mahal.

Baca juga: Ketika Nama Matthijs De Ligt Bergaung di Seantero Eropa

Menurut statistik WhoScored, musim lalu De Ligt mencatatkan 89,9 persen akurasi umpan di Eredivisie, dan 90 persen ketepatan operan selama 6 kali membela timnas Belanda di UEFA Nations League A. Dari jumlah tersebut, De Ligt membukukan 13 umpan kunci dalam 33 pertandingan Eredivisie 2018/2019.

Kemudian untuk aspek bertahan, De Ligt temasuk pemain yang jarang melakukan tekel. Bukan berarti tidak jago merebut bola, tapi karena penempatan posisi yang sangat baik. Di Eredivisie musim lalu, rata-rata ia hanya melakukan 1,5 tekel sukses per laga, dan membuat rerata 4 sapuan tiap pertandingan.

Angka-angka itu menunjukkan kalau De Ligt adalah pembagi bola yang bagus dari sepertiga awal lapangan timnya, dan pemutus serangan yang baik di sepertiga akhir lapangan lawan. Dia bisa membantu Juventus melakukan build-up serangan, baik dari umpan pendek maupun panjang, maupun menjadi tembok kokoh yang sulit ditembus lawan-lawan La Vecchia Signora. Cocok untuk menjadi suksesor Leonardo Bonucci yang mulai menua.

Bonucci, seperti yang kita tahu, merupakan salah satu ball-playing defender terbaik di dunia. Akurasi umpannya bisa membuat penonton lupa, kalau dia sebenarnya adalah bek tengah. Tapi I Bianconeri sadar, di usia yang sudah 32 tahun, cepat atau lambat Bonucci akan kehilangan puncak performanya.

Dengan atmosfer Serie A yang sangat nyaman untuk para veteran, Bonucci memang masih punya kesempatan 2-4 tahun lagi untuk tetap berkarier di kasta tertinggi, asalkan tidak ada cedera parah yang diderita. Kurun waktu tersebut akan sangat pas untuk menjadi mentor De Ligt, yang selain memiliki tipe bermain mirip, juga mempunya jiwa kepemimpinan juga.

De Ligt sudah menjadi kapten Ajax di usianya yang masih 19 tahun, dan merupakan kapten termuda di sana. Walau belum genap berusia kepala dua, ia sudah merasakan beban tanggung jawab seorang pemimpin kesebelasan. Modal bagus untuk menjadi kapten masa depan, baik di Juventus maupun timnas Belanda.

Baca juga: Si Nyonya Tua yang Tak Lagi Tua

Lanjutkan ramalan

Kehebohan bergabungnya De Ligt ke Juventus tak hanya tentang price tag-nya yang membelalakkan mata, tapi juga pengulangan ramalan bagi para peraih Trofi Johann Cruyff atau Johann Cruyff Prijs, bahasa Belanda-nya. Sudah menjadi ‘ramalan’ bagi para pemenang trofi itu, untuk hengkang ke klub top Eropa semusim setelah meraihnya.

Arjen Robben (2003), Wesley Sneijder (2004), Klaas-Jan Huntelaar (2006), Gregory van der Wiel (2010), Christian Eriksen (2011), dan Memphis Depay (2015) adalah contoh pemenang Johann Cruyff Prijs yang langsung digaet klub raksasa Eropa, musim depannya. Hanya segelintir pemain, seperti Kasper Dolberg (2017), yang masih bertahan di klubnya usai memenangi trofi dengan 14 kriteria itu.

Kriteria penilaian yang dinamakan 14 Rules itu antara lain mencakup dasar-dasar dan prinsip yang mesti dimiliki pesepak bola Belanda. Mulai dari tanggung jawab, kerja sama, kreativitas, kemampuan teknik, hingga personalitas.

***

Matthijs De Ligt, dengan segala potensi dan pesonanya, akan menjalani perantauan pertamanya di klub luar Belanda, mulai musim 2019/2020. Lelaki yang sudah mencicipi final Liga Europa dan semi-final Liga Champions hanya dalam tempo dua tahun ini, akan dinanti sensasinya oleh para pendukung Juventus dan penikmat Serie A, juga diharapkan bisa berbagi cerita sukses, ketika kelak mengangkat trofi Si Kuping Besar yang sangat didamba Si Hitam-Putih.