Suara Pembaca

Krzystof Piatek dan AC Milan: Ketika Rindu Tidak Seberat Dilan

Rindu adalah sebuah perasaan yang dapat membawa kesedihan mendalam pada pecandunya. Mereka yang sudah terjangkit virus rindu cenderung tidak karuan, banyak bersedih, menjadi tidak sabar, dan menggebu-gebu agar kerinduan itu segera tertunaikan. Rindu ini secara psikologis adalah perasaan yang sangat tricky dan kompleks, tapi tentu akan ada akhirnya.

Rindu ada di mana-mana, bahkan dalam olahraga, rindu bukanlah hal tabu yang muncul seperti siang yang didampingi petir, rindu dalam olahraga, terutama sepak bola, adalah kerinduan akan indahnya sebuah permainan yang berujung pada kejayaan sebagai lambang supremasi. Dan Milanisti, para pendukung setia AC Milan, adalah perindu yang sepertinya akan segera mengakhiri kerinduannya.

2012

Salah satu peristiwa yang dapat mendatangkan perasaan rindu adalah perpisahan, dan pertengahan tahun 2012 adalah saat perpisahan tiba. AC Milan akan segera ditinggal salah satu striker paling mengerikan yang pernah mereka punya: Filippo “Pippo” Inzaghi.

Striker “unik” yang skill olah bolanya biasa saja, badan yang kurus dan spesialis offside, tapi sangat ditakuti bek dan kiper manapun di dunia itu mengakhiri kariernya sebagai pesepak bola profesional. Ratusan gol sudah dia cetak, rekor sudah dia torehkan dan trofi sudah dia persembahkan untuk Milan, dan hari kepergiannya tiba.

Perpisahan dengan Inzaghi berarti dua hal: kerinduan adalah yang pertama dan kebutuhan (yang kedua) akan pengganti yang sepadan. Lumrahnya, untuk klub sekelas Milan, mencari striker top yang sepadan dengan Inzaghi bukanlah hal yang sulit, nama besar dan pengaruh bos flamboyan Silvio Berlusconi (presiden kala itu) adalah daya tarik bagi pemain manapun.

Baca juga: Baju Kering Filippo Inzaghi

Namun takdir berkata lain, kerinduan tidak berakhir dengan cepat, justru berlarut-larut karena benar-benar tidak ada yang bisa mewarisi kesaktian Inzaghi di ujung tombak Setan Merah Italia. Kerinduan nyatanya semakin mencekam musim demi musim berganti. San Siro bukan lagi rumah yang tentram karena ketiadaan seorang striker yang bisa memanjakan penghuninya

Silih berganti hari, bulan dan tahun, banyak para juru gedor yang datang mencoba mengisi posisi Inzaghi dan merebut cinta para Milanisti. Sebut saja Mario Balotelli, Stephan El Shaarawy, Carlos Bacca, Mattia Destro, Alessandro Matri, Fernando Torres, Luiz Adriano, Carlos Bacca, Gianluca Lapadula, Andre Silva dan Gonzalo Higuain.

Tiada satupun dari nama-nama itu yang mampu mengakhiri nelangsa rindu akan kasih sayang berupa gol-gol untuk mendulang poin. Apalah daya, rindu tak juga berhenti menggores bagai sembilu, pencarian belum menemui kata akhir.

Musim dingin 2019

Tebalnya salju yang menutupi jalanan tak melambatkan langkah negosiasi duet Leonardo Araujo dan Paolo Maldini untuk men-ta’arufi sosok-sosok yang sekiranya dapat mengisi kekosongan di lini depan Milan, tempat Milan menyandarkan asa gol-gol mereka.

Mereka kemudian jatuh hati pada sosok Polandia bernama Krzystof Piatek. Striker yang baru 6 bulan bermain di Italia tapi sudah mencoba menantang kedigdayaan mega bintang Juventus, Cristiano Ronaldo.

Waktu Milan tidak banyak, mereka tidak bisa berlama-lama karena Piatek sedang menjadi buah bibir yang bisa-bisa membuat Milan “kena tikung” hanya karena dianggap tidak berjuang atau terlalu lama seperti ketika mencoba meminang Alvaro Morata.

