Analisis

120 Menit di Surajaya, Salah Siapa?

Semula pertandingan berjalan biasa saja di Stadion Surajaya. Tuan rumah Persela Lamongan dan Borneo FC yang sedang berjuang di papan tengah sama-sama tidak mau dikalahkan. Meski datang dari jauh, Pesut Etam tetap memasang target maksimal di pertandingan ke-9, sedangkan Laskar Joko Tingkir sedang berusaha bangkit dari tren negatif.

Sama-sama tampil menyerang, tim tamu berhasil unggul lebih dulu. Menit ke-19 Renan da Silva berhasil membuat gol cantik, sedangkan tuan rumah baru berhasil menyamakan kedudukan di menit ke-64 melalui sepakan pinalti Alex dos Santos.

Memanfaatkan momentum, Persela yang kini didampingi Nil Maizar terus meningkatkan serangan. Enam menit berselang gol pembalik kedudukan hadir. Lagi-lagi Alex dos Santos menunjukan tajinya. Gol kedua dalam pertandingan kali ini, sekaligus penggenap gol ke-10 yang memantapkannya di puncak daftar top skor sementara.

Nampaknya kemenangan telah di depan mata untuk Persela. Namun sesuatu terjadi di menit akhir pertandingan. Penjaga gawang Persela, Dwi Kuswanto, dan pemain Borneo, Wahyudi Hamisi, saling berbenturan dalam kotak penalti. Bermula dari sepak pojok yang dikirimkan, keduanya berduel udara saat berburu bola.

Baca juga: Persela Lamongan, Tempat Terbaik Mengolah Pemain Asing Debutan di Liga Indonesia

Duel antara kedua pemain sebenarnya adalah duel normal dalam sepak bola. Yang disayangkan adalah apa yang terjadi berikutnya. Entah apa yang ada di pikirannya, Dwi Kuswanto nampak menanduk Wahyudi usai memenangkan bola.

Drama pun dimulai. Protes keras dilakukan kedua belah pihak. Pemain Borneo FC jelas tidak terima dengan apa yang dialami rekannya, sedangkan pemain Persela Lamongan mampak melindungi penjaga gawangnya dari kemungkinan kartu yang akan diberikan padanya.

Setelah kurang lebih dua menit permainan terhenti, tepat menit ke-90 wasit segera memberi keputusan untuk apa yang terjadi. Dua kartu merah melayang untuk kedua pemain yang berbenturan. Tentu saja putusan ini sulit deterima Borneo FC yang menganggap Wahyudi tidak melakukan apa-apa.

Tidak berhenti sampai di sana, drama berlanjut ketika pemain Borneo FC meletakkan bola di titik putih. Ternyata ketika meniup peluit tanda pelanggaran, wasit memberi isyarat tanda tendangan penalti untuk Borneo FC.

Protes lebih deras mengalir pada wasit. Seluruh pemain mendesaknya seolah tidak terima dengan keputusan yang baru saja dikeluarkan. Ke sana-sini wasit digiring pemain, tapi ia tidak bergeming. Diskusi pun dilakukan dari mulai hakim garis satu, hakim garis dua, hingga pengawas pertandingan diampiri. Namun tidak mengubah sedikit pun keputusan sebelumnya.

Semua pemain terus mempertanyakan, hingga pelatih kepala dan orang-orang di bangku cadangan Persela ikut terlibat. Nil Maizar tidak mau ketinggalan. Dengan gestur khas, sembari memperagakan, ia mengisyaratkan keputusan itu adalah salah.

Bukan tentang kartu merah yang diterima, nampaknya keputusan penalti yang sulit mereka mengerti. Mungkin mereka menganggap kesalahan Dwi Kuswanto memang seharusnya dihukum kartu merah. Namun karena bola telah ditangkap dan apa yang dilakukan tidak berhubungan dengan permainan, hukuman di titik putih tidak seharusnya terjadi.

Tidak sedikit waktu yang terbuang. Sekurang-kurangnya 20 menit wasit digiring ke sana ke mari, tapi keputusan tetap sama. Penalti.

Nampaknya yang menjadi dasar keputusan sang pengadil adalah Pasal 12 Law of The Game. Di salah satu bagiannya terdapat aturan tentang perilaku kekersan perikaku yang berlebihan.

Baca juga: Yang Perlu Dicermati Tentang Nomor Punggung

Violent conduct

“Violent conduct is when a player uses or attempts to use excessive force or  brutality against an opponent when not challenging for the ball, or against a team-mate, team official, match official, spectator or any other person, regardless of whether contact is made.”

“In addition, a player who, when not challenging for the ball, deliberately strikes an opponent or any other person on the head or face with the hand or arm, is guilty of violent conduct unless the force used was negligible.”

Untuk keputusan penalti yang diberikan ada pada bagian lain pasal yang sama tepatnya di Pasal 12 ayat 4.

Restart of play after fouls and misconduct

  • If the ball is out of play, play is restarted according to the previous decision
  • If the ball is in play and a player commits an offence inside the field of play against:
  • an opponent – indirect or direct free kick or penalty kick 
  • a team-mate, substitute, substituted or sent off player, team official or a match official – a direct free kick or penalty kick
  • any other person – a dropped ball

Baca juga: Berbagai Kesalahan Wasit di Sepak Bola Dunia

Nampaknya semua masih bisa diperdebatkan. Apakah bola yang telah ditangkap penjaga gawang bisa dikatakan bola dalam permainan, in play, atau tidak. Tapi semua terjawab ketika kita membaca Pasal 9 Law of The Game. Di sana terdapat keterangan tentang The Ball in and out of Play.

  1. Ball out of play

The ball is out of play when:

  •   it has wholly passed over the goal line or touchline on the ground or in the air
  •  play has been stopped by the referee
  1. Ball in play

The ball is in play at all other times, including when it rebounds off a match official, goalpost, crossbar or corner flagpost and remains in the field of play.

Apapun itu, semua telah diputuskan sang pengadil. Meski terhenti cukup lama, akhirnya permainan dilanjutkan dengan tendangan penalti Lerby Eliandry. Kemenangan Persela di depan mata akhirnya pupus begitu saja.

Meski terkesan kurang tegas dan keputusannya sulit diterima, yang pasti wasit Wawan Rafiko menyakini apa yang dilakukannya adalah benar.

Bukan tidak mungkin, nama Wawan Rafiko akan terus menjadi pembicaraan panjang usai peluit panjang yang telah ditiupnya di menit ke-120 pertandingan Persela Lamongan menghadapi Borneo FC. Mungkin saja namanya abadi seperti wasit Kurtadi dengan tragedinya di Makassar tahun 1960 silam.