Tribe Ultah

Kidung Pujian untuk Fernando Hierro

Bila membahas tentang kejayaan Real Madrid di kancah sepak bola, baik di level domestik, regional ataupun internasional, nama yang paling mudah terlintas di kepala adalah Cristiano Ronaldo, Luka Modric, Iker Casillas, hingga Raul Gonzalez. Terlebih, bagi Madridistas jaman now.

Namun bila menarik benang sejarah ke era yang sedikit lampau, maka sosok Fernando Hierro pasti akan menyeruak ke permukaan sebagai salah satu bintang kepunyaan Los Blancos.

Semasa belia, Hierro yang memimpikan karier di dunia sepak bola plus mengidolai figur Diego Maradona menimba ilmu bareng tim-tim asal kota asalnya. Tak terkecuali Club Deportivo Malaga, di mana ia menghabiskan periode singkat lantaran dianggap tak memiliki kapasitas mumpuni sebagai pesepak bola.

Namun semangat juang dan tekad kuat Hierro untuk menjadi pesepak bola tidak luntur akibat hal tersebut. Cita-citanya terwujud setelah Real Valladolid merekrutnya di tahun 1987 dan memberinya kesempatan debut sebagai penggawa profesional pada tahun yang sama.

Selama dua musim berkostum Los Pucellanos, Hierro yang berposisi natural sebagai pemain bertahan sukses tampil baik. Alhasil, sejumlah klub papan atas Spanyol seperti Atletico Madrid dan Real Madrid, menaruh atensi tinggi terhadapnya.

Jelang bergulirnya musim kompetisi 1989/1990, pria kelahiran Velez-Malaga ini digadang-gadang siap berlabuh ke Atletico. Apalagi manajemen Valladolid, konon sudah memiliki kesepakatan verbal dengan kubu Los Colchoneros untuk melepas sang pemain ke Stadion Vicente Calderon (kandang lawas Atletico).

Namun selayaknya balapan di antara dua pria yang berebut satu wanita, Madrid justru sukses mendapatkan tanda tangan Hierro usai menyalip Atletico di tikungan pamungkas.

Ajaib, kepindahan Hierro menuju tim paling kondang di Negeri Matador justru semakin melambungkan karier sepak bolanya. Bertempur bareng nama-nama tenar seperti Emiliano Butragueno, Luis Milla, Manuel Sanchis, dan Hugo Sanchez, Hierro langsung memaku posisi inti di setiap musim.

Pada musim perdananya merumput di Stadion Santiago Bernabeu, ia berperan besar atas gelar La Liga Spanyol lima kali beruntun yang diperoleh Los Blancos dalam rentang 1986-1990.

Oleh para pembesut Madrid, Hierro yang sebelumnya kerap dipasang sebagai bek tengah juga mulai difungsikan sebagai gelandang bertahan karena jago dalam mendistribusikan bola (memiliki passing range yang luar biasa) sembari menginisiasi permainan dari belakang. Luar biasanya lagi, Hierro melengkapi kemampuan ciamik tersebut dengan keahlian mencetak gol. Baik lewat permainan terbuka ataupun bola-bola mati.

Di musim 1991/1992, tatkala Madrid finis sebagai runner-up La Liga, Hierro bahkan keluar sebagai top skor klub pada musim tersebut lewat koleksi 21 gol. Untuk gelar El Pichichi alias pencetak gol terbanyak La Liga, ia cuma kalah dari penyerang milik Atletico, Manolo, yang menorehkan 27 gol.

Pencapaian-pencapaian apik yang sukses ia torehkan, membuat nama Hierro meroket sebagai figur komplet di atas lapangan hijau. Bek yang tak kenal kompromi, genius saat bermain di tengah dan seperti penyerang lantaran ganas di depan jala lawan (sosok yang pasti jadi rebutan di era sekarang). Jurnalis El Pais, Santiago Segurola, bahkan menyebutnya sebagai pemain belakang dengan jiwa penyerang yang buas!

Dari sekadar pemain penting, Hierro bertransformasi jadi simbol anyar Madrid di era 1990-an. Posisinya sulit digeser oleh nama-nama baru yang rutin didatangkan manajemen ke Stadion Santiago Bernabeu. Ia bahkan memperoleh jabatan kapten selepas Sanchis pensiun.

Selama 14 musim membela panji Los Blancos, Hierro turun di 601 pertandingan pada seluruh kompetisi. Catatan golnya pun menembus angka 105 biji. Dipandang dari sudut manapun, apalagi posisinya yang seorang pemain bertahan, torehan itu jelas eksepsional.

Dalam periode hampir satu setengah dekade itu pula, Hierro sukses menghadiahkan 16 gelar juara dengan rincian lima titel La Liga, satu Piala Raja Spanyol, empat Piala Super Spanyol, tiga Liga Champions, sebiji Piala Super Eropa, dan dua Piala Interkontinental.

Namun sayang, ia tak pensiun di ibu kota Spanyol karena seusai kontraknya habis, Hierro memilih pergi ke Qatar untuk membela Al Rayyan di musim 2003/2004. ‘Stasiun’ terakhir lelaki yang memang berasal dari keluarga pemain sepak bola ini semasa aktif adalah klub Inggris, Bolton Wanderers, di musim 2004/2005.

Kecemerlangan sosok yang tengah merayakan hari jadinya yang ke-50 ini di masanya, juga membuat para pelatih tim nasional Spanyol selalu mengandalkannya. Dalam buku sejarah La Furia Roja, Hierro duduk di tempat kelima sebagai pemain dengan jumlah caps terbanyak yaitu 89 kali serta turun di empat Piala Dunia (1990, 1994, 1998 dan 2002) dan dua gelaran Piala Eropa (1996 dan 2000).

Sedikit trivia, namanya pun sempat jadi pencetak gol terbanyak timnas Spanyol dengan koleksi 29 gol sebelum akhirnya dipatahkan oleh jagoan-jagoan La Furia Roja yang lain seperti David Villa, Raul, Fernando Torres, dan David Silva.

Namun perlu diingat bahwa empat sosok tersebut memiliki posisi natural sebagai penyerang maupun gelandang yang lebih ofensif ketimbang bek selayaknya Hierro sehingga capaiannya itu terasa lebih spesial. Wajar bila para penggemar sepak bola memberi pujian untuk perjalanan fantastis Hierro sebagai pemain tersebut.

Selepas pensiun dari kancah sepak bola, Hierro menekuni karier sebagai pelatih. Sempat menjadi asisten pelatih Los Blancos pada era Carlo Ancelotti (2014-2015), Hierro mengejar mimpi yang lebih tinggi dengan menerima tawaran Real Oviedo untuk duduk sebagai entrenador di musim 2016/2017.

Tapi kegagalannya mengantar Oviedo promosi ke La Liga pada musim tersebut, membuat Hierro berketetapan untuk cabut dari Stadion Carlos Tartiere dan sampai kini, masih menanti pinangan kesebelasan lain.

Feliz cumpleanos, Fernando.

Author: Budi Windekind (@Windekind_Budi)
Interista gaek yang tak hanya menggemari sepak bola tapi juga american football, balap, basket hingga gulat profesional