Setiap jendela transfer punya kekhasan tersendiri. Sekitar awal tahun 1990-an, playmaker kreatif menjadi produk laris. Awal milenium, penyerang sayap seperti Cristiano Ronaldo menjadi komoditi panas. Musim panas, awal musim 2017/2018, bek sayap modern menjadi barang yang seksi. Bagaimana dengan jendela transfer Januari 2018?
Entah tepatnya sejak kapan tren ini dimulai, bek sayap modern kemudian menjadi salah satu spesifikasi yang diburu klub-klub besar di Eropa. Jelas, jika menelisik sejarah dunia sepak bola, bek sayap “modern” sudah ada sejak dahulu. Penggunaan terminologi “modern” sendiri, mungkin, baru mulai ramai digunakan setelah Pep Guardiola menghantam Eropa dengan Barcelona-nya.
Eric Abidal, Dani Alves, Adriano, dan Jordi Alba di Barcelona. Mereka bukan hanya bek sayap yang tugasnya naik dan turun di sisi lapangan. David Alaba, Juan Bernat, Philipp Lahm, dan Rafinha di Bayern München, bukan hanya bek sayap yang piawai mengirim umpan silang, atau melakukan tekel sempurna sambil menjatuhkan diri dan berseluncur di atas rumput hijau.
Kyle Walker, Danilo, Benjamin Mendy, dan (bahkan) Fabian Delph di Manchester City. Mereka bukan hanya bek sayap yang menemani duet bek tengah atau sekadar menjadi pemain terluar dari skema 3-5-2. Nama-nama di atas memberi dimensi baru dalam sepak bola. Sebuah perubahan yang sejatinya memang akan selalu terjadi di olahraga paling digemari di dunia ini.
Untuk alasan yang sama pula, keberadaan Marcelo dan Daniel Carvajal menjadi krusial untuk Real Madrid. Keduanya tak hanya bek sayap. Bahkan untuk situasi tertentu, keduanya adalah playmaker, penyedia peluang, dan sekaligus eksekutor. Maka, ketika keduanya absen, keseimbangan Los Blancos sempat terpengaruh.
Oleh sebab itu, musim panas yang lalu, spesies “bek sayap modern” menjadi salah satu komoditi yang laris manis di bursa transfer.
Cuci gudang Manchester Biru
Sebelum musim 2016/2017 berakhir, Guardiola dan manajemen City sudah ancang-ancang untuk melepas beberapa pemain. Sebagian besar pemain yang dilepas adalah bek sayap. Mereka adalah Pablo Zabaleta, Gael Clichy, Aleksandr Kolarov, dan Bacary Sagna. Dan seperti yang disinggung di atas, The Citizens mendatangkan Walker, Danilo, dan Mendy.
Cuci gudang yang dilakukan City menjadi indikasi keinginan Guardiola, terutama kebutuhan bek sayap. Untuk mendapatkan Walker, Danilo, dan Mendy, City mengeluarkan dana hingga lebih dari 120 juta paun. Investasi yang cukup besar, demi modernitas dan menyempurnakan ide Guardiola di atas lapangan.
Bahkan, ketika Mendy harus absen dalam waktu yang lama karena cedera, manajer plontos tersebut memainkan Fabian Delph, yang nyatanya seorang gelandang. Semuanya demi mendapatkan figur “bek sayap modern” di sisi lapangan.
Memahami peran bek sayap “modern”
Seiring perkembangan taktik dan formasi yang konstan, peran bek sayap juga mengalami perubahan. Seperti yang disinggung sebelumnya, bek sayap tak hanya berorientasi di sisi lapangan saja. Area kerja, maupun peran mereka semakin luas, pun kompleks.
Philipp Lahm, misalnya. Meskipun berposisi sebagai bek kanan, di situasi-situasi tertentu, ia bisa bergeser ke tengah lapangan dan menjadi gelandang (bertahan) tambahan. David Alaba, ketika bermain di bawah asuhan Pep Guardiola, pernah suatu kali, ketika ikut dalam proses menyerang, bergerak ke depan kotak penalti seperti seorang gelandang serang.
Baca juga: Merayakan Konsistensi Philipp Lahm
Tak hanya posisi, kemampuan untuk “lebih terlibat” dalam proses menyerang juga menjadi salah satu aspek yang diminati.
Keputusan Guardiola untuk memainkan Delph, misalnya. Pemain asal Inggris tersebut, cukup sering bergerak ke tengah ketika City tengah membangun serangan. Sementara itu, penyerang sayap City akan bergerak selebar mungkin menyediakan width (berdiri berdekatan dengan garis lapangan sebagai akses seperti seorang pemain sayap).
Kemampuan mengumpan dan kelebihan mengontrol bola seorang Delph menjadi keuntungan bagi Guardiola. Mantan pemain Aston Villa tersebut akan menambah jumlah di lapangan tengah. Dengan begitu, City akan selalu berada dalam situasi “menang jumlah pemain”. Sehingga, progresi penyerangan menjadi lebih lancar.
Tentu, di samping kemampuannya bermain dengan tingkat kompleksitas seperti itu, bek sayap modern tetap dapat diandalkan untuk memerankan tugas bek sayap pada umumnya. Bertahan adalah salah satunya, lalu fisik, kecerdasan, dan kemampuannya menyokong tim ketika melakukan serangan.
Melihat kompleksitas tugas, maka tak mengherankan harga bek sayap akan terus mengalami kenaikan. Maklum, seperti hukum ekonomi, harga barang akan mengalami kenaikan ketika ketersediaan barang terbatas, sementara jumlah konsumen tetap atau bahkan bertambah banyak.
Hingga pertengahan Desember ini, setidaknya sudah dua nama bek sayap yang disebut sudah masuk dalam bursa transfer. Mereka adalah Danny Rose, bek kiri Tottenham Hotspur, dan Alex Sandro, bek sayap Juventus.
Sudah sejak musim panas yang lalu, nama Rose sudah dihubungkan dengan Manchester United. Bek kiri asal Inggris tersebut diproyeksikan menggantikan Luke Shaw. Pun, sejatinya, United memang membutuhkan bek kiri baru, bahkan apabila tak jadi melepas Shaw. Saat ini, Jose Mourinho menaruh kepercayaan khusus kepada Ashley Young, yang notabene seorang penyerang sayap.
Spurs dan United tengah terlibat negosiasi panjang dengan melibatkan dana transfer hingga 50 juta paun. Nilai yang sama juga menjadi tajun kemungkinan hengkangnya Alex Sandro dari Juventus. Hubungan bek asal Brasil dengan manajemen Juventus disebut tengah merenggang menurut klaim dari Daily Telegraph.
Nama Alex Sandro belum punya peminat yang serius. Hanya United pernah disebut, meski berita ini belum punya dasar yang kuat. Namun yang pasti, bek sayap lainnya, dengan kualitas sekelas Danny Rose dan Alex Sandro akan dibanderol tak jauh dari 40 juta paun.
Melihat kecenderungan perubahan taktik dan cara bermain beberapa tim di Eropa, bek sayap modern akan terus dan makin digemari. Januari nanti, di tengah jendela transfer dengan durasi yang sempit, harga bek sayap modern berpeluang meroket.
Author: Yamadipati Seno (@arsenalskitchen)
Koki Arsenal’s Kitchen