Suara Pembaca

Skema Modern Ala Garuda Muda, Bahaya yang Terus Mengintai

Bulan Agustus adalah bulannya timnas kelompok usia bermain. Timnas U-16 dan U-19 sama-sama harus berjuang dalam ajang kompetisi regional yang diselenggarakan di Thailand dan Vietnam.

Turut mendukung mereka tentu seperti menjadi kewajiban tak tertulis bagi saya, meskipun hanya melalui layar kaca. Semangat serta gairah para anak muda penerus bangsa ini terlihat menyenangkan untuk dilihat. Apalagi timnas U-16 yang sempat meraih hasil buruk sebelum menjalani kompetisi. Mereka berhasil membuktikan kapabilitasnya dengan sukses menembus babak empat besar Piala AFF U-16 di Thailand kali ini.

Secara strategi, Garuda Muda memang memiliki konsep yang bagus. Sepak bola modern dengan kombinasi umpan pendek serta umpan panjang yang diikuti tusukan langsung ke depan, berjalan cukup baik di lapangan. Kemampuan tiap individu pemain juga membantu banyak dalam mengembangkan permainan apabila mengalami kebuntuan. Sebuah hal baik tentunya, melihat nyetelnya pemain dengan strategi yang diterapkan.

Apresiasi besar tentu layak diberikan pada sosok pelatih Bima Sakti. Meskipun dalam persiapan menuju kompetisi ini tim Garuda sempat mengalami dua kekalahan beruntun, skuat asuhan Bima Sakti justru berhasil bangkit di kompetisi sesungguhnya dan melangkah jauh. Hal ini sekaligus menunjukkan kapabilitas Bima Sakti sebagai pelatih yang masih bisa berkembang lebih baik lagi. 

Poin menarik lainnya ketika melihat permainan tim asuhan Bima Sakti adalah betapa miripnya permainan mereka dengan permainan tim Garuda senior era pelatih Spanyol, Luis Milla.

Baca juga: Noda Pekat Sepak Bola Brasil dan Komparasi dengan Indonesia

Mulai dari dua pemain tengah untuk menyeimbangkan tempo serta menjadi tembok pertahanan pertama, sosok gelandang serang yang bergerak dengan mobilitas tinggi ke segala arah, pemain sayap yang tak hanya bertugas memberi umpan silang, tapi juga melakukan umpan tarik dan mengeksekusi peluang, sampai posisi pemain depan yang selalu berusaha menarik perhatian pemain belakang lawan untuk memberikan ruang pada pemain lainnya.

Semuanya mirip dengan Garuda era Luis Milla. Ini menunjukkan seberapa keras usaha Bima Sakti dalam menerapkan semua ilmu tentang sepak bola modern yang telah ia dapatkan dari pria Spanyol yang menjadi mantan atasannya tersebut.

Akan tetapi, sepak bola modern ala Bima Sakti memiliki satu lubang kecil. Bukan hanya Bima Sakti mungkin, melainkan juga Timnas U-19 asuhan coach Fachri Husaini yang sedang bertanding pula.

Bima Sakti, sama seperti para pelatih penganut ajaran sepak bola modern lainnya, menganggap bahwa sosok kiper modern juga harus terlibat dalam membangun serangan. Oleh karena itu, kiper selalu dituntut untuk tenang dan tak langsung mengoper ke depan, melainkan memainkan bola dulu di belakang selagi bisa memancing pemain lawan.

Apakah itu salah?

Baca juga: Jerman dan Indonesia, Keberagaman yang Berbanding Terbalik

Tentu saja tidak. Hal tersebut justru dianjurkan agar tim tidak mudah kehilangan penguasaan bola. Namun masalahnya adalah, ketika kiper sudah memainkan bola ke pemain belakang, pemain belakang sering tak punya pilihan untuk memainkan bola kembali. Sering pemain belakang terlihat hanya mengoper antar-sesama pemain belakang atau langsung menuju ke depan tanpa melewati tengah.

