Tidak ada pesta yang tidak berakhir. 12 Februari 2020, kiper Iker Casillas pensiun dari dunia sepak bola setelah 22 tahun berkarier.
Melewati 1.048 pertandingan, dua klub, dan 24 trofi, menjadikannya sebagai salah satu kiper terbesar dalam sejarah sepak bola.
Casillas adalah kiper yang mewakili sebuah era. Pada masa ketika seorang kiper identik dengan sosok berbadan tinggi besar layaknya Peter Schmeichel, Edwin van der Sar, Oliver Kahn, hingga Francesco Toldo, Casillas datang, menyelamatkan gawang, lalu membawa sejuta kenangan untuk dikenang.
Kisahnya dimulai 12 September 1999. Kala itu Real Madrid yang bertandang ke Stadion San Mames kandang Athletic Bilbao, kehilangan dua kiper utamanya yakni Bodo Illgner dan Albano Bizzari yang dibekap cedera. Tak ada pilihan bagi Real Madrid, kecuali memainkan kiper akademi Iker Casillas yang saat itu baru berusia 17 tahun.
Casillas muda tentu gugup, pasalnya ia yang biasa dilihat oleh 500 penonton kini disaksikan 50.000 orang di stadion. Apa lagi saat itu, Real Madrid baru kehilangan trofi LaLiga 1998/1999 menambah beban di pundaknya.
Sorot mata Madridista menatap tajam padanya. Di pertandingan itu, Casillas kebobolan dua gol. Beruntungnya Real Madrid masih membawa pulang poin setelah pertandingan berakhir imbang 2-2. Tak pelak, bek sekaligus kapten Real Madrid, Fernando Hierro, berkali-kali memarahi Casillas Muda.
BACA JUGA: Kidung Pujian untuk Fernando Hierro
Manajemen Real Madrid tidak mau mengambil risiko dengan memberikan beban terlalu besar pada kiper belia. Terlebih kala itu, Presiden Lorenzo Sanz punya ambisi yang besar terhadap bertambahnya trofi di lemari klub.
Dikarenakan tak ada pilihan kecuali mendatangkan kiper baru, pilihan jatuh pada kiper Real Valladolid, Cesar Sanchez. Transfer pun terjadi, Casillas muda harus kembali mengisi hari-harinya di bangku cadangan.
Beberapa klub besar Eropa kemudian mulai bertanya tentang kemungkinan membeli Casillas dari Real Madrid. Namun, Casillas memilih bertahan dan mengaku bahwa dirinya adalah Madridista yang tidak akan meninggalkan Real Madrid.
Naik turun karier Casillas
Tiga tahun kemudian, kesempatan kedua bagi Casillas hadir di final Liga Champions 2002, kala Real Madrid bertemu wakil Jerman, Bayern Leverkusen, di partai puncak.
Ketika laga baru berjalan 20 menit, Cesar Sanzhez mengalami cedera. Pilihan waktu itu tak ada kecuali memainkan Casillas.
Sesaat setelah memasuki lapangan, kapten Fernando Hierro berlari menemui Casillas yang saat itu sudah di depan gawang. Hierro kemudian menyemangati Casillas sembari menepuk-nepuk punggung juniornya itu dan berteriak “Dale Iker.. Dale Iker… A Por Ellos” (Ayo Iker… Ayo Iker… rebut kembali).
Di pertandingan itu, Casillas tampil memukau. Ia yang sudah berusia 20 tahun, menunjukkan dirinya sudah lebih matang. Beberapa kali penyelamatan krusial ia lakukan, dan yang paling fenomenal adalah penyelamatan gemilangnya menahan sundulan Dimitar Berbatov.
Di akhir pertandingan Real Madrid menang 2-1, dan trofi tersebut adalah piala Liga Champions yang ke-8 untuk Real Madrid, menegaskan Los Merengues sebagai Raja Eropa. Sejak saat itu, Iker Casillas hampir tak pernah kehilangan tempat sebagai penjaga gawang utama Real Madrid.
BACA JUGA: Ketika Leverkusen Menjadi Neverkusen
Musim 2012/2013 bisa dibilang tahun yang berat bagi Casillas di Real Madrid. Menurunnya performa dan cedera panjang yang menjadi alasannya. Pun memburuknya hubungannya antara dirinya dengan pelatih Jose Mourinho, serta kedatangan kiper Diego Lopez membuatnya sempat merasa fustasi.
Lebih lagi, para pemain seperti Xabi Alonso, Alvaro Arbeloa, dan Jose Callejon mulai menjauhinya karena mendukung Mourinho, membuat Casillas semakin terpojok.
Beruntungnya, Presiden Real Madrid Florentino Perez sangat sayang padanya. Di samping Real Madrid yang nihil gelar di musim itu, memburuknya ruang ganti Real Madrid karena terbelahnya tim antara pendukung Mourinho dan pendukung Casillas, membuat manajemen El Real memecat Mourinho tepat di hari ulang tahun Casillas pada 20 Mei 2013.
