Suara Pembaca

Roberto Baggio dan Kisah Sedihnya

Roberto Baggio merupakan kisah suka dan duka yang nyaris paripurna di Italia. Tak ada yang meragukan reputasinya sebagai salah satu pemain terbaik yang pernah dimiliki Italia. Akan tetapi, ia juga punya kisah sial walau tak setragis Moacir Barbosa dan Andres Escobar. Pun juga sederet kisah sukanya yang nampaknya malah lebih banyak tertutup oleh rentetan kisah sialnya.

Lahir di wilayah Venezia, Italia, Baggio memulai karier profesional di Vicenza. Ia berumur belum genap 16 tahun saat memulai debut di Serie C1 Italia. Empat tahun di sana, Baggio bersiap ke Fiorentina. Namun cedera menimpa Baggio. Cerita cedera pun kelak rutin menyapa dirinya.

Fiorentina tak hendak membatalkan transfer Baggio, malah mau mengeluarkan dana untuk pengobatannya. Dari situ Baggio pun menyisihkan hatinya untuk si ungu Fiorentina. Ia membuat Fiorentina membaik, tapi kontroversi mendekat.

Juventus mengantarkan tawaran transfer yang kemudian diterima Fiorentina. Bergolaklah Fiorentina karena bagi fans mereka, Juventus merupakan musuh bebuyutan. Sempat terjadi kekacauan di Firenze. namun transfer Baggio ke Juventus tetap terjadi.

Baca juga: Roberto Baggio, Fantasista yang Diingat Lebih dari Kegagalan Penalti Belaka

Juventus mendapatkan taji baggio. Namun saat bersamaan, AC Milan tengah kuat-kuatnya. Di sisi lain Baggio masih menambatkan hati Fiorentina. Ketika kedua klub berhadapan, Baggio menolak mengambil penalti yang didapat. Ia lalu diganti keluar. Sambil keluar itulah ia mengambil syal Fiorentina. Baggio bersama Giovanni Trapattoni sempat bersama meraih Piala UEFA. Satu-satunya trofi Eropa yang diraih Baggio.

Akan tetapi pangeran lain bersiap melegenda di Turin. Alessandro Del Piero tengah memulai langkah awal mengambil peran Baggio. Baggio mulai terpinggirkan dari Juventus. Belum lagi adanya konflik dengan pelatih Marcello Lippi dan dengan manajemen atas Juevntus. Ia akhirnya memilih pergi ke AC Milan meski berperan atas scudetto yang diraih Juventus.

Di Milan kariernya berjalan naik turun. Oscar Tabarez tak sukses menangani Milan. Fabio Capello yang datang menggantikan Tabarez pun tak percaya penuh pada Baggio. Kemudian Arrigo Sachi kembali menangani Milan. Duo yang hubungannya tak lagi sama setelah Piala Dunia 1994. Meski tetap memiliki peran penting saat sempat mengantarkan scudetto, Baggio lalu memutuskan pergi dari Milan.

Bologna kemudian menjadi pelabuhan baru Baggio. Di sana ia justru tampil luar biasa. Rekor gol terbanyak diraih di Bologna. Gelar capocannoniere pertama yang kelak tak tersamai lagi olehnya. Sebenarnya Baggio ingin pergi ke Parma. Namun pelatih Parma kala itu, Carlo Ancelotti, menolak kedatangannya. Hal yang kelak disesali sendiri oleh Ancelotti.

Baca juga: 17 Juli 1994, Hari Terburuk di Karier Emas Roberto Baggio

Karier hebat di Bologna membuat Internazionale Milano menarik Baggio untuk bergabung. Kebetulan Inter juga klub favorit baggio. Namun kariernya di I Nerazzurri naik turun seperti di Milan. Belum lagi pergantian pelatih juga cedera yang mempengaruhi penampilan selama di klub berseragam biru-hitam itu.

Kedatangan Lippi dari Juventus juga tak terlalu mempercayai Baggio yang menua. Ketika kontrak Baggio berakhir di Inter, ia tak memperpanjangnya. Baggio memilih hengkang dari klub.

Brescia lalu disinggahi Baggio. Empat musim selama di Brescia, Baggio seolah kembali terbang tinggi. Ia memang tak meraih trofi di sini. Tapi di Brescia, Baggio seakan menikmati apa yang seharusnya dimiliki sebagai pemain utama, yaitu waktu bermain dan puncak permainan. Ia selalu membawa Brescia aman dari zona degradasi bahkan sempat dibawa ke Piala Intertoto. Baggio lalu memutuslan pensiun dari sepak bola. Nomor punggung 10 kemudian turut dipensiunkan Brescia untuk menghormati Baggio.

Karier Baggio memang unik saat membela tim besar, tampil bagus namun seakan tak maksimal.  Hal itu juga nampak di level tim nasional Italia, yang merupakan salah satu tim nasional unggulan dunia. Selama membela Italia, Baggio sering menjadi andalan Gli Azzurri. Ia tampil di tiga Piala Dunia secara beruntun. Namun anehnya, Baggio tak pernah bermain di Piala Eropa untuk Italia.

Baca juga: Berterima Kasih pada Italia dan Belanda di Piala Dunia 2018

Kiprah penting Baggio untuk Italia utamanya ada di Piala Dunia 1994. Namun eksekusi pada adu penalti yang melesat ke angkasa di final melawan Brasil seakan membuyarkan segalanya. Sepertinya orang lebih ingat sepakan itu daripada permainan menawannya selama pagelaran Piala Dunia tersebut.

Karier Baggio bersama Italia lalu menurun. Banyak faktor yang memang, salah satunya di saat hampir bersamaan, Del Piero dan Totti yang berposisi mirip dirinya mulai merekah karier. Belum nama-nama lain yang menutup tempatnya di timnas. Terakhir, tentu saja faktor pelatih yang sering tak menganggap Baggio cocok dengan alur permainan yang diinginkannya. Belum termasuk cedera yang cukup sering menimpanya.

Kemudian keunikan lain saat hubungan Baggio dengan para pelatih besar Italia. Nama-nama kondang macam Arrigo Sacchi, Giovanni Trappattoni, dan Marcello Lippi, tak benar-benar seratus persen percaya kemampuan Baggio. Lalu ada nama Carlo Ancelotti yang juga sempat tak menginginkan Baggio bermain di bawah asuhannya.

Baggio merupakan nama besar Italia. Ia sebenarnya tak bisa dianggap bermain buruk atau gagal di klub besar dan tim nasional. Namun ia terlihat jauh lebih baik saat di klub lain seperti Vicenza, Fiorentina, Bologna, dan Brescia. Rentetan cerita yang unik untuk pemain besar yang justru lebih terang di klub kecil. Meski memang trofi tak sering mendekat saat bermain di klub yang lebih kecil.

Baca juga: Bandana dan Romansa Kejayaan Serie A