Persib Bandung berhasil mencapai “target” mereka untuk terhindar dari degradasi ke kompetisi yang lebih rendah. Ini merupakan capaian yang diusung manajemen setelah perjalanan mereka di kompetisi Go-Jek Traveloka Liga 1 ternyata tidak sesuai dengan ekspektasi.
Target awal untuk menjuarai kompetisi lama kelamaan kemudian diturunkan. Bahkan khusus untuk Persib, hingga tahapan yang bisa dibilang sangat rendah, yaitu hanya sekadar bisa bertahan di kompetisi level tertinggi.
Baca juga: Dosa dan Cela Persib Bandung Musim Ini
Selain karena kondisi dari tim Persib Bandung itu sendiri, ada banyak hal yang membuat mereka kemudian menurunkan target yang sebelumnya sudah diusung. Anda bisa mencoba mengetik di laman pencarian Google dengan kata kunci “target” + “nama klub sepak bola Indonesia” + “musim ini/2017”. Anda bisa menemukan setidaknya fakta bahwa tidak semua klub menentukan target yang boleh dibilang realistis.
Beberapa kesebelasan memasang target yang bisa dibilang merupakan sesuatu yang bersifat kualitatif, dan bukan sesuatu yang bisa dihitung secara kuantitatif. Ada beberapa yang menyebut “bisa menjadi yang terbaik”, ada pula yang menyebut “bisa lebih baik daripada musim kompetisi sebelumnya”. Kata-kata tersebut bias dan memiliki banyak makna sehingga akan sulit ditentukan hal apa yang kemudian menjadi pertanda bahwa target yang dipasang kemudian dianggap sudah tercapai.
Berdasarkan temuan dari penulis, hanya Bali United dan Persija Jakarta yang secara gamblang serta memiliki hitung-hitungan yang jelas soal target mereka musim ini. Ketika ditunjuk sebagai pelatih baru Bali United, Widodo C. Putro mengatakan bahwa targetnya adalah membawa tim untuk bisa berada di lima besar klasemen akhir kompetisi.
Sementara Persija Jakarta, ketika diambil alih oleh Gede Widiade, mengungkapkan bahwa target klub adalah berada di peringkat 8 hingga 14 klasemen akhir musim kompetisi kali ini. Dengan target jangka panjang yaitu di musim kelima sejak Gede Widiade mengakuisisi Persija, tim berjuluk Macan Kemayoran diharapkan bisa berada di posisi tiga besar klasemen kompetisi.
Tidak jelasnya struktur kompetisi menjadi penyebab utama
Kenyataan sudah sering disodorkan bagaimana banyak klub menargetkan untuk bisa menjadi juara dalam setiap musim kompetisi. Selain menjadi juara, tanpa melihat aspek-aspek lain yang sebenarnya mesti diperhatikan, bahkan bisa jadi tim-tim yang berada di posisi rendah di klasemen sebelumnya, menyasar target menjadi juara di musim kompetisi selanjutnya. Menjadi wajar dalam suatu kondisi karena memang terkadang semua hal bisa terjadi di kancah sepak bola Indonesia.
Pada permulaan musim, Anda tentu tidak menyangka bahwa tim-tim besar seperti Persib, Sriwijaya FC, atau Semen Padang, berada di posisi klasemen yang sulit di musim kompetisi kali ini. Atau fenomena yang terjadi di Liga 2 di mana sejauh ini, Persis Solo dan PSPS Riau bisa melaju mulus padahal sejak di penyisihan grup awal, mereka berada di grup yang bisa dibilang cukup sulit dilewati.
Lalu apa yang menjadi penyebab utama terjadinya fenomena ini? Apa yang kemudian membuat klub-klub di kompetisi sepak bola Indonesia kesulitan untuk menentukan target yang mesti mereka raih dalam sebuah musim kompetisi?
Sebenarnya tidak masalah apabila terjadi perubahan terhadap target yang sudah diusung sebelumnya di permulaan kompetisi. Karena realita kompetisi tentu tidak akan berjalan semudah dengan perencanaan. Tetapi apabila kesebelasan tersebut memang menentukan target yang jelas dan sesuai, maka tidak akan ada perubahan yang terlalu jauh dari target yang sudah ditentukan sebelumnya.
Selain karena banyak kemungkinan yang terjadi di kancah sepak bola Indonesia, hal lain yang membuat klub kesulitan menentukan target adalah struktur kompetisi. Poin utama dari struktur kompetisi ini adalah keberadaan kompetisi selain yang berbentuk liga. Dalam beberapa tahun terakhir, sepak bola Indonesia hanya bisa melaksanakan kompetisi berbentuk liga saja. Padahal di masa-masa sebelumnya kita mengenal adanya Piala Utama atau Piala/Copa Indonesia.
Keberadaan kompetisi selain Liga sudah tentu akan menghadirkan aspek kompetitif di situasi domestik sepak bola suatu negara, sehingga target dari klub bisa tidak melulu hanya berfokus di kompetisi liga saja. Para klub bisa mencari peluang atau bahkan meraih trofi di kompetisi lain.
Sepak bola Inggris menjadi contoh yang sangat bagus. Anda tentu sudah tahu bagaimana pemenang dari Piala FA dan Piala Liga (Carabao Cup) diberikan jatah untuk bermain di Eropa. Ini membuat klub tidak melulu fokus di kompetisi liga saja, sebab ereka bisa mengincar kesempatan lain yang ditawarkan di kompetisi selain liga. Sebenarnya hal serupa sempat diterapkan ketika Piala Indonesia masih ada karena emenang dari kompetisi ini mendapatkan tiket ke Piala AFC.
Piala Presiden sebenarnya memiliki potensi menjadi kompetisi selain liga yang memiliki nilai kompetitif. Sayangnya, federasi dan operator kompetisi hanya menggunakan turnamen tersebut sebagai turnamen pra-musim. Padahal dengan format dan segala potensinya, Piala Presiden bisa menjadi kompetisi sampingan yang bisa meneruskan Piala Indonesia.
Tapi yang mau bagaimana, sebab di sini, menjalankan kompetisi reguler berbentuk liga dalam satu musim saja sudah kepayahan bukan main, ya?
Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia