Cerita

Fantasi Bursa Transfer AC Milan

Kepuasan itu sudah lama tidak terpancar di wajah AC Milan. Sejak kepergian pemain-pemain senior dan krisis finansial, tidak ada kepuasan yang didapat selama bursa transfer AC Milan. Hingga akhirnya, pengusaha asal Cina itu datang, dan mercato I Rossoneri langsung dibuatnya menjadi momen menggembirakan penuh suka cita.

Siapapun pemainnya, Milan berani tawar. Berapapun harganya, Milan berani bayar. Sebuah perubahan cara membeli pemain yang sangat radikal dari Milan, karena sebelumnya Il Diavolo Rosso sangat identik dengan negosiasi panjang nan alot ala Adriano Galliani, dan berujung harga murah atau pemain gratisan.

Lini belakang dan depan jadi perhatian utama Milan. Kesebelasan berbaju merah-hitam ini coba mencari suksesor Thiago Silva dengan menggelontorkan dana besar di bursa transfer, dan terus berburu penerus Filippo Inzaghi, juga dengan mengandalkan uang sebagai alat tukar.

Leonardo Bonucci yang bergelimang trofi di Juventus kemudian mendarat dengan mahar 42 juta euro, disusul André Silva di bawahnya dengan 38 juta euro. Milan berharap mereka berdua dapat menyelesaikan masalah.

Bonucci sebagai the next Thiago Silva (karena Paolo Maldini atau Franco Baresi terlalu sakral untuk “digantikan”), sedangkan André Silva yang berpredikat penerus Cristiano Ronaldo di timnas Portugal diplot untuk menjadi penyerang tajam Milan, yang berkali-kali mendapat pemain kualitas medioker dalam diri Klaas-Jan Huntelaar, Mattia Destro, hingga Fernando Torres.

Plus ditambah pemain-pemain lainnya yang sedang naik daun dan dibanderol harga tinggi seperti Franck Kessié, Andrea Conti, Hakan Çalhanoğlu, dan Lucas Biglia, jadilah Milan sebagai tim termewah di bursa transfer musim panas 2017/2018. Kesebelasan, yang dari materi pemain individu overall rating-nya sangat tinggi.

Tagar #WeAreSoRich pun langsung diapungkan, menandakan Milan bukan lagi klub yang bergantung aturan Bosman untuk mendatangkan pemain. Milan pun bahagia, para pendukungnya juga riang gembira, tapi itu hanya sesaat.

 

Pelanggaran FFP yang dilakukan Milan

Fantasi yang tidak sesuai ekspektasi

Sangat wajar melihat libido Milan sangat tinggi di bursa transfer awal musim lalu. Dengan dana melimpah dan sudah sangat lama mereka tidak belanja besar, wajar jika Milan tergiur melampiaskan nafsunya dengan menggaet hampir semua pemain incarannya.

Namun cara yang dilakukan Milan untuk menyalurkan hawa nafsunya itu bukan dengan cara yang eksotis. Ibarat manusia, Milan tidak melakukannya dengan bercinta bersama pasangan, tapi dengan berfantasi sendiri.

Ketika hasrat berbelanja besar itu sudah dituruti, Milan mencapai kepuasan inidividu. Mereka dengan penuh semangat memainkan semua pemain barunya, satu per satu dicoba, satu per satu dijadikan eksperimen, tapi tak ada yang betul-betul mengesankan. Milan tampak hanya seperti orang dengan gairah bercinta yang tinggi setelah sekian lama tidak berjumpa lawan jenis.

Perhitungan awalnya, dana besar yang dikeluarkan di bursa transfer bisa balik modal dengan lolos ke Liga Champions, tapi di akhir musim perhitungan itu meleset. Sangat jauh. Milan dari yang seharusnya menjalin romantisme dengan pemain-pemain barunya, justru melakukan masturbasi sendiri, demi kepuasan di awal dan setelahnya tidak ada yang berkesan.

Palu UEFA telah diketuk, sanksi Financial Fair Play (FFP) telah dijatuhkan. Milan didiskualifikasi dari Liga Europa musim 2018/2019, dan musim depannya (2019/2020) harus melalui uji FFP dulu jika mengakhiri liga domestik dengan finis di zona kompetisi Eropa.

Milan dari yang awalnya ingin bercinta dan menghasilkan “sesuatu” dari hubungan itu, beralih cara menjadi berfantasi. Berakhir dengan tidak berkesan dan terlupakan begitu saja. Kalau mau melakukan lagi? Ya sudah capek, karena sumber daya sudah terbuang percuma…