Malam yang panjang di Johannesburg, pada hari yang Andres Iniesta katakan sebagai an unforgettable day, a historic day, mata seluruh dunia terarah ke ujung selatan Afrika.
Shakira yang tampil enerjik dengan tarian dan nyanyian Waka-Waka mungkin tidak pernah menyangka apa yang akan terjadi dengan cintanya selepas partai final tersebut.
Nelson Mandela, salah satu tokoh yang berpengaruh di tanah Afrika dan dunia termasuk orang yang beruntung. Ia telah meraih segalanya dalam hidup: perjuangan, kemerdekaan, dan tentunya, sepak bola.
Pesta sepak bola di negaranya seakan menjadi hadiah spesial di hari tuanya. Bayangkan saja jika kemerdekaan, kebebasan, dan anti-apartheid tidak diperjuangkan, mungkin tanah Afrika belum menjadi tuan rumah dari pesta sepak bola paling akbar di muka bumi ini.
Maka pantas dan layak jika seisi Stadion Soccer City bergemuruh ketika Nelson Mandela yang selalu tersenyum itu mendapat kehormatan dan diarak mengitari lapangan sebelum pertandingan dimulai.
Malam terakhir di Johannesburg, semua orang sepertinya sadar, setelah malam itu usai, tidak akan ada lagi hari-hari penuh gairah dan euforia di sudut-sudut kota di Afrika Selatan. Tidak ada lagi gadis-gadis Amerika Latin berkulit eksotis yang menari girang di tribun stadion.
Tidak ada lagi suporter dari Eropa yang merangkul hangat warga lokal di depan stadion. Tidak ada lagi keramahan dan persaudaraan yang menembus batas sekat-sekat perbedaan. Hari-hari yang penuh gairah itu tidak terulang lagi di tanah Afrika, kecuali jika mereka kembali menjadi tuan rumah.
Di sisi lain, Paul The Octopus tengah menikmati puncak popularitasnya di dalam sebuah akuarium ketika berhasil meramal partai semi-final dengan tepat. Kini seluruh dunia tengah menanti, apakah ramalannya di final tepat atau meleset (dan ternyata tepat).
Malam terakhir di Stadion Soccer City, Johanesburg, Afrika Selatan layak mendapat apresiasi atas apa yang sudah mereka persembahkan untuk dunia sepak bola.
Malam terakhir itu adalah sejarah bagi Afrika, sejarah bagi Spanyol (sang juara), dan tentunya, menjadi sejarah bagi seorang pria Catalan yang tidak pernah melupakan kematiannya sahabatnya sampai kapan pun. It’s time for Africa! It’s time for Spain! It’s time for Iniesta!
BACA JUGA: JDT Tak Kuasa Membendung Daya Magis Iniesta