Eropa Jerman

Philipp Lahm, Sang Pemimpin Kecil Berjiwa Besar

Akhir musim 2016/2017 menjadi akhir yang sendu bagi Bayern München. Raksasa Jerman tersebut mengalami musim yang “normal” di liga, setelah berhasil memastikan diri menjadi juara Bundesliga di akhir musim. Memang, FC Hollywood gagal di DFB-Pokal serta Liga Champions, namun bukan hal itulah yang menjadi penyebab mendungnya cuaca di Allianz Arena.

Yang menyebabkan juaranya Bayern menjadi kurang manis adalah fakta bahwa Die Roten akan ditinggal dua pemain seniornya yang memutuskan pensiun, Xabi Alonso dan Philipp Lahm. Terkhusus Lahm, pensiunnya dirinya tentu membawa tangisan bagi banyak suporter Bayern mengingat sepanjang karier sepak bolanya, hanya Bayern-lah klub tempat ia hidup, mulai dari pemain akademi, hingga kapten tim bergelimang gelar.

Sebagai one man team, karier Lahm di Bavaria bukan tanpa aral menghalang. Mengawali karier juniornya sejak tahun 1995, Lahm baru menjadi pilihan utama di skuat senior Bayern sepuluh tahun kemudian. Sebelumnya, pemain yang pada awalnya menjadi fullback kiri ini kalah saing dengan pemain top di skuat seperti duo Prancis, Willy Sagnol dan Bixente Lizarazu.

Lahm memang sempat menjalani debutnya di tim senior Bayern pada tahun 2002, namun ia hanya turun selama beberapa detik di laga itu, dan tak kunjung mendapatkan kesempatan kembali. Akhirnya, ia dipinjamkan ke klub Bundesliga lainnya, VfB Stuttgart, selama dua musim (2003/2004 dan 2004/2005).

Selama dua musim tersebut di Stutgaart, Lahm mampu tampil impresif. Ia bahkan mendapatkan tempat di timnas Jerman untuk Piala Eropa 2004. Sayangnya, ketika ia kembali ke Bayern di awal musim 2005/2006, Lahm harus menerima fakta bahwa ia harus bermain di tim B demi mengembalikan kebugarannya selepas terkena cedera ligamen.

Namun, setelah pulih, ia kembali menjadi saingan bagi Lizarazu untuk posisi bek kiri Bayern. Musim 2007/2008 menjadi musim yang monumental bagi Lahm karena saat itu posisinya diubah menjadi bek kanan, posisi yang nama Lahm akan selalu terkenang sebagai salah satu yang terbaik. Untuk hal ini, Lahm harus berterima kasih terhadap sosok Marcell Jensen, bek kiri yang dibeli Die Roten di awal musim tersebut.

Meskipun terbilang menjadi salah satu abdi paling setia Bayern, Lahm bukannya tanpa kontroversi. Di bulan November 2009, mantan kapten timnas Jerman ini terlibat konflik bersama manajemen klub akibat ucapannya. Lahm mengatakan dalam wawancara terbuka bersama media bahwa klubnya tidak menerapkan kebijakan transfer yang baik serta tak memiliki filosofi dan strategi yang matang sebagai klub sepak bola.

Akibatnya, Lahm harus menerima denda sebesar 25 ribu euro, jumlah denda terbesar yang pernah dibebankan Bayern terhadap pemainnya. Musim sebelumnya, Die Roten memang tampil buruk, mengakhiri musim tanpa gelar yang berujung pada pemecatan dini Jurgen Klinsmann. Ucapan Lahm yang pedas ini memang membuat klub berang, namun sang pemain tetap setia pada klubnya. Terbukti, klub-klub besar seperti Barcelona dan Manchester United ia tampik demi menjadi bagian dari skuat The Bavarians.

Selain itu, meski memperkuat tim seperti München dan timnas Jerman, bukan berarti Lahm tidak kenal dengan yang namanya kegagalan. München memang menjadi raja Bundesliga ketika bek kanan legendarisnya ini menjalani karier 21 tahun bersamanya. Namun, Lahm hanya meraih satu trofi Liga Champions sepanjang kariernya. Ia akhirnya berhasil mengangkat trofi Si Kuping Besar di tahun 2013 setelah München mengalahkan rival senegara, Borussia Dortmund di final.

Kemenangan ini tentu terasa manis bagi Lahm, yang telah dua kali gagal di final bersama klubnya. Yang pertama adalah ketika Die Bayern harus takluk dari Internazionale Milano asuhan Jose Mourinho, dan kekalahan menyakitkan melalui babak adu penalti lawan Chelsea di tahun 2012. Bersama timnas Jerman, Lahm juga pernah mengalami masa-masa buruk.

Dimulai dari ketika Der Panzer gagal lolos grup di Piala Eropa 2014, kalah di final Piala Eropa 2008 oleh Spanyol, serta harus takluk oleh lawan yang sama di Piala Dunia 2010 di fase semifinal. Namun lagi-lagi, pada akhirnya, kesabaran Lahm membuahkan hasil. Menjabat sebagai kapten, ia menjadi orang pertama yang mengangkat trofi Jules Rimet ketika Jerman juara dunia di tahun 2014 setelah mengalahkan Argentina melalui gol tunggal Mario Götze di babak perpanjangan waktu.

Lahm terkenal akan kepribadiannya yang cerdas, kalem, dan tak neko-neko, baik di lapangan maupun di luar lapangan. Secara menakjubkan, ia mengakhiri kariernya tanpa pernah mendapat kartu merah satu kali pun! Hal ini terhitung luar biasa mengingat posisi Lahm adalah seorang pemain bertahan.

Kecerdasan yang dimilikinya membantu hal ini. Ia jarang terlihat melakukan tekel, karena ia selalu berada dalam posisi yang pas dan waktu yang tepat untuk merebut bola. Namun apabila harus menekel, ia dengan sempurna melakukan hal itu. Seorang manajer seperti Pep Guardiola, yang pernah menangani pemain-pemain cerdas seperti Lionel Messi, Andres Iniesta, dan Xavi Hernandez, bahkan mengatakan bahwa Lahm adalah pemain paling cerdas yang pernah bermain bersamanya.

Di luar lapangan, ia jauh dari gosip-gosip miring. Di balik tubuhnya yang kecil, ia terbukti memiliki hati yang besar setelah diketahui bahwa ia memiliki badan amal sendiri yang bernama Philipp Lahm-Stiftung. Tak hanya itu, ia juga terdaftar sebagai duta FIFA untuk Hari AIDS sedunia, dan ia juga aktif memerangi homophobia di sepak bola.

Di balik tubuhnya yang mini, Lahm membuktikan bahwa ia adalah seorang pemimpin yang luar biasa besar hatinya. Ia dorong rekan-rekan setimnya untuk tampil lebih baik lagi meski mengalami kegagalan yang menyakitkan, hingga pada akhirnya kesuksesan yang ia rasakan. Ia memang bergelimang harta, namun hal itu tak serta-merta membuat hidupnya dipenuhi pemborosan yang sia-sia.

Berat rasanya melihatnya harus pensiun saat umurnya masih berusia 33 tahun, namun hanya apresiasi yang harus kita berikan atas keputusannya. Dari Lahm, kita dapat belajar bagaimana seorang profesional harus bertindak.

Selamat ulang tahun, Philipp!

Author: Ganesha Arif Lesmana (@ganesharif)
Penggemar sepak bola dan basket