Afghanistan hingga saat ini masih terseret dalam perang yang sebenarnya tak mereka inginkan. Dampak dari perang tersebut begitu besar, begitu nyata untuk mematikan tak hanya nyawa, namun juga mimpi dari penduduknya. Pada akhirnya, banyak dari mereka yang mengungsi ke negara lain untuk menyelamatkan hidup serta impiannya.
Salah satunya adalah Shabnam Mobarez. Mobarez harus hijrah dari tanah kelahirannya sejak usia enam tahun akibat perang yang berkecamuk. Keluarganya memilih Denmark sebagai negara tempat mereka meneruskan hidup. Di negara tersebut, Mobarez juga mengejar mimpinya yang tak mungkin ia bisa capai di Afghanistan, menjadi pesepak bola profesional.
Ketika masih anak-anak, Mobarez, seperti kebanyakan perempuan lainnya, bermain sepak bola tanpa sepengetahuan orang tuanya. Namun, ia berhasil meyakinkan orang tuanya ketika masuk ke akademi.
“Saya bermain bersama beberapa anak laki-laki di jalanan. Kemudian, ada seseorang yang mengajak saya untuk bergabung ke klub profesional. Pada awalnya, saya takut untuk memberi tahu orang tua saya, hingga saya berlatih secara diam-diam. Namun, setelah mereka mengetahui apa yang saya lakukan, mereka sangat suportif,” ujar Mobarez kepada Guardian.
Singkat cerita, Mobarez ternyata memiliki bakat di sepak bola. Ia akhirnya bermain secara professional untuk salah satu klub terbaik di Denmark, Aalborg. Ia juga sempat ditawari untuk menjadi penggawa timnas Denmark. Namun, bagi Mobarez, sepak bola tak hanya sekedar mata pencaharian belaka. Baginya, sepak bola adalah satu media untuk memberikan harapan bagi Afghanistan. Hal itulah yang menyebabkan dirinya menolak timnas Denmark, dan kini menjabat sebagai kapten timnas sepak bola perempuan Afghanistan.
“Kami berusaha untuk memberikan hal yang positif untuk negara kami (Afghanistan), dan kami percaya kami mampu mengubah pandangan orang Afghanistan tentang sepak bola.”
Tak hanya bermain sepak bola, Mobarez juga kini menyempatkan diri untuk melatih anak-anak Afghanistan yang mengungsi di Denmark.
“Saya melatih secara sukarela di kamp pengungsi. Saya juga ingin membuat perubahan. Saya sempat menjadi pengungsi, dan saya tak ingin membuat anak-anak yang ada di sana mengalami pengalaman buruk seperti saya. Saya ingin melihat mereka tersenyum dan merasa aman,”
Saat ini, usia Mobarez baru menginjak 22 tahun. Namun, apa yang ia lakukan dengan sepak bola begitu menginspirasi, dan patut dijadikan contoh bagi orang lain yang lebih beruntung ketimbang dirinya.