Ini menjadi sama saja seperti keadaan awal, yaitu ketika mudah kehilangan penguasaan bola, lantaran lebih cenderung memberikan operan panjang langsung ke depan, ketimbang memainkan bola. Kalau dulu yang melakukannya kiper, sekarang oleh pemain belakang.

Itu terjadi karena pemahaman terhadap strategi sepak bola modern kerap berhenti di titik kiper modern harus bisa mendistribusikan bola dengan baik. Kita semua terkagum-kagum melihat bagaimana Manuel Neuer (Bayern Muenchen), Alisson Becker (Liverpool), dan Ederson (Manchester City) bisa mendistribusikan bola dengan baik. Tapi, kita tak pernah melihat betapa pergerakan tanpa bola dari seluruh pemain di lapangan juga sama pentingnya dengan distribusi bola yang baik dari kiper.

Inilah yang sering terlupakan. Sepak bola modern menuntut agar semua pemain di lapangan terus bergerak secara dinamis, membuka ruang, ikut terlibat dalam permainan meskipun bola tidak di areanya. Ketika bola bergulir dari kiper menuju pemain bertahan, pemain tengah harus segera bergerak membuka ruang agar bola tak terlalu lama berkutat di belakang.

Pun juga pemain depan. Mereka harus segera memutuskan, apakah mereka harus tetap diam agar pemain bertahan lawan juga diam, atau harus menjemput bola demi membuka ruang untuk pemain sayap melakukan tusukan, atau justru merangsek ke depan untuk membuka ruang di tengah dan bersiap menyambut terobosan.

Pemandangan ini yang jarang terlihat dari permainan Timnas U-15 sekarang. Ketika bola dimainkan di belakang, Dimas dan Valeron sebagai penyambung bola ke depan justru lebih banyak diam, sedangkan Marselino yang diplot sebagai pengatur serangan juga tak jauh beda, menunggu bola mengalir dari belakang.

Pergerakan lini tengah yang statis tersebut tentu membuat lini belakang tak punya pilihan selain mengirim umpan panjang langsung ke depan yang tak ideal bagi pemain kita yang berpostur kecil.

Pemain tengah kita terlalu terpaku dengan peran. Mereka seakan takut untuk mencoba melakukan manuver yang berada di luar tugas mereka. Pemahaman seperti inilah yang harus coba diperbaiki di pertandingan selanjutnya.

Baca juga: Salah Kaprah Penerapan 4-3-3 di Timnas Indonesia

Pola strategi modern yang diharapkan oleh tiap pelatih adalah tiap pemain dapat berpikir cepat mengambil keputusan, bergerak dinamis, dan mampu terlibat di tiap permainan, baik bertahan maupun menyerang, bukan melulu soal distribusi bola dari kiper yang harus selalu baik.

Kekurangan ini memang tak begitu terasa saat ini, mengingat para kontestan di Asia Tenggara memiliki postur yang hampir mirip. Namun di masa mendatang, tentu mereka harus melawan banyak tim dari Asia maupun dunia yang terkadang memiliki postur yang jauh lebih baik dari kita. Jika hal seperti ini terjadi, maka tentu pola permainan yang tak diinginkan akan kembali pada timnas Indonesia.

Masih belum terlambat untuk memperbaiki semua kekurangan ini. Tim yang ditangani Bima Sakti juga masih sangat belia, sehingga mereka diharapkan bisa belajar dan menyerap pelajaran dengan cepat. Apabila Timnas U-16 mampu mengatasi masalah tersebut, maka bukan tak mungkin Garuda Muda akan mampu terbang tinggi menggapai prestasi yang tak pernah kita bayangkan sebelumnya.

 

*Penulis merupakan seorang mahasiswa Institut Teknologi Bandung yang gemar menganalisis sepak bola Indonesia. Bisa dihubungi di ID LINE: achmzulfikar