Nasional Bola

Klub Indonesia Memang Mesti Menolak Jatah Liga Champions Asia

Persipura Jayapura menolak jatah bertanding di Liga Champions Asia musim kompetisi mendatang. Melalui pernyataan dari direktur media tim, Bento Madubun, tim Mutiara Hitam menolak bertanding mewakili Indonesia di ajang Liga Champions Asia, seandainya slot tersebut diberikan berdasarkan kompetisi tahun 2014. Karena yang mesti menjadi dasar perhitungan adalah kompetisi Liga 1 yang saat ini sedang berjalan.

Hal berbeda justru ditunjukan oleh Persib Bandung. Sama-sama mendapatkan slot karena merupakan juara di kompetisi resmi termutakhir, tim Maung Bandung mengaku siap untuk mewakili Indonesia di ajang Liga Champions Asia. Persib juga mengaku akan membenahi fasilitas dan infrastruktur seandainya jadi menjadi perwakilan Indonesia di ajang tersebut.

Pernyataan dua kesebelasan memang bertolak belakang, tetapi yang menjadi poin bukan soal siapa yang akan bertanding di ajang Liga Champions Asia. Yang menjadi pokok pembahasan adalah klub-klub Indonesia memang mesti menolak jatah bermain di Liga Champions Asia. Dengan alasan yang sangat sederhana, kompetisi tersebut tidak prospektif untuk klub-klub Indonesia.

Sama seperti yang terjadi di Eropa, jatah bermain di Liga Champions Asia berdasarkan koefisiensi negara tersebut di federasi sepak bola Asia. Dengan koefisiensi atau total poin AFC Indonesia yang terakhir mencapai angka 16.406, atau berada di peringka ke-24 Asia, Indonesia berhak atas tiga slot bermain di kompetisi Asia. Satu jatah berlaga terlebih dahulu di babak kualifikasi, sementara dua jatah lain adalah slot untuk bermain langsung di kompetisi Piala AFC.

Perjalanan tim-tim asal Indonesia tidak begitu bagus di Liga Champions Asia dalam beberapa tahun ke belakang. Kebanyakan lebih sering gagal lolos ke fase grup, lalu terlempar ke Piala AFC. Seandainya bermain di fase grup pun, jarang ada yang bisa lolos ke babak selanjutnya. Hasil terbaik tim Indonesia di Liga Champions Asia terjadi pada tahun 2009. Kala itu Sriwijaya FC berhasil menang 4-2 dari tim asal Cina, Shandong Luneng. Sayangnya Laskar Wong Kito gagal melaju ke babak selanjutnya.

Piala AFC lebih realistis

Berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di kompetisi level kedua, Piala AFC. Indonesia terlihat lebih memilki taji di sini ketimbang bermain di ajang Liga Champions Asia. Hal ini disebabkan karena klub-klub peserta kompetisi Piala AFC boleh dibilang berasal dari negara yang kualitas sepak bolanya tidak jauh berbeda dengan Indonesia.

Ketika Liga Champions Asia hanyalah ajang pertarungan antara tim Asia Timur dan Asia Barat Daya, ditambah Australia, Piala AFC menjadi tempat bertarung bagi kesebelasan-kesebelasan asal negara Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara (kecuali Thailand, tentu saja), di mana Indonesia berada di dalamnya.

Klub-klub Indonesia tidak perlu bertemu tim-tim besar dari negara Asia Timur seperti dari Jepang, Korea Selatan, atau Cina. Atau negara-negara Arab yang juga terkenal superior di sepak bola Asia. Di ajang Piala AFC, Indonesia “hanya” akan bertemu klub-klub dari negara seperti Maladewa, Bangladesh, India, dan klub-klub lain di wilayah Asia Tenggara. Klub-klub asal wilayah Arab pun kebanyakan merupakan klub level kedua, bukan klub besar seperti Al-Ahly atau Al-Ittihad.

Kisah sukses tim dari negara seberang, Johor Darul Takzim, ketika berhasil menjadi juara pada tahun 2015 lalu, tentu menjadi contoh besar. Apalagi di edisi yang sama, andai Indonesia tidak disanksi oleh FIFA, dan kompetisi tidak terhenti, Persipura Jayapura juga memiliki peluang untuk melangkah lebih jauh lagi dalam kompetisi tersebut.

Boleh jadi ini mirip dengan wacana untuk memindahkan keanggotaan Indonesia dari AFC ke Oseania agar memiliki peluang yang lebih besar untuk tampil di Piala Dunia. Untuk kasus kompetisi antarklub, Indonesia bisa saja menolak satu jatah di Liga Champions Asia, dan menambah slot di ajang Piala AFC. Dengan kata lain, Indonesia bisa saja mengirim tiga klub sekaligus di ajang Piala AFC.

Bagaimana caranya?

Sebenarnya tidak ada ketentuan atau regulasi soal apakah negara mesti mengirimkan perwakilan mereka ke ajang Liga Champions Asia. Indonesia bisa saja melakukan penawaran kepada AFC untuk “menghilangkan” jatah Indonesia di Liga Champiosn Asia, dan memindahkannya ke Piala AFC. Karena dalam manual entry dan regulasi kompetisi, AFC memiliki hak prerogatif soal kompetisi, bahkan termasuk soal partisipan.

Toh keuntungan yang didapat klub Indonesia di ajang Liga Champions Asia hanya dari sisi finansial saja, bukan dari aspek kompetisi. Daripada kalah di ajang kualifikasi atau hanya menempati peringkat akhir di fase grup, tentu lebih baik bermain di ajang Piala AFC dulu untuk mengasah ilmu, di mana peluang untuk melaju jauh lebih besar.

Piala AFC menawarkan lebih banyak hal yang bisa memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan sepak bola Indonesia.

Author: Aun Rahman (@aunrrahman)
Penikmat sepak bola dalam negeri yang (masih) percaya Indonesia mampu tampil di Piala Dunia