
Priiiitt… Wasit meniup peluitnya. Sontak saja suporter di balik pagar-pagar tribun bersorak-sorai. Peluit yang ditiupkan sang pengadil menghadirkan kegembiraan. Pun juga dengan pemain di lapangan. Mereka meluapkan kegembiraan, saling berpelukan.
Sedikit berbeda, peluit tadi bukanlah peluit panjang akhir pertandingan yang berakhir kemenangan. Bukan juga tanda baru saja terjadinya gol ke gawang lawan. Peluit yang baru saja ditiup hanyalah tanda terjadinya pelanggaran.
Namun berbeda dengan pelanggaran biasa, pelanggaran tadi dilakukan pemain bertahan di dalam kotak terlarang. Sontak saja wasit meniup peluit sekaligus menunjuk titik putih pertanda hadiah penalti. Pemberian wasit inilah yang disambut kegembiraan luar biasa. Baik pemain di lapangan, maupun suporter yang menyaksikan pertandingan.
Magis memang. Hadiah penalti biasanya disambut bak hal yang luar biasa. Seolah dengan ditiupnya pluit, angka telah berubah. Atau bahkan seolah kemenangan telah hadir di genggaman.
Mereka seolah lupa, masih ada proses yang harus dilalui untuk gol benar-benar terjadi. Atau jangan-jangan mereka hanya sedang merayakan kesialan lawannya? Hal yang manusiawi dan sering terjadi memang. Kadang manusia dapat sangat bahagia hanya dengan melihat penderitaan manusia lainnya.
Kebahagian pertama ini seolah hanya kebahagian sementara, yang bisa berubah menjadi kebahagiaan sesungguhnya, atau sebaliknya.
Semua ditentukan ketika dua pemain saling berhadapan satu lawan satu terpisah jarak 12 yard atau pas 11 meter. Jarak yang menjadi jeda dua kebahagiaan. Meski logikanya gol akan lebih mudah tercipta, tapi tidak selamanya itu terjadi.
Semua kebahagiaan sebelumnya seolah sirna ketika bola diletakkan di titik putih. Sorak-sorai berubah menjadi ketegangan penghakiman. Kini semua segera ditentukan. Akankah kebahagiaan fase kedua yang merupakan kebahagiaan sesungguhnya hadir atau tidak.
Dalam eksekusinya, si penendang tentu memiliki beban besar. Seperti diungkap legenda sepak bola Indonesia, Bambang Pamungkas dalam satu tulisannya. Dalam mengeksekusi penalti mental mempunyai peranan yang sangat besar. Sudah sewajarnya memang, karena si eksekutorlah yang menjadi jawaban jeda kebahagiaan yang ada.
Menurut Bepe, teknik menendang memang berpengaruh, tapi fokus adalah yang utama. Sedikit tips juga diselipkan. Jangan terburu-buru dan hindari kontak mata dengan penjaga gawang menjadi kunci.
BACA JUGA: Kisah Tiga Penalti Andriy Shevchenko
“Dalam mengeksekusi penalti mental mempunyai peranan yang sangat besar. Teknik menendang memang berpengaruh, akan tetapi penguasaan emosi menjadi faktor utama. Berusahalah untuk se-rileks mungkin tanpa mengurangi fokus, jangan terburu-buru dan yang paling penting, hindari kontak mata dengan penjaga gawang. Karena terkadang beberapa penjaga gawang mempunyai kemampuan untuk mengintimidasi, sehingga membuat kita ragu untuk menentukan ke mana arah bola,” tulis Bepe.
Kini semua mata tertuju pada kotak di depan gawang tempat semua ditentukan. Lesatan bola yang ditendang kemudian menjawab jeda dua kebahagian. Kebahagian yang sesungguhnya hadir bersama gol dan angka yang berubah, atau hanya menjadi kebahagiaan semu bersama bola yang terpental entah ke mana.
BACA JUGA: PSMP: Raja Penalti yang Ditaklukkan Penalti