Dengan langkah senyap namun pasti, proses ta’aruf berjalan lancar dan Leonardo segera menemui orang tua (baca: klub) Piatek, Genoa, klub yang sudah seperti klub diklatnya para pemain sebelum menjadi penggawa Milan.

Semua berjalan lancar dan mahar telah disepakati. Milan bergerak cepat melepas Higuain ke Chelsea yang kecewa berat pada Alvaro Morata demi memberikan seragam merah hitam kepada Piatek. Perjuangan Milan mendapatkan Piatek berakhir. Ujung lorong kerinduan mulai terlihat, walau banyak keraguan karena banyaknya harapan palsu yang diterima selama ini.

Baca juga: Gonzalo Higuain dan Nomor 9 yang Fana di AC Milan

Akad transfer antara Milan dan Genoa untuk men-sah-kan Piatek bergema ke seantero negeri. Resepsi sederhana dilangsungkan. Tidak ada pertunjukan-pertunjukan yang terkesan aneh atau WOW, misalnya pertunjukan main piano. Piatek “pindah rumah” ke Milanello, dan rahangnya nyaris lepas karena terpana melihat tempat latihan yang pernah dihuni para bintang legendaris itu.

Tiada duka yang abadi, tiada rasa sepi yang membelenggu selamanya, dan tiada rindu yang akan memeluk selamanya. Semua ada akhirnya, dan rasa rindu Milanisti kepada striker tajam sepertinya memang akan segera berakhir oleh karena kehadiran Piatek.

Pemuda berusia 23 tahun ini memberikan bulan madu yang spesial kepada Milan, 6 gol telah lahir dari kakinya hanya dalam 310 menit. Tercepat sepanjang sejarah pemain Milan. Semangat, antusiasme, motivasi, dan gairah San Siro kembali bergelora karena hadirnya Piatek.

Kini rasa rindu sudah terobati dengan pertemuan. Harapan untuk kembali ke jajaran klub elit Eropa terbuka lebar, masa depan klub bersama pemilik baru terlihat cerah. Milan juga sedang “happy” karena kini diurus oleh mantan legenda-legendanya yang pernah mengantarkan kejayaan.

Paolo Maldini duduk di pos direktur pengembangan dan Leonardo Araujo kembali mengisi posisi direktur olahraga Milan, posisi yang pernah membuatnya mendatangkan para pemain bintang di AC Milan. Kabarnya, Ricardo Kaka juga sedang mempersiapkan diri untuk mengisi manajemen Milan. Pun saat ini, Milan sedang dilatih oleh mantan gelandang legendaris mereka, Gennaro Ivan “Badak” Gattuso.

Kini AC Milan tak perlu lagi menyesali kegagalan mendapatkan Alvaro Morata, yang justru sedang kepayahan di klub yang ia pilih. Krzystof Piatek mungkin popularitasnya tidak seindah Higuain atau Morata, tapi ia masih bisa berkembang dan keadaannya saat ini justru membuat Milan banyak-banyak bersyukur.

Piatek juga tidak sendirian, ada Patrick Cutrone, bocah asli didikan Milan yang akan membantunya menciptakan duet maut seperti Shevchenko-Inzaghi atau Ibra-Robinho dulu.

Baca juga: Andriy Shevchenko dan Kisah Tiga Penalti

Sebagaimana pernikahan sepasang kekasih yang bukan hanya soal akad dan gengsi, pernikahan Milan-Piatek adalah harapan untuk berjuang bersama menjadi yang terbaik di Eropa. Milan ingin mengembalikan nama besarnya sebagai raksasa Eropa dan dunia, dan Piatek pasti ingin menjadi istri, maksudnya striker yang hebat seperti “mantan-mantan” Milan dulu, Inzaghi, Shevchenko, atau Ibrahimovic.

Selamat menempuh hari-hari baru, Milan dan Piatek! Semoga perjalanan mengarungi bahtera asa berujung pada supremasi tertinggi.

Tidak selamanya rindu itu berat, Dilan…

 

*Penulis bisa dijumpai di akun Twitter @soniindrayana