Cerita

Muchas Gracias, Andres Iniesta

Duduk di hadapan jurnalis sepak bola yang memadati ruang konferensi pers di Ciutat Esportiva Joan Gamper, ada sesuatu yang berbeda dengan Andres Iniesta. Walau ucapan selamat sore dan senyum sempat muncul dari bibirnya sebagai tanda sapaan, mimik wajah dan gestur tubuhnya menyiratkan perasaan yang berat.

Pada momen tersebut, gelandang berumur 33 tahun itu mengumumkan bahwa di pengujung musim kompetisi 2017/2018 ia akan meninggalkan Barcelona, kesebelasan yang menempa bakatnya sedari belia dan melambungkan namanya sebagai salah satu pesepak bola terbaik di jagad raya.

Melepas atau meninggalkan suatu hal yang dicintai, acapkali mengaduk-aduk perasaan umat manusia. Hal ini pula yang semalam dirasakan oleh Iniesta. Berkali-kali ia harus menghela napas panjang nan berat. Berkali-kali pula Iniesta berusaha keras untuk menenangkan diri. Tapi seperti yang sama-sama kita ketahui, ia tak dapat membendung tangis yang seketika membasahi pipi. Air mata itu sendiri membungkus rasa bangga, cinta, enggan, gembira, sedih, dan terima kasihnya kepada El Barca.

Lahir di Fuentealbilla, sebuah kota kecil di Provinsi Albacete, Iniesta telah menunjukkan kemampuan brilian sejak masih berusia 12 tahun. Alhasil, ada banyak pemandu bakat dari klub-klub profesional Spanyol yang mengamati dirinya secara seksama.

Tim raksasa ibu kota, Real Madrid, sesungguhnya jadi kubu pertama yang ‘mendapatkan’ jasa Iniesta. Kebetulan, kedua orang tua Iniesta juga ingin melihat putra mereka bermain untuk Los Blancos suatu hari nanti.

Namun sial buat Madrid, kesempatan emas beroleh talenta brilian dalam wujud Iniesta menguap begitu saja lantaran tempat tinggal yang mereka sediakan bagi para pemain muda yang akan dimasukkan ke akademi klub pada zaman itu, berada di sebuah distrik yang dekat dengan kawasan prostitusi. Kondisi tersebut bikin orang tua Iniesta merasa tidak nyaman.

Bersamaan dengan momen itu pula, pelatih tim muda Barcelona, Enrique Orizaola, yang mengenal kedua orang tua Iniesta, membujuk mereka agar mengizinkan sang putra bergabung dengan akademi El Barca, La Masia. Terlebih, Orizaola juga berani menjamin bahwa lingkungan di sana sangat aman dan nyaman untuk para penggawa belia.

Keputusan untuk hijrah ke Catalonia ternyata tidak salah, sebab potensi Iniesta justru semakin melesat tinggi bak roket. Pep Guardiola yang ketika itu masih aktif bermain dan membela Barcelona bahkan meyakini jikalau suatu hari nanti, Iniesta akan membuat dirinya terdepak dari Stadion Camp Nou.

Di seluruh jenjang usia, Iniesta memperlihatkan perkembangan yang signifikan dan masif. Walau perawakan tubuhnya kecil dan kecepatan serta akselerasi larinya cenderung lambat, Iniesta memiliki inteligensia, mentalitas, teknik olah bola, serta visi eksepsional.

Berbekal rapor brilian tersebut, Iniesta seolah cuma menunggu waktu saja untuk beroleh kesempatan debut sebagai pemain profesional. Pada tanggal 29 Oktober 2002, mengambil ajang Liga Champions dan Stadion Jan Breydel yang jadi markas Club Brugge (Belgia) sebagai panggung, momen bersejarah buat Iniesta itu akhirnya lahir.

Lalu seperti yang sama-sama kita ketahui saat ini, Iniesta mengukir beraneka cerita indahnya sendiri bareng El Barca di tahun-tahun selanjutnya. Dengan skill brilian yang dimilikinya, Iniesta tumbuh menjadi tulang punggung Barcelona di sektor tengah.

“Salah satu pemain yang dapat memainkan sepak bola dengan cara yang sempurna adalah Iniesta. Sebagai gelandang, dirinya tahu kapan harus naik ke depan untuk membantu serangan atau mundur demi memperkuat area pertahanan. Iniesta dapat memilah saat yang tepat untuk melakukan segalanya, baik menggiring atau mengumpan bola sampai mengatur tempo permainan. Kamu bisa saja dilatih bagaimana cara menembak atau mengontrol bola dengan paripurna tapi memahami secara rinci apa yang telah, sedang dan mungkin akan terjadi di atas lapangan adalah berkah tersendiri yang membuat figur layaknya Iniesta tidak sama dengan lainnya”, puji Juan Roman Riquelme seperti dilansir situsweb resmi FIFA.

Bertandem dengan nama-nama semisal Sergio Busquets, Deco Souza, Edmilson Ivan Rakitic, Ronaldinho, dan Xavi Hernandez di ruang permainan, Iniesta berhasil membawa puluhan trofi untuk dipajang dengan gagahnya di lemari trofi El Barca.

Secara keseluruhan, Iniesta sudah menghadiahkan 31 gelar prestisius, baik di kancah domestik, regional ataupun internasional, sepanjang kariernya mengenakan seragam Barcelona. Uniknya, jumlah itu pun masih berpeluang bertambah satu lagi di akhir pekan ini mengingat El Barca cuma membutuhkan satu kemenangan lagi buat mengunci gelar La Liga 2017/2018.

Mengacu pada statistik via Transfermarkt, selama 16 musim membela panji Barcelona, Iniesta sudah merumput di 670 partai resmi pada berbagai ajang. Berbarengan dengan itu pula, pria setinggi 171 sentimeter tersebut sukses mengepak 57 gol dan 141 asis. Namun mengingat musim kompetisi 2017/2018 belum usai, jumlah partai, gol dan asis Iniesta masih punya peluang untuk dipertajam sebelum benar-benar pergi dari Catalonia.

Ia tidak dikenal sebagai sosok pemain tengah yang sering memperlihatkan gocekan maut nan presisi untuk melewati para pemain lawan demi mengundang decak kagum para penonton. Namun setiap kali bola ada di kaki Iniesta, yakinlah kalau keajaiban adalah suatu hal yang niscaya tercipta. Hal itu pula yang membuatnya beroleh julukan El Ilusionista atau Sang Ilusionis.

Andai Barcelonistas duduk terpekur dengan perasaan sedih sembari menitikkan air mata dan napas tersengal-sengal, maka itu adalah suatu hal yang wajar. Pasalnya, mereka bakal kehilangan satu lagi maestro lapangan hijau yang amat dicintai dalam wujud Iniesta.

Muchas gracias, Andres.