Cerita

Sepucuk Surat untuk M. Rahmat

Teruntuk M. Rahmat,

Saya harus memulai surat ini dengan permintaan maaf. Dulu saya mengira huruf ‘M’ yang mengawali namamu adalah ‘Muhammad’. Ternyata, namamu bukanlah Muhammad Rahmat. Saya baru tahu kisah bahwa huruf ‘M’ itu ditambahkan ke namamu untuk membedakanmu dengan seorang Rahmat lain di skuat PSM dulu, yaitu Rahmat Latief.

Padahal, salah satu tulisan saya sudah telanjur menuliskan namamu sebagai ‘Muhammad Rahmat’. Jika surat ini dijadikan referensi media-media lain untuk menulis tentangmu, semoga mereka tercerahkan bahwa ‘M’ di sini hanya huruf tanpa kepanjangan atau makna. Anggap saja seperti nama kode yang digunakan bosnya James Bond.

Baiklah, mari saya teruskan surat ini. Salam, Daeng Rahmat, atau yang para komentator di televisi sering juluki sebagai ‘The Flash’, saya hanya satu dari sekian ribu pendukung Juku Eja, PSM Makassar. Artinya, saya adalah satu di antara mereka yang bermimpi gelar juara Liga Indonesia akan kembali ke Sulawesi Selatan. Terima kasih karena Daeng dan seluruh skuat PSM sudah bekerja keras mendekatkan mimpi itu menjadi kenyataan.

Di musim ini, dirimu sudah menunjukkan performa yang luar biasa. Kecepatan larimu tak berkurang meskipun usiamu baru saja menginjak kepala tiga. Namun, satu yang saya perhatikan adalah pengambilan keputusanmu dalam permainan semakin matang. Sudah jarang dirimu terlihat memaksakan sprint di sektor sayap kiri.

Sebaliknya, kamu semakin nyaman melakukan pergerakan tanpa bola. Kata egois juga sangat jauh dari dirimu, terlihat dari asis nyaman yang diselesaikan dengan baik oleh Guy Junior untuk mencetak gol tunggal kemenangan PSM atas Persib Bandung.

Rahmat, kami mungkin tak akan melihat dirimu berseragam tim nasional di Piala AFF 2018. Pengalaman singkatmu di skuat Garuda untuk Piala AFF 2012 juga tergolong sangat singkat, dan tak lagi diingat oleh banyak orang. Namun, kami sangat terharu karena kamu selalu terlihat bangga berseragam merah PSM Makassar. Bahkan, kamu telah menyandang kebanggaan itu selama lebih dari satu dekade.

Berbagai penyerang sayap kaliber nasional seperti Ghozali Siregar dan Titus Bonai tak mampu menggeser eksistensimu dari lini depan Juku Eja. Go-Jek Liga 1 2018 ini menjadi penegas kualitasmu tak kalah dari pemain-pemain itu.

Dari gol berkelasmu ke gawang Bhayangkara FC yang disusul gol penentu kemenangan atas mereka, lalu gol keren memanfaatkan umpan cantik Wiljan Pluim ke gawang Arema, hingga dua gol penting melalui sundulan yang menyamakan kedudukan ketika PSM tertinggal dari Borneo FC dan Persipura.

Gol-gol itu membuka mata kami, bahwa dirimu bukan lagi sekadar pemain bintang di Mattoanging. Dirimu lebih dari itu, seorang one-club man legend seperti Carles Puyol di Barcelona, Paolo Maldini di AC Milan, Ryan Giggs di Manchester United, dan satu legenda yang menurut saya underrated, Xabi Prieto (Real Sociedad).

Baca juga: Akhir Karier Xabi Prieto, Sang Raja Penalti Pengabdi Setia Real Sociedad

Rahmat, kamu selalu mengatakan sangat mengidolakan Neymar. Akan tetapi, andai saja Neymar mengikuti perjalanan kariermu, ia pasti akan tunduk hormat kepadamu. Sepanjang ingatan saya, kamu tak pernah melakukan diving seperti tindakan yang mencoreng reputasinya di Piala Dunia 2018 lalu.

Kamu bahkan baru memperoleh kartu kuning pertama dalam dua tahun terakhir di kandang Madura United. Catatan yang membuatmu jauh dari rekor Gary Lineker, pemain yang tak pernah memperoleh kartu sepanjang kariernya. Tetapi, kami para pecinta PSM bisa memaklumi itu. Karakter para Pasukan Ramang memang bermain keras tapi tidak kasar.

Setelah menyaksikan video tentang kesembilan golmu di Liga 1 2018 ini, ingatan saya melayang ke tahun 2010 lalu. Saat itu saya berada di tribun Mattoanging untuk menyaksikan laga Indonesia Premier League (IPL) antara PSM melawan Persebaya 1927.

Akibat bermain di liga yang tak direstui federasi Indonesia dan dunia, laga PSM saat itu tidak memikat publik seperti saat ini. Namun, saya ingat kamu yang saat itu masih berstatus wonderkid bermain sepenuh hati. Saya yang waktu itu datang untuk menikmati gol-gol striker senior Andi Oddang justru terbius oleh aksi-aksimu. Persebaya 1927 yang saat itu memuncaki klasemen kamu buat bertekuk lutut oleh dua golmu, melengkapi skor akhir 4-0 bagi Juku Eja.

Baca juga: Para Marquee Player yang Terlupakan

Tahun demi tahun berlalu, nama Rahmat Syamsuddin Leo tetap menghiasi lini depan PSM. Mentormu, Andi Oddang, sudah lama pensiun. Tandemmu di lini depan, Ilija ‘Spaso’ Spasojevic sudah bergonta-ganti klub di Indonesia dan Malaysia dan kini memegang paspor Indonesia. Beberapa wonderkids lokal seperti Aditya Putra Dewa dan Kurniawan Karman, juga kini terpaksa berkompetisi di kasta lebih rendah. Namun, dirimu tetap konsisten membela panji PSM Makassar.

Salam hormat saya sebagai sesama putra daerah Sulawesi Selatan. Dirimu telah mengajarkan berbagai nilai positif kepada kami, dari kesetiaan, kerja keras, sopan santun dan rendah hati.

Sebagai penegas, satu pesan saya mewakili seluruh pendukung PSM Makassar, tolong rebut gelar sebagai kampiun Liga 1 Indonesia 2018. Akhirilah penantian delapan belas tahun kami ini!

Ewako, Rahmat!