Tribe Ultah

Roberto Baggio, Fantasista yang Diingat Lebih dari Kegagalan Penalti Belaka

Roberto Baggio bagi sebagian orang adalah seorang pesulap. Ia bisa dengan mudah mengirimkan umpan untuk lawan-lawannya, menggiring bola dengan gerakan tubuhnya yang lentur. Tak lupa, sebagai seorang pemain depan, ia juga memiliki akurasi tendangan yang akurat.

Namun, ada juga yang menganggap Roberto Baggio adalah pemain yang biasa saja. Tak memiliki kemampuan memukau bak Neymar atau bentuk fisik sempurna seperti Cristiano Ronaldo, yang dengan mudah membuat bola melayang hanya dengan menjejak kakinya di tanah. Juga karena ia akan diingat sebagai pemain Italia yang gagal mencetak penalti saat Piala Dunia 1994 yang dimainkan di Amerika Serikat.

Yang pasti, Roberto Baggio bukan hanya sekadar pemain biasa. Ia fantasista yang dicintai publik Italia. Untuk memperingati ulang tahunnya, kami memberikan catatan perjalanan Baggio dari pertama ia merintis karier bersama Vicenza, hingga memutuskan gantung sepatu saat bermain untuk Brescia.

Vicenza (1982-1985): Saat Baggio ditempa

Bakat Roberto Baggio terendus oleh Antonio Mora yang membawanya mendarat ke Vicenza di umur 13 tahun. Ia sangat menikmati masa-masa bersama tim Vicenza junior dengan mencetak 110 gol dari 120 pertandingan. Di umur 15 tahun, ia menjalani debut profesional bersama Vicenza di tahun 1983 di Serie C saat melawan Piacenza. Mencetak gol pertamanya kemudian di Serie C saat melawan Brescia pada 3 Juni 1984. Di musim berikutnya, ia membantu Vicenza lolos ke Serie B dan dinobatkan sebagai Guerin d'Oro atau pemain terbaik di Serie C.

Fiorentina (1985-1990): Cedera yang mematahkan harapan

Penampilan apiknya bersama Vicenza membuat Fiorentina memboyongnya di tahun 1985 dengan mahar 1,5 juta paun. Dua hari sebelum mendarat ke Fiorentina, ia terkena cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL). Cedera yang membuat tim medis memberi diagnosa Baggio tak akan bisa bermain lagi. Namun, Fiorentina bergeming dan percaya Baggio akan sembuh dan bisa menjadi pilar penting. Bersama Fiorentina, ia mencetak 55 gol dari 136 penampilan di semua ajang. Membantu Fiorentina lolos ke final Piala UEFA di tahun 1990. Ia juga diganjar dengan Bravo Award atau gelar pemain  muda terbaik di kompetisi Eropa.

Juventus (1990-1995): Puncak karier

Juventus memboyong Baggio ke Turin dengan mahar 8 juta paun yang memecahkan rekor transfer di masa itu. Ia mengenakan nomor punggung 10 yang sebelumnya dipakai Michael Platini. Selama lima tahun berseragam Putih-Hitam, Baggio bermain sebanyak 200 kali dengan mencatatkan 115 gol. Bersama Juventus, ia mendapatkan tiga gelar. Setu gelar Scudetto (1994/1995), Piala UEFA (1992/1993), dan Coppa Italia (1994/1995). Di tahun 1995, ia masuk dalam nominasi Ballon d’Or dan menempati posisi kelima dalam FIFA World Player of the Year.

Timnas Italia (1994): Penalti yang terbang itu…..

Salah satu momen yang tak akan pernah Baggio lupakan adalah saat ia gagal mengeksekusi tendangan penalti kala Italia bertemu Brasil di final Piala Dunia 1994. Di edisi tersebut, Baggio sendiri mencetak lima gol. Saat bermain di babak final, ia sebenarnya tidak dalam kondisi fit. Ia terkena cedera hamstring dan sepanjang pertandingan bermain dengan bantuan obat penghilang rasa sakit. Ia menceritakan perasaan sesaat sebelum ia menendang penalti. Saat itu ia mencoba untuk berkonsentrasi, tapi ia sangat lelah dan menendang bola terlalu keras. Dan ya, seperti yang kita ketahui, bola melambung jauh terbang tinggi bersama mimpi Italia.

AC Milan (1995-1997): Penurunan karier

Juventus mulai meninggalkan Baggio setelah mereka merasa memiliki calon bintang baru dalam diri Alessandro Del Piero. Juventus hanya akan memperpanjang kontrak Baggio jika ia menerima gajinya dipotong 50%. Ia pun memutuskan hijrah ke AC Milan. Kariernya tak segemilang saat bermain untuk Juventus. Ia hanya bermain sebanyak 67 kali dan mencetak 19 gol. Ia memberikan satu gelar Scudetto untuk AC Milan di musim 1995/1996.

Bologna (1997-1998): Terlahir kembali

Setelah mengalami masa yang tidak baik bersama AC Milan, Baggio memutuskan pergi. Sejatinya, ia akan menuju ke Parma, namun pelatih mereka saat itu, Carlo Ancelotti, menolak Baggio dan merasa ia tak cocok dengan skema Parma. Ia pun hijrah menuju Bologna. Ia ditugaskan untuk membawa Bologna lepas dari jerat degradasi, tapi, ia sukses membawa Bologna finis di peringkat 8. Penampilannya membaik dan membuat ia masuk skuat Italia di Piala Dunia 1998. Ia mencatatkan 300 penampilan di Serie A saat Bologna melawan Empoli pada 11 Januari 1998. Ia masuk nominasi Ballon d’Or dan FIFA World Player of the Year di tahun 1998. Di tahun yang sama, ia juga masuk nominasi Serie A Italian Footballer of the Year dan Serie A Footballer of the Year. Bermain 33 kali, ia mencetak 23 gol.

Internazionale Milano (1998-2000): Tim idola yang tak ramah

Roberto Baggio kecil menyukai Inter Milan. Dan bergabung dengan Inter Milan adalah sebuah kebahagiaan. Sayang, kebahagiaannya tak berlangsung lama. Cedera, rentetan hasil buruk, serta pergantian pelatih, membuat kariernya tersendat. Di musim pertamanya, ia hanya mencetak 10 gol dari 35 kali bermain. Di musim kedua, Marcelo Lippi mengambil tampuk kepelatihan. Hubungan Baggio dan Lippi memang tak baik. Alhasil, ia hanya bermain sebanyak 24 kali dan mencetak 7 gol.

Brescia (2000-2004): Akhir karier sang kaki malaikat

Ia menolak perpanjangan kontrak bersama Inter Milan karena ia memiliki konflik dengan Lippi. Ia yang berstatus pemain bebas transfer pun hijrah ke Brescia di umur 33 tahun. Di Brescia, bersama pelatih kawakan, Carlo Mazzone, ia sukses membawa Brescia finis di peringkat ketujuh, peringkat terbaik Brescia sejak tahun 1946. Selama membela Brescia, ia bermain sebanyak 101 kali dengan mencetak 46 gol. Di Brescia-lah, akhir dari segala cerita manis. Di Brescia, ia menutup kariernya dengan manis. Brescia memensiunkan nomor punggung 10 milik Baggio.

Selamat ulang tahun, legenda!

Author: Alief Maulana (@aliefmaulana_)
Ultras Gresik yang sedang belajar menulis di serigalagiras.wordpress.com