Cerita Tribe Ultah

Kisah Tiga Penalti Andriy Shevchenko

Ketika membicarakan seorang Andriy Shevchenko, sudah pasti kita akan mengingat sosok salah satu penyerang terbaik dunia pada generasinya. Sheva, panggilannya, dikenal sebagai penyerang dengan kemampuan lengkap. Ia juga mampu mencetak gol dengan nyaris segala cara. Senjata utamanya adalah ketajaman menyelesaikan peluang, kecepatan, keuletan, dan kekuatannya.

Namun kali ini penulis akan menceritakan satu bagian kecil dari karier penyerang yang secara total mencetak lebih dari 250 gol sepanjang kariernya, yaitu bagaimana kisah Shevchenko dengan tendangan penalti.

Sebagai penyerang, Shevchenko memang cukup sering mencetak gol lewat sepakan dari titik putih. Namun uniknya, Adriano Galliani, mantan CEO AC Milan pada era Silvio Berlusconi, pernah melontarkan kritik kepadanya soal teknik menendang penalti Sheva.

“Jika saya menjadi penjaga gawang, saya pasti bisa menghentikan tendangan itu,” seloroh Galliani pada suatu hari ketika ia mengomentari gol penalti yang baru dilesakkan Sheva.

Dari sekian banyak penalti yang diambil oleh pemain yang angkat nama di Dynamo Kiev dan Milan ini, ada tiga penalti yang paling berkesan. Kebetulan, ketiga kisah ini memiliki latar belakang cerita yang berbeda namun dua di antaranya saling berhubungan.

Baca juga: Jika Para Legenda AC Milan yang Jadi Pelatih Dijadikan Satu Tim

Kredit: Getty Images

Milan vs Chievo (Serie A, Desember 2001)

Sheva memasuki musim ketiganya bersama Milan. Ketika itu, Carlo Ancelotti baru sebulan ditunjuk Berlusconi sebagai pelatih Milan menggantikan Fatih Terim. Menjamu tim debutan yang mengejutkan, Chievo Verona, pada bulan Desember, Milan membutuhkan poin untuk mengejar ketertinggalan mereka dari Juventus di puncak klasemen.

Pertandingan ini berlangsung dengan penuh kontroversi. Wasit Graziano Cesari membuat banyak kesalahan dalam kepemimpinannya. Ia mengesahkan gol pertama Filippo Inzaghi yang berada pada posisi offside. Baiklah, untuk kasus ini dapat dimaklumi karena Inzaghi memang terkenal sebagai pemain yang amat lihai melepaskan diri dari jebakan offside, sehingga hakim garis maupun wasit kerap dibuat bingung apakah posisi Pippo offside atau tidak.

Namun pada babak kedua terjadi sebuah momen yang amat mengherankan. Milan sedang dalam posisi tertinggal ketika sepakan Massimo Marazzina dan sundulan Bernardo Corradi membalikkan kedudukan menjadi 1-2 bagi Il Mussi Volanti.

Lalu pada sebuah kemelut di mulut gawang Chievo yang dijaga Cristiano Lupatelli, Shevchenko yang berusaha menyambar bola muntah sambil melompat, tanpa sengaja menabrak bek Chievo, Fabio Moro, yang menghalau bola ke luar gawang. Tak disangka, Cesari memberikan hadiah penalti bagi Milan yang dieksekusi dengan mulus oleh Sheva sendiri.

Penalti itu membakar semangat para penggawa Rossoneri untuk mengejar gol kemenangan. Gol tersebut akhirnya tiba, lagi-lagi dari Shevchenko. Kali ini proses golnya benar-benar bersih ketika umpan lambung gelandang elegan Manuel Rui Costa disundul dengan keras oleh Sheva tanpa mampu dihentikan Lupatelli.

Yang menjadi agak ironis, pada akhir musim, Chievo menduduki peringkat ke-5 dan hanya berselisih satu poin saja dengan Milan yang berada di atas mereka. Milan pun mendapatkan tiket Liga Champions terakhir, yang setahun kemudian mereka juarai. Bayangkan jika tidak ada tendangan penalti Sheva tadi, mungkin Chievo-lah yang berhak lolos ke Liga Champions. Tapi tunggu dulu, kisah penalti nomor dua ada hubungannya dengan ini.

