Suara Pembaca

Kegilaan Suporter Song Lam Nghe An FC Saat Tandang

Away day merupakan salah satu tradisi dalam sepak bola. Setiap laga tidak mungkin dilakukan selalu di kandang, maka ada laga tandang yang artinya pertandingan dilakukan di pihak lawan.

Tidak hanya di Inggris, tradisi ini menyebar ke seluruh penjuru dunia, Asia Tenggara tidak terkecuali. Justru lebih semarak.

Di Indonesia, masih lekat di ingatan, bagaimana Bonek dengan tradisi Tret Tet Tet-nya. Di Malaysia ada “Derbi Pantai Timur” atau julukan pertunjukan klasik kala Terengganu FA melawan Kelantan FC, sebagai gambaran away day tidak melulu menyoalkan jarak, namun juga rivalitas.

Kemudian Thailand, tersaji PT Prachuap di selatan yang harus menuju jauhnya utara menuju Provinsi Chiang Rai guna bersua Chiangrai United.

BACA JUGA: Berproses untuk Juara, Seperti Chiangrai United

Paling seru, jika Indonesia menjadi pengecualian, Vietnam bisa menjadi alternatif jawaban. Menengok negara ini memanjang dari utara ke selatan, melewati berbagai gunung dan bukit serta pantai-pantainya yang cantik.

Transportasi murah adalah bus dan kereta, tetapi konsekuensinya adalah waktu. Menumpang bus dari Hanoi menuju Ho Chi Minh City diestimasikan 34 jam perjalanan lamanya.

Jangan berharap dengan kereta (yang paling murah), lantaran di Vietnam lajur kereta masih single track, yang artinya harus saling bergantian dengan kereta lain dari arah berlawanan. 

Itu hanya hitungan dua kota yang dilalui kereta dengan rute langsung. Lalu bagaimana dengan kota-kota yang harus melakukan transit dengan moda transportasi lainnya? Ditambah, sehari hanya empat kereta yang beroperasi dari Hanoi menuju Ho Chi Minh City.

Jika menumpang kereta malam pada tanggal 1, maka akan tiba malam hari pada tanggal 3. Begitu pun sebaliknya. Lalu, kebanyakan laga di V.League 1 adalah pukul 5 sore.

Bagi mereka yang berduit, menaiki pesawat adalah yang paling praktis dan efisien. Tapi, bagaimana dengan mereka yang menggantungkan sepak bola murni sebagai hiburan semata? Mengudara bersama pesawat justru akan mencekik finansial mereka setelah laga usai, bukan? 

“Persetan dengan waktu”, barang kali itu yang ada di benak para suporter Song Lam Nghe An (berikutnya SLNA). Hambatan tersebut dianggap hanya kentut yang patut ditertawakan, lantaran ketidakmungkinan tersebut selalu berbalik menjadi mungkin.

SLNA sendiri merupakan sebuah klub yang berbasis di Kota Vinh, Provinsi Nghệ An, yang memiliki rentetan sejarah panjang semenjak klub ini didirikan tahun 1979.

Klub berjuluk Kim Liên atau Teratai Emas ini memiliki basis suporter yang menamai dirinya Hội CĐV SLNA. Bagi mereka, mencintai sepak bola di Kota Vinh adalah naluriah.

BACA JUGA: Mengenal Song Lam Nghe An, Jagoan Lawas Liga Vietnam

Skuat SLNA FC musim 2018 | Kredit: slnafc.com

Hal tersebut dapat dikatakan semacam kewajaran, bahwasannya perjalanan klub ini bersama suporternya bak gelombang sejarah yang beradu pekat dengan desakan sepak bola modern. Mereka berjalan menuju sebuah gaya yang berbeda. 

Namun ada sebuah hal yang tidak bisa menjadi tolok ukur peradaban sepak bola, yang tidak bisa dibeli dengan uang sebesar apapun, yakni pendukung setia, yang berani menemani ketika di posisi apa saja. SLNA, memiliki seluruh penduduk Vinh yang siap mendukung mereka secara luar biasa.

Ada sebuah ciri khas yang diletakkan dalam pondasi inti mendukung SLNA, yakni ada di manapun SLNA berada. Inilah yang membangun pondasi kuat tradisi away day bagi mereka.

Contohnya ketika 10 Juli 2016 lalu, mereka datang menuju Ho Chi Minh City dalam upaya mendukung SLNA melawan tim yang baru saja pindah dari ibu kota, Saigon FC. Tidak tanggung-tanggung memang, mereka datang secara bergerombol, ribuan banyaknya, memadati kota.

