Analisis

Gonzalo Higuain dan Nomor 9 yang Fana di AC Milan

Upaya perburuan itu terus dilakukan AC Milan. Setelah pensiunnya Filippo “Super Pippo” Inzaghi, I Rossoneri langsung kehilangan sosok pemain nomor 9 murni yang sangat produktif. Pencarian suksesor pun berlanjut musim ini, dengan datangnya Gonzalo Higuain untuk mengisi nomor 9 yang (hampir) hilang.

Nomor 9 di sini bukan nomor punggung, melainkan nomor untuk peran pemain. Seperti yang dijabarkan oleh Louis van Gaal, posisi pemain di lapangan bisa dibagi dengan menyebut nomor. Contoh, nomor 6 untuk gelandang bertahan, nomor 10 untuk gelandang serang, dan nomor 9 untuk penyerang murni.

Di AC Milan, tidak ada lagi pemain nomor 9 yang benar-benar ditakuti lawan, sepeninggal pensiunnya Inzaghi. Milan bukannya tinggal diam mendapati situasi seperti ini, bahkan Il Diavolo Rosso selalu membeli penyerang di setiap bursa transfer, untuk mendapatkan lagi sosok juru gedor tajam yang bisa menjamin terciptanya gol.

Secara berurutan, Mario Balotelli dan Giampaolo Pazzini (2012/2013), Alessandro Matri (2013/2014), Fernando Torres dan Mattia Destro (2014/2015), Carlos Bacca (2015/2016), Gianluca Lapadula (2016/2017), dan Andre Silva serta Nikola Kalinic (2017/2018) diboyong ke San Siro. Namun, mayoritas di antara mereka pada akhirnya hanya menjadi guyonan di depan gawang lawan, ketimbang ancaman.

Baca juga: Baju Kering Filippo Inzaghi

Dari sejumlah nama tersebut, hanya Balotelli dan Bacca yang sempat unjuk ketajaman, tapi itupun tidak berlangsung lebih dari semusim. Musim lalu Patrick Cutrone juga sempat mencuri perhatian, tapi berkaca pada nasib Alexandre Pato dan Stephan El Shaarawy, sepertinya Milan tidak akan memforsir tenaga Cutrone di musim keduanya.

Pato dan El Shaarawy sempat menjadi wonderkid dengan insting mencetak gol yang tinggi. Akan tetapi karena di usia muda sudah mendapat beban bermain yang sama berat, mereka layu sebelum berkembang akibat cedera. Oleh karenanya, antisipasi pun dilakukan dengan mendatangkan Gonzalo Higuain, agar bisa dimainkan bergantian dengan Cutrone atau penyerang lainnya.

Higuain, setelah sekian lama…

Hampir belasan penyerang didatangkan Milan untuk dicetak menjadi suksesor Inzaghi, tapi 90% diantaranya gagal. Kita tidak bisa serta merta menyalahkan sang pemain, karena Milan sendiri juga patut dipertanyakan kebijakannya dengan mendatangkan pemain yang nanggung.

Sejak musim 2012/2013 sampai 2017/2018, tidak ada penyerang yang memiliki profil sebagai predator ganas kotak penalti. Sebagian berlabel penyerang muda potensial, penyerang yang pernah potensial saat muda, dan penyerang yang dulu pernah tajam. Tidak ada satupun, striker dengan rekam jejak puluhan gol setiap musim dan mengoleksi beragam gelar di klub sebelumnya.

Kemudian datanglah Higuain. Dengan status pinjaman seharga 18 juta euro dari Juventus dan opsi pembelian permanen di musim berikutnya, Milan kembali kedatangan pemain nomor 9 murni dengan rekam jejak kelas satu. Terakhir kali ini terjadi adalah saat Milan meminjam Zlatan Ibrahimovic dari Barcelona pada musim 2010/2011.

Kedatangan Ibra saat itu langsung meningkatkan daya gedor Il Diavolo Rosso secara signifikan. Satu scudetto, satu trofi Piala Super Italia, dan satu kali menyabet gelar top skor Serie A didapatnya kala berseragam merah-hitam. Bahkan berkah kedatangan Ibra juga turut menimpa Antonio Nocerino, yang mendadak jadi sangat produktif.

Baca juga: Cinta Satu Malam Antonio Nocerino

Higuain, diharapkan juga bisa mengulang atau mungkin melebihi prestasi serupa. Dua scudetti didapatnya bersama Juventus beserta dua Piala Italia. Kemudian di Napoli, El Pipita mengoleksi satu trofi Piala Super Italia dan satu gelar top skor, sebelum menuju pangkuan Si Nyonya Tua.

Di atas kertas Higuain sangat layak untuk menjadi pemain nomor 9 berikutnya, meneruskan jejak Filippo Inzaghi. Jadi sekarang, kesimpulannya akan ada di tangan Gennaro Gattuso. Apakah bisa membuat Higuain tetap menjadi predator buas, setelah sekian lama Milan hanya memelihara panda dan kancil.

Sebab, Curriculum Vitae (CV) tidak selamanya menjadi jaminan kesuksesan seseorang. Contohnya Bonucci, yang sudah dibeli mahal-mahal, dijadikan kapten, eh malah akhirnya kembali ke Juventus.

Apakah Bonucci seorang mata-mata? Jawabannya tergantung dari keyakinan masing-masing.