Kelebihan dan Kekurangan Format Dua Wilayah pada Liga 1 2020
Pada bagian sebelumnya alasan geografis sempat disebutkan menjadi salah satu alasan kenapa menggelar kembali Liga Indonesia dengan format dua wilayah dianggap tepat, bukan hanya sekadar jalan terbaik sebagai obat di kala pandemi seperti ini. Bahkan format dua wilayah bisa menjadi rencana jangka panjang Liga Indonesia yang lebih baik.
Janganlah naif, meski kiblat sepak bola modern ada di Eropa toh format dua wilayah yang sukses dipakai di MLS andai diaplikasikan ke Liga Indonesia bukanlah tanda kemunduran sebuah liga.
Jika berpikir jangka pendek untuk Liga 1 2020, seperti yang dikatakan Yunus Nusi di awal tulisan ini format dua wilayah digunakan demi menyiasati jadwal karena mepetnya penyelenggaraan liga dengan Piala Dunia U-20 2021. Namun jika berpikir untuk jangka panjang format dua wilayah bisa memecahkan permasalahan klasik menyangkut finansial klub yang berhubungan dengan problematika geografi Indonesia.
Secara tidak langsung menggelar kembali Liga Indonesia dengan format dua wilayah dianggap efektif dan efisien untuk keuangan klub, terlebih di masa pandemi seperti ini. Apalagi di Liga 1 2020 pesertanya terbentang dari ujung barat dengan hadirnya tim promosi Persiraja Banda Aceh hingga ujung timur Indonesia yang diwakilkan Persipura Jayapura.
Namun banyak yang beranggapan bahwa format dua wilayah membuat liga berjalan kurang menarik karena tim klub hanya bertemu “separuh” kekuatan sepak bola nasional, kecuali bagi mereka yang lolos ke babak delapan besar. Tim yang tidak lolos delapan besar (dan ikut play-off degradasi) mungkin menyelesaikan musim lebih cepat.
Sempat ada wacana jika kembali digulirkan di tengah pandemi Liga 1 2020 akan meniadakan degradasi, namun belum ada kejelasan akankah wacana ini kembali diwujudkan ketika PT. LIB memilih untuk menggelar liga di bulan Januari 2021 dengan format dua wilayah. Jika pun ada degradasi, PT. LIB bisa mengadopsi sistem berlapis yang digunakan beberapa liga yakni mengadakan play-off degradasi seperti halnya babak delapan besar.
Itu berarti, jika mengacu pada jumlah peserta Liga 1 2020 yakni 18 tim, berarti sepuluh di antaranya yang tidak lolos ke babak delapan besar akan memainkan kompetisi kecil entah dengan sistem gugur ataupun klasemen penuh untuk menghindari degradasi. Namun menggelar kembali Liga Indonesia dengan format dua wilayah bukan tanpa resiko, karena sistem ini rawan “main mata” terlebih bagi tim-tim yang berpeluang lolos ke delapan besar.
Di satu sisi jadwal pertandingan liga akan menjadi tidak sepadat biasanya. Hal ini membuat PSSI dan PT. LIB bisa menyelipkan jadwal Piala Indonesia, kompetisi yang nampaknya berjalan baik-baik saja di era Liga Indonesia dengan format dua wilayah yang saat itu masih bernama Copa Indonesia namun tiba-tiba menjadi dianaktirikan di era Liga Super Indonesia hingga “reinkarnasi”-nya kembali di musim lalu.
Belum lagi sejak beberapa tahun ke belakang permasalahan klasik Liga Indonesia kerap diganggu agenda politik, selain hal lumrah lain seperti jeda internasional, libur puasa dan Lebaran, serta kompetisi klub di level regional meski bagi klub tertentu saja. Maka bisa dipastikan format dua wilayah ini bisa menjadi obat yang tak hanya berguna di kala pandemi tapi juga untuk jangka panjang.
Terakhir, siapa yang tak mau bernostalgia dengan laga bertajuk perang bintang di akhir musim yang selalu dinantikan? Betapa serunya menantikan skuad terbaik pilihan pecinta sepak bola nasional lewat sistem voting di akhir musim untuk membela wilayahnya masing-masing. Kalian punya kenangan soal ini, Tribes?
BACA JUGA: Nostalgia Perang Bintang Liga Indonesia