Suara Pembaca

Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Sepak Bola

Suporter sepak bola sering kali diidentikkan dengan laki-laki, namun saat ini tidak hanya laki-laki saja yang menjadi suporter, bahkan perempuan sudah mulai banyak.

Belakangan ini menjadi fenomena yang menarik, karena hampir di setiap pertandingan sepak bola ditemui kehadiran suporter perempuan dan jumlahnya semakin meningkat dari waktu ke waktu.

Berdasarkan penelitian Nielsen pada tahun 2013, data menunjukkan 32 persen jumlah suporter perempuan, yang berarti terjadi peningkatan signifikan pada suporter perempuan untuk menonton sepak bola.

Keberadaan kaum perempuan di tribun sudah “memberi sinyal” bahwa dapat mewujudkan kesetaraan gender dalam sepak bola.

Apa yang dimaksud dengan gender?

Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu ‘gender’. Sering kali gender disamakan dengan seks (jenis kelamin laki-laki dan perempuan). Padahal, seks berbeda dengan gender. Seks bersifat biologis dan gender bersifat psikologis, sosial, dan budaya.

Istilah ‘gender’ pertama kali diperkenalkan oleh Robert Stoller untuk memisahkan pencirian manusia yang didasarkan pada pendefinisian yang bersifat sosial budaya, dengan pendefinisian yang berasal dari ciri-ciri fisik biologis.

Gender merupakan behavioral differences (perbedaan perilaku) antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial, yakni perbedaan yang bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia (bukan kodrat) melalui proses sosial dan kultural yang panjang.

Dengan demikian, gender dapat berubah dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, bahkan dari kelas ke kelas, sedangkan jenis kelamin (biologis) akan tetap tidak berubah.

BACA JUGA: Hey Piala Gubernur Jatim, Sepak Bola Kok Nggak Boleh Ditonton?!

Mansour Fakih dalam bukunya, Analisis Gender dan Transformasi Sosial (2013: 8), menyatakan suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan dikonstruksi secara sosial maupun kultural.

Misalnya, perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.

Ciri dari sifat itu merupakan merupakan sifat-sifat yang dipertukarkan. Artinya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa.

Sedangkan kesetaraan gender menurut Nugroho (2008: 29) adalah adanya kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.

Terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki dalam memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.

Memiliki akses berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaannya. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan sumber daya.

Keadilan gender adalah sebuah proses dan perlakuan adil terhadap kaum laki-laki dan perempuan. Dengan keadilan gender tersebut berarti tidak ada lagi pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.

Kesadaran akan kesetaraan gender telah menjadi wacana publik yang terbuka, sehingga hampir tidak ada sudut kehidupan manapun yang tidak tersentuh kesetaraan gender terkhusus dalam hal sepak bola.

Gender ini telah menjadi perspektif baru yang sedang diperjuangkan untuk menjadi kontrol bagi kehidupan sosial, sejauh mana prinsip keadilan, penghargaan martabat manusia dan perlakuan yang sama di hadapan apapun antara sesama manusia termasuk laki-laki dan perempuan.

perempuan tidak boleh menghadiri kompetisi sepak bola

Mewujudkan kesetaraan gender dalam sepak bola

Mewujudkan kesetaraan gender dalam sepak bola sudah diawali dengan induk organisasi sepak bola di dunia, yaitu FIFA.

Dalam hal ini, FIFA sudah menambahkan jumlah representasi perempuan dalam posisi-posisi strategis yang ada di FIFA.

Contohnya penunjukan Sekjen FIFA bernama Fatma Samoura beserta enam perempuan yang menjadi executive members pada FIFA Council, masing-masing bernama Mahfuza Akhter Kiron (Bangladesh/AFC), Maria Sol Munoz (Ekuador/Conmebol), Nsekera Lydia (Burundi/Confederation of African Football), Fulford Sonia (Turks&Caicos Islands/Concacaf), Evelina Christilin (Italia/UEFA), Wood Johanna (New Zealand/Oceania Football Confederation).

Selain itu, FIFA juga secara aktif mempromosikan sepak bola perempuan di seluruh dunia melalui kompetisi agar meningkatkan posisi perempuan di masyarakat.

BACA JUGA: Jurnalis Perempuan asal Brasil Banjir Pujian Setelah Lawan Pria yang Berusaha Menciumnya di Rusia

Kesetaraan gender dalam sepak bola dapat terwujud dari sebuah klub sepak bola, misalnya klub sepak bola Eibar yang berasal dari Negeri Matador yang kini merupakan satu-satunya klub sepak bola yang memiliki rasio 50 persen pekerja perempuan dalam posisi administratif.

Eibar merupakan kota di mana perempuan selalu memiliki peran yang sangat besar dalam setiap masyarakat, sejalan dengan klub sepak bola Eibar yang mempekerjakan seseorang berdasarkan kualitas tanpa mempertimbangkan jenis kelaminnya.

Dari rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa kaum perempuan sudah bisa mengelola klub sepak bola yang sejatinya didominasi oleh kaum laki-laki.

Untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam sepak bola juga dapat diwujudkan dalam suporter sepak bola. Suporter saat ini sudah tidak memandang usia, status sosial, bahkan gender. Semua orang yang hidup di dunia ini berhak menikmati pertandingan sepak bola baik laki-laki maupun perempuan.

Di Indonesia sendiri suporter perempuan sudah menjamur di berbagai daerah. Kehadiran suporter perempuan di tribun inilah salah satu faktor yang akan mewujudkan kesetaraan gender dalam sepak bola, karena sepak bola untuk dinikmati semua kalangan bukan hanya kaum laki-laki saja.

Namun, ketika identitas gender masih dibawa-bawa dalam pertanyaan mengenai alasan menyukai sepak bola atau tidak, kesetaraan gender dalam sepak bola jelas belum terwujud.

Sebagai penutup dalam tulisan ini, penulis memberikan sebuah pendapat dari Mansour Fakih yang berbunyi “semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat perempuan dan laki-laki, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, serta berbeda dari tempat ke tempat lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang dikenal dengan gender”.

BACA JUGA: Zhao Lina yang Tolak Kesempatan Jadi Model Untuk Majukan Sepak Bola Perempuan Cina

BACA JUGA: Belajar Ketangguhan dari Fran Kirby, Jagoan Perempuan dari Chelsea Ladies

BACA JUGA: Kisah Shabnam Mobarez, Mantan Pengungsi yang Jadi Kapten Tim Nasional Perempuan Afghanistan

 

*Penulis bisa disapa di akun twitter @fajaragusta_  

Barcelona resmi memboyong Martin Braithwaite dari Leganes senilai 18 juta euro. Berikut ini adalah cuplikan video gol Braithwaite ke gawang Real Murcia.