Cerita

Menanti Keadilan Pasca-Pertandingan

Sebagian besar orang percaya, ada kehidupan lain pasca-kematian. Semua perjalanan tidak berhenti begitu saja setelah manusia meninggalkan dunia. Masih ada kehidupan setelahnya. Masih ada tahap perjalanan-perjalanan lainnya. Termasuk tahap di mana semua yang dilakukan di dunia akan mendapat penilaiannya.

Kurang lebih begitu juga yang terjadi di sepak bola. Meski hanya memiliki 90 menit pertandingan, atau sesekali mendapat waktu tambahan, semua tidak sepenuhnya berhenti saat wasit meniup peluit panjang.

Setelah usai pertandingan, masih banyak tersaji narasi tentang berbagai kejadian. Baik kejadian di atas lapangan, maupun hal-hal lain yang mengitari sepak bola itu sendiri.

Salah satu yang paling sering menjadi perbincangan adalah tentang kepemimpinan pengadil di lapangan. Sering kali pihak-pihak yang merasa dirugikan memunculkan narasi panjang. Mulai dari kecurangan, kepemimpinan yang terbeli uang, hingga mafia pertandingan.

Peran wasit memang sangat vital dalam suatu pertandingan. Meski sering kali bertindak keliru, apa pun keputusannya harus ditaati.

Ini yang kemudian memunculkan riak-riak dari mereka yang dirasa dicurangi. Bahkan tidak jarang, beralasan kecewa, kekerasan dipilih sebagai jalan. Mulai dari kata-kata makian, pelemparan, hingga pemukulan pernah diterima pengadil yang dinilai tidak adil.

BACA JUGA: Dan Terjadi Lagi, Lemparan Batu yang Terulang Kembali

Mereka seolah lupa, pemukulan dan berbagai tindak kekerasan lain tidak dapat ditoleransi dalam sepak bola. Seorang wasit memang dituntut untuk menjunjung tinggi keadilan dan menjalankan kepemimpinan secara efektif. Namun pemain dan semua orang yang terlibat dalam sepak bola dituntut bersikap sportif dan berjiwa besar.

Bukan juga mencari pembenaran. Seburuk-buruknya kepemimpinan wasit, akan lebih buruk pertandingan tanpa kehadiran pengadil di lapangan. Bisa dibayangkan, saat pemain saling klaim atas apa yang dilakukan. Atau juga mereka saling menyalahkan atas apa yang terjadi.

Mereka seolah lupa, keadilan yang sebenar-benarnya tidak hanya murni dari wasit di lapangan. Sama seperti kehidupan setelah kematian, masih ada tahap perjalanan-perjalanan lain setelah peluit panjang dibunyikan. Termasuk tahap di mana semua yang dilakukan akan mendapat penilaian.

Kesalahan wasit masih dimungkinkan untuk dibuktikan melalui prosedur legal di luar lapangan. Juga pemain yang merasa diperlakukan tidak adil dalam pertandingan, bisa mendapatkan keadilan setelah pertandingan usai. Di sana ada Komite Wasit juga prosedur banding yang akan bekerja.

Tidak sedikit wasit yang dihukum, baik itu diistirahatkan maupun dibebastugaskan kerena kesalahan di lapangan. Banyak juga hukuman yang berubah menjadi lebih ringan atau justru bertambah berat usai proses banding dijalankan.

BACA JUGA: Mengumpat karena Kesalahan Wasit Memang Enak, Kok……

Apa yang menjadi gambaran keadilan tidak berhenti saat wasit meniup peluit panjang tanda pertandingan usai. Melainkan ada keadilan sebenarnya setelahnya.

Itulah yang disebut Abdul Muhaimin Iskandar, politikus sekaligus pencinta sepak bola, sebagai spiritualitas sepak bola. Dalam bukunya berjudul Spiritualitas Sepak Bola yang terbit tahun 2006 lalu, Cak Imin menuliskan, ada keadilan pasca-permainan sebagaimana agama mengajarkan ada keadilan sejati pasca-pengadilan dunia.

“Itulah spiritualitas sepak bola, di mana ada keadilan pasca permainan – sebagaimana agama mengajarkan ada keadilan sejati pasca pengadilan dunia. Karena itu, orang yang merasa diperlakukan tidak adil oleh suatu proses pengadilan di dunia, ia masih bisa mendapatkan keadilan sejati di akhirat. Tindakan melawan hukum, seperti kekerasan dan tindak anarkis lainnya, tidak dibenarkan menurut ajaran syariat. Spirit dan kehendak untuk mendapatkan keadilan sejati itulah yang akan menjadi etos dasar dari seluruh pengabdian hidup manusia,” tulisnya di halaman 5.