Baca juga: Baju Kering Filippo Inzaghi

Kredit: Getty Images

Milan vs Juventus (Final Liga Champions, Mei 2003)

Tiga kesebelasan asal Italia yaitu Milan, Internazionale Milano, dan Juventus, memasuki babak semifinal Liga Champions pada musim ini. All Italian final pun tercipta di Stadion Old Trafford, Manchester, ketika Milan berhasil menundukkan Inter, dan Juventus berhasil menundukkan Real Madrid pada babak semi-final.

Pertandingan final ini sebetulnya berlangsung seru pada awalnya, seakan menepis skeptisme publik yang mengira laga antara kesebelasan asal Italia akan berlangsung membosankan. Shevchenko sempat berhasil membobol gawang Gianluigi Buffon, namun gol tersebut dianulir karena Sheva dianggap berdiri pada posisi offside.

Lalu setelah momen itu, nyaris tidak ada momen menarik berikutnya hingga laga memasuki babak perpanjangan waktu. Kekhawatiran publik pun seakan terjustifikasi.

Pada babak perpanjangan waktu ini, Sheva bahkan sempat ditarik ke belakang untuk melapis bek Roque Junior yang mengalami cedera. Milan sudah menghabiskan jatah tiga pergantian pemain, sehingga bek asal Brasil ini tetap berada di lapangan jika Milan ingin tetap bermain dengan 11 pemain. Uniknya, kedua kesebelasan seperti tidak bernafsu mencetak gol dan mengharap laga diselesaikan melalui adu penalti saja.

Di sini kepahlawanan Sheva muncul. Menjadi penendang terakhir setelah Serginho, Clarence Seedorf, Kakha Kaladze, dan Alessandro Nesta, Sheva dengan dingin berhasil menipu Buffon dalam sebuah tendangan yang menentukan gelar. Sebuah penalti yang jika dihubung-hubungkan memiliki koneksi dengan kisah penaltinya pada laga melawan Chievo tadi.

Baca juga: Clarence Seedorf: Nama yang Jarang Didendangkan

Kredit: Getty Images

Milan melawan Liverpool (Final Liga Champions, Mei 2005)

Sayangnya, penulis harus mengakhiri kisah tiga penalti berkesan dari seorang Andriy Shevchenko dengan cerita sedih ini. Tragedi Istanbul, begitu yang diingat oleh Milanisti. Tidak perlu banyak bercerita tentang jalannya pertandingan, namun bagi Sheva, pertandingan ini rasanya seperti mimpi buruk saja.

Pada babak perpanjangan waktu, Sheva membuang peluang emas ketika ia berada di mulut gawang. Tendangannya melambung tinggi di atas mistar gawang Jerzy Dudek. Lalu kemudian pada drama adu penalti ketika mental para penggawa Milan sudah berada di titik nadir akibat membuang keunggulan tiga gol pada babak pertama. Tendangan-tendangan mereka pun seperti mudah dipatahkan Dudek.

Yang paling ironis tentu saja tendangan terakhir yang diambil Sheva. Meski Dudek terlanjur bergerak ke sisi kanan badannya, namun kurang bertenaganya tendangan yang dilepaskan Sheva membuat kaki Dudek mampu menepisnya. Sheva pun menjadi penentu kegagalan setelah dua tahun sebelumnya menjadi penentu keberhasilan.

Bagaimanapun juga, tidak ada yang perlu disesali secara berlebihan oleh Sheva. Sepanjang kariernya yang cemerlang, ia sudah memenangi begitu banyak trofi, termasuk penghargaan bergengsi individual berupa Ballon d’Or yang dimenanginya pada tahun 2004. Hari ini, pria kelahiran Dvirkivschyna yang kini menjabat sebagai manajer tim nasional Ukraina ini berulang tahun ke-43.

“Selamat ulang tahun, Sheva!”, demikian persembahan sederhana dari seorang penggemar jarak jauh yang menjadikanmu idola dan inspirasi pada masa sekolah dan kuliah.

 

*Artikel ini diunggah ulang dari tulisan Aditya Nugroho untuk memperingati hari ulang tahun Andriy Shevchenko.