Suara Pembaca

Wawancara: Hendra Wijaya dan Totalitasnya

Sabtu (12/1), setelah  bersepakat dengannya, saya bersama teman mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi kediaman Hendra Wijaya, salah satu pemain senior kesebelasan tertua di Indonesia, PSM Makassar.

Sebagai salah satu suporter PSM, ini adalah pengalaman pertama saya berbincang dengan seorang pemain dari tim kebanggaan saya. Perlu diketahui pria yang akrab disapa Hendra ini adalah salah satu pemain paling loyal. Bersama sahabatnya, M. Rahmat, mereka telah membela panji PSM selama satu dekade.

Musim ini kita akan tetap melihat sosok garang Hendra menjadi bagian penting dari ambisi PSM Makassar untuk memulangkan trofi kasta tertinggi sepak bola Indonesia. Itu berarti,  kapten ketiga PSM musim lalu ini akan menjalani musim kesebelasnya bersama tim yang berjuluk Ayam Jantan dari Timur.

Menuju mimpi yang jadi nyata

Kariernya tidak berangkat dari Sekolah Sepak Bola (SSB) seperti kompatriotnya Rasyid Bakri, Asnawi Mangkualam, dan beberapa pemain lainnya. Ia mulai mengenal dunia kulit bundar ketika menginjak jenjang sekolah tepatnya di SD Negeri 1 Bontokamase.

Setelah naik ke SMP, Hendra muda semakin menyukai olahraga paling populer di jagat raya ini, bahkan SMP Negeri 1 Pallangga tempatnya menimba ilmu saat remaja, sering menjadi juara ketika ada perlombaan sepak bola antar-SMP.

Baca juga: Eero Markkanen dan Optimisme Baru Juku Eja

Selanjutnya SMA Negeri 1 Sungguminasa (SALIS) menjadi batu loncatan Hendra muda untuk menuju skuat Pasukan Ramang kelak.

“Saya masuk tim sepak bola SMP, SMA,  di sana saya belajar, banyak pengalaman yang saya dapatkan di sana,” ujar Hendra.

Masuk ke dalam skuat Pasukan Ramang merupakan hal yang tidak pernah terpikirkan oleh Hendra, karena pada saat itu ada stigma masyarakat kota Makassar untuk masuk ke skuat PSM Anda harus rela merogoh kocek.

Baru ketika ia mewakili Gowa dalam Pekan Olahraga Daerah (Porda) Sulawesi Selatan yang ke-13 tahun 2006 di Kabupaten Bone, ia berpikir dan bermimpi menjadi salah satu penggawa Pasukan Ramang.

“Melihat mereka bermain dengan bangga membawa lambang PSM di dada, itu yang menimbulkan rasa cinta terhadap PSM,” tuturnya sambil bercerita tentang serunya laga sore itu. Saat itu Juku Eja menjalani laga uji coba melawan timnas Indonesia dalam rangka peresmian Stadion La Patau Bone

Setelah Porda berakhir, mimpi Hendra bermain untuk tim kelahirannya berlanjut ketika dibukanya pendaftaran Pra Ligina ke 3 pada tahun 2007, yang memang diperuntukkan agar bisa menjadi pemain profesional dan jenjangnya bisa sampai skuat PSM Makassar.

“Agak ku lupaimi juga, intinya ada teman namanya Ardi dia ajakka seleksi di Karebosi waktu itu, ada sekitar 400-an orang yang ikut dan disaring lagi sampai 25 selama 4 bulan,” cerita Hendra sambil menceritakan kisahnya bersama Ardi.

“Padahal waktu itu saya sudah terlambat, bahkan sudah kukasih mundurmi motor untuk kembali ke rumah tapi karena Ardi ngotot makanya saya juga ikut seleksi.” lanjut Hendra.

Baca juga: Mengenang Ramang, Sang Dewa Bola dari Sulawesi Selatan

Singkat cerita Ardi menjadi salah satu orang yang berjasa dalam awal karier Hendra karena pada tahun itu Hendra masuk skuat Pra Ligina. Setahun berselang pada tahun 2008, berkat karakter permainan yang “asli Makassar”, pelatih PSM senior saat itu Radoy Minkovski mendengar lalu melihat bakat pemuda asal Sungguminasa ini. Bersama dua orang rekannya, Abdul Rahman dan Muhammad Aidil, Hendra naik kelas ke PSM senior.

Sosok Radoy pantas disebut salah satu pelatih terpenting dalam karier Hendra. Selain membawanya ke PSM senior, ia juga membantu Hendra menemukan posisi yang kerap menjadi posisi langganan sampai saat ini.

Bek kanan menjadi posisi baru Hendra meskipun tak jarang dia tetap menempati posisi stopper ketika tim sedang membutuhkan kehadirannya. “Dia menempatkan saya ke bek kanan karena melihat potensi saya di situ,” ucap pemain berusia 29 tahun ini.

Bermain di posisi bertahan, Hendra memilih nomor 2 untuk dikenakan di punggungnya. Hendra memiliki pandangan terhadap nomor yang ia pilih. Baginya, nomor 2 merupakan nomor yang sakral karena dari sisi atas memiliki lekukan hingga tengah, dan barulah sisi bawahnya lurus.

