Dunia Asia

Kiprah Tim-Tim Jepang di Liga Champions Asia

Urawa nyaris saja mengalami bencana di Liga Champions Asia ketika Frederic Mendy melewatkan peluang di babak kedua perpanjangan waktu. Jantung sekitar 20 ribu lebih penonton di Saisuta berhenti berdetak sementara menyaksikan bola bergulir ke gawang Jeju United yang tak terjaga. Hampir saja semua berakhir. Kenangan tereliminasi langsung memenuhi benak banyak orang. Namun, bagusnya bola tidak masuk. Urawa masih bertahan.

Dua menit kemudian, seluruh stadion bergemuruh ketika Ryota Moriwaki secara mengejutkan mencetak gol ketiga, mengembalikan keadaan setelah tertinggal. Dengan demikian skor menjadi 3-2. Kejadian yang sangat luar biasa di mana segala sesuatu bisa terjadi dalam sepak bola dan kejadian sekecil apapun bisa menentukan hasil pertandingan.

Moriwaki terus menerus dikritik dan dicemooh suporter Urawa sebagai biang bobroknya pertahanan mereka. Kontribusi pemain ini secara keseluruhan terhadap pertahanan tim tidaklah baik. Tetapi, golnya yang menentukan di pertandingan yang penting di turnamen regional untuk pertama kali dalam sembilan tahun ini patut diapresiasi. Berkat gol inilah timnya melaju ke perempat-final. Dan kali ini dia juga bermain sangat baik di sektor pertahanan.

Ini pertandingan yang mana membiarkan lawan mencetak gol bisa berakibat fatal. Urawa tidak bisa membuat kesalahan. Mereka melakukan kesalahan, tapi bahkan kemudian bisa tidak kebobolan dan menghindari resiko kalah di menit terakhir. Sekalipun mereka sudah kebobolan delapan laga beruntun, Petrovic terus bermain dengan taktik menyerang habis-habisan yang membuat pertahanannya menganga. Manajer asal Serbia ini perlu memperkuat pertahanan untuk mencegah serangan balik. Lagipula, taktik menyerang habis-habisan ini tentu tidak baik bagi kesehatan jantung para suporter.

Jika duel di Saitama berakhir bahagia, di sisi lain ada tragedi di Ibaraki. Kashima Antlers perlu tampil lebih baik untuk membalas kekalahan 1-0 di Guangzhou. Dan penampilan mereka tidaklah buruk. Pedro Junior menyamakan skor agregat, namun kurangnya konsentrasi saat lemparan ke dalam membuat Paulinho, pemain dengan penampilan paling prima di timnas Brasil asuhan Tite, mencetak gol tandang penting yang harusnya tidak perlu terjadi.

Kashima, sang juara J.League, butuh dua gol lagi. Sayangnya, hanya satu yang tercipta lewat pemain cadangan Mu Kanazaki di jelang waktu akhir. Kegagalan Kashima ini membuat manajer Masatada Ishii dipecat dan digantikan oleh asistennya Go Oiwa.

Pengumuman tiba-tiba ini mengejutkan banyak orang. Kenapa sebuah klub mendepak manajer dengan persentase kemenangan 61 persen, tertinggi di antara pelatih klub J.League yang lain? Kenapa mereka memecat sosok yang mengantarkan klub tersebut menjuarai Liga Jepang dan menjadi juara kedua Piala Dunia Antarklub? Keputusan yang terkesan aneh, namun sebenarnya masuk akal jika Anda melihat lebih dalam latar belakang situasinya.

Tahun lalu, Ishii hampir meninggalkan Kashima dua kali. Pertama, setelah perundingan memanas dengan Kanazaki. Yang kedua, di akhir musim, menyusul hasil buruk di paruh kedua Liga Jepang, jajaran manajemen Kashima telah mempertimbangkan merekrut manajer Brasil sebagai pengganti Ishii tahun 2017. Kecil harapan mereka bisa meraih trofi, namun keajaiban kecil terjadi dan Ishii tetap bertahan dengan posisinya karena tidak masuk akal untuk memecatnya saat itu.

Musim ini, Kashima bertekad meraih lebih banyak gelar, terutama gelar pertama Liga Champions Asia. Investasi besar-besaran dilakukan untuk memperkuat tim, namun kita sudah menjalani hampir separuh musim dan tim belum mengeluarkan potensi terbaiknya. Mereka tidak mencetak banyak gol, tidak mampu menang di kandang, dan akhirnya peluang meraih trofi Liga Champions Asia lepas. Hal ini menimbulkan tekanan pada Ishii karena gagal memenuhi harapan para suporter.

Namun, setidaknya masih ada Kawasaki Frontale, yang melaju dengan relatif mudah selama babak 16 besar dibanding yang terjadi di Saitama dan Ibaraki. Tanpa Chanathip Songkrasin di laga kedua, Muangthong United masih belum bisa mengalahkan tim berseragam biru dan hitam tersebut.

Yu Kobayashi, yang memainkan sepak bola terbaiknya sepanjang karier saat ini (hal yang sama berlaku juga dengan penyerang Urawa, Shinzo Koroki, yang dua kali dicoret dari skuat terakhir timnas Jepang asuhan Vahid Halilhodzic) mencetak satu gol dan membukukan satu asis saat timnya menang 4-1 (Kawaski unggul agregat 7-2).

Kawasaki menjadi salah satu klub yang belum terkalahkan di Liga Champions Asia bersama klub Arab Saudi, Al Hilal. Frontale bisa jadi bukan unggulan seperti Urawa, Guangzhou, dan Shanghai untuk mencapai final, namun, secara kualitas permainan, mereka menunjukkan mereka tidak tertinggal.

Disclaimer: Disarikan dari reportase Tiago Bontempo dengan judul Asian Championship League Review: Moriwaki the unlikely hero at Urawa; Ishii the scapegoat at Kashima; Kawasaki cruise to quarter-finals.”

Author: Yasmeen Rasidi