Tidak ada atribut berwarna merah muda yang menjadi panji kebesaran sang tuan rumah, melainkan lautan emas yang memadati jalanan menju Thong Nhat Stadium.

Tidak hanya pria-pria pengangguran yang bau, kumal, dan begitu tidak enak untuk dilihat. Ada juga mereka yang berasal dari setiap kalangan, membawa anak, perempuan memadati seisi stadion, juga berbagai bendera dan pernak-pernik penyemangat berwarna kuning keemasan.

Gelora mereka bukan hanya pada hari itu. Pada tahun 2015 misalnya, mereka mampir ke ibu kota. Itu adalah hal yang sangat gila untuk dicatat dalam perkembangan kultur suporter di Vietnam.

Bayangkan saja, bagaimana jika suporter tuan rumah kalah jumlah. Bangku yang disediakan untuk laga tandang habis tidak tersisa. Namun, itulah yang terjadi. Basis massa pendukung SLNA memenuhi seluruh Sektor B Hang Day Stadium. Stadion keramat bagi seluruh masyarakat Vietnam, terutama kubu tuan rumah, Hanoi FC.

BACA JUGA: Di Hanoi Kita Berpesta, Bung!

Away day bagai wabah dan malah menjadi candu bagi para penduduk Vinh. Mereka bergerak ke manapun, Hanoi yang jauhnya 290-an kilometer, Ho Chi Minh City yang jaraknya seribu kilometer, bukanlah sebuah halangan bagi mereka.

Moda transportasi urusan belakangan. Lantaran mereka ada yang bergerak dengan mobil pribadi, bus yang mereka sewa secara kelompok, pesawat bagi mereka yang berduit, dan yang paling ekstrem —inilah yang sering mereka lakukan— mengendarai motor secara rombongan dengan jumlah besar!

Memang berbahaya mengendarai motor secara rombongan guna bergerak dari satu daerah ke daerah lainnya. Menengok laga tandang yang paling dekat dari Vinh adalah melawan Thanh Hóa dan itu pun berjarak sejauh 240 kilometer.

Pun penduduk Vinh menyebar ke ke penjuru negeri. Ada yang berdagang di Saigon, mengadu nasib di Hanoi, atau bekerja di pelabuhan Da Nang. Kota ini relatif lebih miskin ketimbang kota besar lainnya.

Kredit: zing.vn

Antusias sebesar ini direspon baik oleh manajemen SLNA. Mereka bekerja sama dengan salah satu perusahaan bus di sana guna membawa para penggemarnya ke kandang lawan yang jaraknya jauh, seperti ke Hanoi atau Ho Chi Minh City.

Bus ini tidak gratis karena dikekola oleh manajemen, tapi ada potongan setengah harga bagi mereka yang membeli tiket di situs resmi SLNA. Sebuah simbiosis mutualisme yang luar biasa, bukan?

BACA JUGA: Johor Darul Ta’zim Sediakan Bus Gratis untuk Suporternya

Hội CĐV SLNA tidak hanya mengajari tentang aksi keren seperti apa yang menjadi konsep ultras, yakni membuat sebuah tontonan di belakang sebuah tribun.

Bukan hanya seperti jagoan yang menghabisi suporter lawan dan jago berkelahi seperti hooligan. Bukan hanya memakai pakaian necis ke stadion seperti apa yang dilakukan oleh casuals. Bukan pula sebuah kelompok yang membeli jersi terbaru dan mengenakannya seperti mania

Mereka adalah mereka, mengambil poin penting dari setiap sub-kultur suporter yang ada, dan mereka membuang jauh sesuatu yang tidak cocok dengan idealismenya.

Sepak bola Kota Vinh, ketika memasuki stadion guna mendukung SLNA, mengaburkan konsep perbedaan; apa itu pria, wanita, pecundang, idiot, norak, kaya, buruh, miskin, petani, pengusaha. Mereka menjauhkan arti sambat seperti jauh, kalah, lelah, waktu dan lainnya.

Semua melebur dalam sebuah konsep bernama perjalanan demi sepa kbola, dimanifestasikan dalam wujud mendukung Sông Lam Nghệ An.

 

*Penulis adalah penggemar sepak bola Asia Tenggara, dengan diary pribadi di pukulrata-sepakbola.blogspot.com. Bisa disapa di akun twitter @gustiaditiaa