Real Madrid bergerak cepat untuk mempersiapkan musim 2013/2014 dengan mendatangkan pelatih baru, Carlo Ancelotti. Sekaligus berjuang atas lepasnya trofi Liga Champions yang terakhir kali diraih Real Madrid tahun 2002, yang kala itu juga digawangi Iker Casillas.
Carlo Ancelotti kemudian mengembalikan posisi Casillas sebagai penjaga gawang utama di turnamen Liga Champions. Obsesi gelar ke-10 (La Decima) menjadi alasannya.
Terbukti, di musim itu Real Madrid berhasil mengalahkan Atletico Madrid 4-1 di final Liga Champions 2014. Casillas membawa Los Blancos meraih La Decima, sekaligus gelar Liga Champions ke-3 yang ia persembahkan untuk Real Madrid.
Satu musim sesudahnya, di akhir musim 2014/2015 Casillas harus meninggalkan Real Madrid karena performa yang menurun. Tanpa upacara perpisahan, sepi dan berurai air mata, Casillas menghadiri konferensi pers dan mengumumkan dirinya akan meninggalkan Real Madrid. Legenda itu berjalan sendirian.
Tak menunggu lama setelah pengumuman itu, pada 11 Juli 2015, Casillas bergabung dengan klub Portugal, FC Porto. Bersama Porto, Casillas berhasil mempersembahkan gelar liga domestik dan Piala Super Portugal musim 2017/2018.
Sampai pada awal Mei 2019, Casillas mengalami serangan jantung yang memaksanya tidak bisa bermain hingga akhir musim 2018/2019.
Kemudian setelah 4,5 tahun membela Porto, Casillas mengumumkan gantung sepatu dari dunia sepak bola. Selain alasan kesehatan, secara terang-terangan Casillas mengumkan ia sedang mengajukan diri di seleksi Presiden Federasi Sepak Bola Spanyol (RFEF) melawan Luis Rubiales.
BACA JUGA: 1 Juli 2012: Hat-trick Generasi Emas Spanyol
Kepemimpinan Casillas
Casillas adalah simbol perjuangan, kegigihan dan semangat di Real Madrid. Casillas adalah Madridismo yang telah memberikan segalanya untuk Real Madrid yang ditapakinya dari akademi, pemain pengganti, pemain utama hingga menjadi kapten tim.
Lebih jauh, Casillas telah mempersembahkan lima trofi LaLiga, tiga trofi Liga Champions, empat trofi Super Spanyol, dua trofi Copa del Rey, hingga tiga trofi Piala Dunia Antarklub untuk Real Madrid.
Tidak hanya di Real Madrid, sejarah sepak bola pun akan mencatatkan namanya sebagai simbol pemersatu di Spanyol. Selain menjadi kapten Spanyol saat menjuarai Piala Eropa 2008 dan 2012 serta yang paling fenomenal Piala Dunia 2010. Casillas mampu menjaga keselarasan di timnas di tengah situasi politik negara Spanyol yang memanas, dan terbelah.
Bukan tanpa beban pula bagi Casillas saat menjadi kapten bagi Carles Puyol, Andres Iniesta, Xavi Hernandez, hingga Sergio Busquet yang merupakan orang Catalan di. Pun Xabi Alonso yang berasal dari Andalusia, serta Fernando Liorente yang berasal dari Basque.
Alasannya tidak sederhana, karena baik Catalan dan Basque adalah dua wilayah yang selama ini ingin merdeka dan melepaskan diri dari Spanyol. Tapi Casillas mampu mempersatukannya secara harmoni. Casillas adalah pemimpin sejati, ia disegani dan dihormati kawan maupun lawan.
BACA JUGA: Membayangkan Liga Catalunya
Menjadi kiper mungkin hal yang paling tak mengenakkan di sebuah tim sepak bola. Selain punya tanggung jawab yang besar agar gawangnya tak selalu kebobolan, semua penyelamatan berapapun banyaknya bisa sekejap tidak dikenang jika ada rekan yang lengah dan berujung kebobolan.
Tapi sekali lagi, kesulitan itu mampu diubah Casillas menjadi terlihat sangat mudah. Jadi wajar jika Casillas dijuluki sebagai “Saint Iker”.
Lebih lanjut, dalam terminologi Teologi Kristen, Saint atau Santo berarti seseorang yang terbukti menjalani hidup dengan kebajikan dengan banyak penyelamatan.
Terbukti lewat gawang yang berulang kali diselamatkannya, Casillas yang berasal dari Castillan pernah memberikan kebanggaan atas nasionalisme bagi warga Catalan dan Basque terhadap bendera merah- kuning-merah Spanyol. Walau hanya sekejap, itu terasa sangat cukup.
Gracias, Iker!
*Penulis bisa disapa di akun twitter @anwargigi