Artinya, apapun yang awalnya dijalani meskipun berliku kita harus sungguh-sungguh agar mendapatkan kesuksesan. Sepuluh tahun ia menjalin hubungan dengan jersey PSM, selama itu pula nomor 2 setia di punggung pemain yang memilih Javier Zanetti sebagai pemain idola ini.

Namun musim ini akan sedikit berbeda. untuk pertama kalinya nomor 2 lepas dari punggung Hendra, karena harus merelakan nomornya kepada Aaron Evans penggawa baru asal Australia. Menurutnya, apapun itu asalkan bisa menaikkan performa tim akan ia laksanakan.

“Ikhlas saya melepaskan nomor 2 untuk Evans. Semoga kehadirannya dengan nomor punggung 2 bisa mengangkat performa tim di musim ini,” Hendra pun lantas memilih nomor 27 untuk mengarungi musim ini.

Baca juga: Stadion Andi Mattalatta, Dulu dan Nanti

Hendra Wijaya dan sekitarnya

Sepuluh tahun bukan waktu yang singkat. Semenjak umur 19 tahun Hendra menjadi salah satu tulang punggung lini pertahanan PSM. Terkait gaya mainnya yang keras tanpa kompromi, banyak yang mencaci karena dianggap merugikan tim ketika lawan mendapatkan tendangan bebas, belum lagi ketika Hendra mendapatkan kartu.

“Saya pernah coba untuk main lebih pelan, tapi saya seperti kehilangan jati diri, seperti tidak tahu main bola.”

Akan tetapi, pujian juga datang karena karakter tersebut merupakan karakter ciri khas anak Makassar. Itu terbukti ketika bermain di Mattoanging, sosok keras Hendra selalu mendapatkan applause dari suporter setia Juku Eja

Hendra bercerita bahwa gaya mainnya dipengaruhi oleh salah satu legenda PSM, yaitu Syamsul Haeruddin. Syamsul merupakan sosok yang sangat agresif, tidak kenal letih, dan ketika ada kesempatan sekecil apapun untuk mengambil bola dari lawan ia akan mengambil kesempatan itu.

Hendra memang dekat dengan Syamsul yang notabene seniornya ketika masuk PSM. “Selain karena saya satu kampung di Gowa, Syamsul sangat baik kepada juniornya. Ia memberikan masukan untuk kita agar dapat menjadi pemain yang lebih baik,” tambahnya.

Soal kedekatannya dengan pemain lain, nama M Rahmat muncul di permukaan. Semenjak 2008 mereka telah bermain bersama melewati segala suka dan duka dalam perjalanan kariernya,.

“M. Rahmat dekat karena pertama dia putra daerah, dan ketika di mes juga sering satu kamar, bahkan kalau ada pertandingan away, kita satu kamar.” Baru setelah menikah dua kerabat ini mulai jalan sendiri-sendiri.

Baca juga: Sepucuk Surat untuk M. Rahmat

Pelatih-pelatih juga mendapatkan tempat di hati Hendra. Salah satunya Petar Segrt, pelatih PSM periode 2011-2013. Menurutnya, sosok Petar merupakan sosok yang sangat mengayomi pemain dan bisa menjadi bapak di dalam dan luar lapangan. Bahkan, ada kisah ketika PSM sedang dalam krisis keuangan, Petar Segrt rela membayar biaya operasi lutut M. Rahmat.

Robert Rene Alberts juga menjadi pelatih yang sangat dihargai oleh Hendra. Ia menjelaskan bahwa ketika ada masalah yang dihadapi oleh pemainnya, Robert akan turun tangan sehingga masalah itu tidak berlarut-larut.

Sebagai pesepak bola profesional, Hendra memiliki hobi yang tidak mainstream. Memelihara ayam menjadi hobi suami dari Eka Wijaya Haris ini. Ia memelihara Ayam Serama, menurutnya ayam ini memiliki bentuk yang unik meskipun posturnya kecil tapi dadanya yang membusung, membuat ayam ini terkesan berani.

“Iya baru-baru ji juga ini gara-gara mertua beli ayam, jadi tertarik juga pelihara apalagi unik bentuknya, terkesan berani.” terangnya.

Tahun 2019 ini usia Hendra akan menginjak 30 tahun, usia yang mulai membuatnya berpikir apa yang akan ia lakukan setelah tidak lagi menendang si kulit bundar. Setelah pemain lain seperti Hamka Hamzah, Rizky Pellu, bahkan Marc Klok lebih memilih membuka warung kopi atau kafe sebagai tabungan di hari tua, Hendra sendiri lebih memilih membuat kos-kosan.

Kayaknya mau bikin kos-kosan. Ada tanah yang diwariskan orang tua, ada juga tanah yang saya beli sendiri. Lumayan toh, tinggal duduk-duduk uang juga masuk,” ucapnya sembari senyum.

Tahun 2019 asa Hendra masih sama dengan masyarakat Sulawesi Selatan lainnya, melihat trofi itu datang ke bumi Anging Mamiri.

Terima kasih kapten! Semoga kesuksesan selalu menghadiri kariermu.

 

*Penulis bisa dijumpai di akun Twitter @Taufiqkhair