Bagi penikmat sepak bola periode awal 2010, nama Alexandre Pato bukanlah nama yang asing bagi mereka. Penyerang AC Milan itu sedang menjalani puncak kariernya sebagai pesepak bola.
Berusia masih sangat belia, tak ada yang mengira pemain kelahiran Pato Branco, Brasil, itu kariernya akan berakhir di Liga Cina. Bagaimana hal itu bisa terjadi?
Begini ceritanya.
Tahun 2006, kala itu Pato masih berusia 16 tahun dan memperkuat klub Brasil, Internacional. Penampilan apiknya bersama Internacional membuat bakat pemain kelahiran 2 September 1989 itu tercium oleh raksasa Eropa kala itu, AC Milan.
Singkat cerita, pada 2 Agustus 2007 AC Milan resmi mendapatkan talenta Brasil tersebut dengan mahar sebesar 24 juta euro. Sebuah harga yang fantastis kala itu untuk pemain di bawah 20 tahun.
Kedatangan Pato membuat Milanisti berharap banyak dengan bakatnya, mengingat mereka kala itu juga diperkuat oleh bintang Brasil dalam sosok Ricardo Kaka. Wajar bila Milanisti berharap penampilan Pato secemerlang pendahulunya.
Seperti sudah ancang-ancang jauh-jauh hari, Pato langsung membuat publik San Siro mencintai dirinya. Ia tanpa ragu mencetak gol di pertandingan debutnya di Serie A kala Milan menghancurkan Napoli 5-2.
Bakat yang memukau berupa skill individu khas pemain Brasil, kecepatan yang mumpuni, ditambah dengan kreativitas dan penyelesaian akhir yang tajam, membuat atributnya sebagai penyerang kelas wahid menjadi komplit.
Di usia yang masih muda, Pato sudah meraih musim-musim terbaiknya bersama Milan, di mana dalam dua musim beruntun dia menjadi pencetak gol terbanyak untuk I Rossoneri.
Musim 2010/2011 adalah puncak kariernya karena di musim tersebut penyerang yang kini hampir menginjak usia 31 tahun itu mampu mengantarkan Milan menjadi juara Serie A, dan setahun berselang mampu menggondol trofi Coppa Italia ke San Siro.
BACA JUGA: Dunia Pernah Sempurna untuk Alexandre Pato