Cerita Tribe Ultah

Cinta Satu Malam Antonio Nocerino

Sebuah hat-trick dari gelandang bertahan. Sesuatu yang sangat langka tentu saja, tapi tidak mustahil terjadi. Laga antara AC Milan melawan Parma di Serie A musim 2011/2012 misalnya. Di pertandingan yang berakhir dengan skor 4-1 untuk kemenangan I Rossoneri itu, 3 gol dicetak oleh gelandang bertahan bernama Antonio Nocerino.

Musim tersebut merupakan periode terbaik Nocerino sepanjang kariernya. Total ada 10 gol yang dicetaknya, dan jelas merupakan torehan yang sangat baik untuk pemain di posisinya. Silakan bandingkan catatan golnya dengan gelandang bertahan legendaris seperti Claude Makélélé atau Gennaro Gattuso, Sepanjang karier, rekening gol mereka tak pernah mencapai dua digit, bahkan mencetak 5 gol saja sudah sangat bagus.

Tapi kenapa Nocerino, yang juga identik dengan “tugas kotor” merebut bola, bisa melakukannya? Apa yang mendasari kemampuannya untuk lebih produktif dari Makélélé dan Gattuso?

Harus diperhatikan bahwa insting mencetak gol tidak datang begitu saja. Perlu latihan rutin untuk mengasahnya, tidak bisa bergantung pada keberuntungan semata. Apalagi untuk mencetak dua digit gol semusim, seorang pemain perlu memiliki beragam atribut untuk menjadi goal getter, seperti penempatan posisi yang bagus, dan eksekusi yang akurat.

Nocerino mendapatkan atribut itu ketika bermain di Palermo. Ia awalnya bermain sebagai gelandang bertahan, tapi di bawah asuhan Delio Rossi posisinya diubah ke gelandang serang, karena pos lawas Nocerino ditempati Giulio Migliaccio. Saat itu Nocerino juga diinstruksikan untuk membantu penyerangan di sisi kiri, jika Federico Balzaretti naik membantu serangan.

Delio Rossi tidak asal berjudi dengan menempatkan Nocerino di posisi tersebut. Ia merujuk pada pengalaman Nocerino sebelumnya yang pernah bermain sebagai sayap kiri di akademi Juventus, juga gelandang serang di beberapa pertandingan ketika menjalani masa peminjaman.

Pengalaman itulah yang turut membantu Nocerino menjadi gelandang bertahan produktif, tak hanya saat melawan tim-tim kecil, tapi juga di pertandingan akbar. Ketika berhadapan dengan Barcelona di leg kedua perempat-final Liga Champions 2011/2012 misalnya. Satu gol dibuatnya saat itu, tapi tak cukup untuk menyelamatkan Milan dari kekalahan 1-3 di Camp Nou, yang membuat mereka tersisih.

Cinta satu malam

Ketajaman Nocerino di musim 2011/2012 memang layak diacungi dua jempol, tapi sayangnya hanya di musim itu ia bisa merasakan nikmatnya mencetak dua digit gol, sampai mendapat julukan Nocerinho. Di musim-musim berikutnya ia kembali ke kodratnya, sebagai pemain yang hanya bisa ikut berselebrasi merayakan gol, bukan lagi pemain yang pertama berselebrasi dan dikerumuni rekan-rekannya.

Penurunan produktivitas itu juga diikuti dengan penurunan performa, baik dirinya secara individu atau AC Milan secara kolektif. Sangat disayangkan, karena ia menjadi pemain yang mendapat warisan dua nomor punggung dari dua pemain kawakan I Rossoneri.

Setelah menjalani musim produktif dengan nomor punggung 22, Nocerino kemudian mendapat keistimewaan untuk memakai nomor punggung 8 peninggalan Gennaro Gattuso, yang tidak memperpanjang kontraknya dan hengkang ke FC Sion. Lalu di musim 2013, Nocerino kembali mendapat warisan, kali ini nomor punggung 23 dari mantan kapten Milan, Massimo Ambrosini.

Ibarat lirik lagu Cinta Satu Malam, cerita bahagia Nocerino tidak bertahan lama. Kerap berganti klub dari 2003 sampai 2008, mengalami beragam transformasi di Palermo, menjalani periode subur di Milan, hingga kini menganggur usai dilepas Orlando City, Januari lalu.

Meski demikan, kebintangan singkat Nocerino adalah kisah yang sangat layak dikenang, yang pernah membuatnya terbang melayang sebagai pemain papan atas. Juga menjadi pencapaian yang belum tentu bisa diulangi lagi oleh pemain-pemain di posisinya.

Buon compleanno, Antonio! Semoga di umur yang ke-33 ini cepat mendapat klub baru, ya…

Author: Aditya Jaya Iswara (@joyoisworo)
Milanisti paruh waktu yang berharap Andriy Shevchenko kembali muda dan membawa AC Milan juara Liga Champions Eropa lagi